Loading...
RELIGI
Penulis: Melki Pangaribuan 20:21 WIB | Rabu, 02 Maret 2016

Gereja Protes Pembangunan Masjid, Gubernur Papua Ajak Tegakkan Toleransi

Gubernur Papua, Lukas Enembe. (Foto: wiyainews.com)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Gubernur Papua, Lukas Enembe, pada hari Selasa (2/3) meminta warga Papua untuk menegakkan toleransi dan saling menghormati setelah permintaan dari kelompok gereja yang melarang pembangunan sebuah masjid di Kabupaten Jayawijaya.

"Di Papua, kita memiliki 250 suku dan bahasa. Ada agama yang berbeda, tapi kita bisa menjaga perdamaian dan menghindari konflik. Konflik agama di Tolikara diselesaikan dengan baik," kata Lukas dalam pertemuan Forum Komunikasi Pemimpin Daerah di markas Polda Papua, Jayapura.

Pertemuan ini dihadiri oleh Kapolda Papua Paulus Waterpauw, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Hinsa Siburian, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua Uskup Leo Laba Ladjar, Bupati Jayawijaya John Wempi Wetipo, Ketua Nahdlatul Ulama Jayapura Kahar Yelipele, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Jayawijaya (PGGJ) Abraham Ungirwalu dan pemuka agama Kristen lainnya dan para pemimpin Muslim.

Pertemuan tersebut membahas pernyataan dari PGGJ yang meminta pemeritah kabupaten untuk, antara lain, menghentikan pembangunan masjid agung Baiturrahman, melarang penggunaan pengeras suara di masjid-masjid dan melarang pemakaian kerudung di ruang publik.

Sebelumnya PGGJ mengeluarkan pernyataan pada 25 Februari melalui pesan singkat yang beredar di masyarakat, yang menyatakan bahwa umat Islam sedang membangun sebuah masjid berlantai empat dengan menara setinggi 70 meter - yang akan lebih tinggi dari patung Yesus Kristus yang berada di depan kantor kabupaten.

Pernyataan tersebut menanggapi pernyataan dari Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah Papua yang menyebut PGGJ sebagai organisasi ilegal dan mendesak polisi untuk menangkap pendeta Kristen yang telah menandatangani pernyataan yang menyerukan pelarangan pembangunan masjid.

Bupati Jayawijaya, John Wempi Wetipo, mengatakan bahwa dirinya telah memberi izin kepada mereka karena itu merupakan renovasi bangunan, bukan membangun masjid baru. Sebab menurut dia, pembangunan sebuah masjid baru membutuhkan persetujuan dari FKUB.

Kahar Yelipele menambahkan masjid ini akan direnovasi menjadi dua lantai, tidak empat lantai seperti yang diisukan, dengan menara 20 meter.

"Jadi, itu tidak benar kalau mengatakan bahwa akan membangun menara 70-meter dan masjid akan dibangun empat lantai, "kata Kahar sebagaimana dikutip The Jakarta Post, hari Selasa (2/3).

Pertemuan di markas Polda itu menyepakati bahwa PGGJ dan kelompok-kelompok Muslim akan menarik kembali pernyataan mereka dan tidak akan memperpanjang masalah ini ke ranah hukum.

Setelah pertemuan itu, Uskup Leo mengatakan, pembangunan rumah ibadah harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada, yang didasarkan pada keputusan bersama dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama.

Namun, Leo mendesak para pemimpin agama untuk mempertimbangkan kebiasaan penduduk setempat sebelum membangun rumah ibadah supaya menghindari konflik.

Dia berpendapat bahwa konflik agama juga telah turut dipicu oleh kesenjangan ekonomi antara masyarakat lokal dan luar.

"Banyak orang luar yang beragama Islam menguasai ekonomi. Kios milik umat Islam dan ada panggilan keras untuk berdoa. Ada kesan bahwa lembah ini (di Papua) didominasi oleh Muslim. Jadi, penting untuk mempertimbangkan kepekaan (lokal) untuk menjaga toleransi beragama," kata Leo.

Papua menjadi pemberitaan utama karena kerusuhan berbasis agama di Tolikara pada tahun lalu. Pada tanggal 17 Juli 2015, ratusan orang berunjuk rasa dan melempari batu ke sekelompok Muslim yang hendak melakukan shalat Idul Fitri dengan menggunakan pengeras suara di Karubaga, Tolikara.

Hal ini memaksa jemaah - yang adalah kelompok minoritas di daerah - melarikan diri ke kantor militer setempat yang terdekat untuk mendapatkan perlindungan. Massa kemudian membakar lebih dari 50 kios dan rumah-rumah dan musala.

Kemudian Polisi mengeluarkan tembakan ke kerumunan hingga menewaskan salah satu pengunjuk rasa dan melukai 11 orang lain dalam kerusuhan tersebut.

Pada 18 Februari 2016, Pengadilan Negeri Jayapura menghukum Jundi Wanimbo dan Arianto Kogoya selama dua bulan dan 26 hari di penjara karena menghasut kerusuhan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home