Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 10:35 WIB | Selasa, 10 Maret 2015

“Global Warming”, dalam 40 Tahun Bumi Makin Panas

Ilustrasi Pemanasan Global. (Foto: iflscience.com)

SATUHARAPAN.COM – Tampaknya, pemanasan global sudah tidak mampu dibendung. Kita harus siap terhadap percepatan pemanasan global yang tak tampak, dalam kurun waktu 1.000 tahun.

Itulah temuan utama dalam makalah yang dipublikasikan pada Senin (9/3) oleh Nature Climate Change. Tampak tingkat perubahan temperatur selama kurun waktu 40 tahun. Penelitian baru juga menunjukkan, Artik, Amerika Utara, dan Eropa, akan menjadi wilayah pertama yang mengalami transisi iklim baru. Tentu ini merupakan desakan perencanaan adaptasi.

“Pada dasarnya, dunia sedang memasuki rezim baru, di mana yang normal akan terus mengalami perubahan dan perubahan ini berada pada tingkat proses alam yang tidak mampu diimbangi lagi.” Kata Steven Smith, peneliti Pacific Northwest National Laboratory.

Catatan sejarah menunjukkan, biasanya suhu di Bumi berfluktuasi naik-turun sekitar 0,1 derajat Celcius dalam kurun waktu 1.000 tahun terakhir. Akan tetapi, selama 40 tahun ini, suhu merangkak naik mendekati 0,20C.

Kenaikan Suhu 1.000 tahun terakhir
 

Jika dampak emisi gas rumah kaca tidak mampu terbendung, laju pemanasan global akan mencapai 0,40C setiap dekade dan akan mencapai angka tertinggi setidaknya pada 2100.

Belahan Bumi bagian utara akan menjadi wilayah pertama yang merasakan dampak pemanasan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Artik, kawasan yang sudah mengalami efek pemanasan global tercepat ini, akan menghadapi kenaikan suhu mencapai 0,60C per dekade pada 2040. Amerika Utara dan Eropa menjadi daerah kenaikan suhu sedikit lebih rendah, meski sama-sama belum pernah terjadi pemanasan sebelumnya.

“Dengan tingkat perubahan seperti ini, Bumi tidak akan mencapai keseimbangan iklim,” kata Smith menggarisbawahi potensi dampak pemanasan global terhadap alam dan masyarakat.

“Para peneliti melaporkan, kenaikan permukaan air belum dapat dipetakan saat kita merasakan perubahan iklim,” ujar Michael Mann, penggerak Penn State’s Earth System Science Center. “Sedangkan kajian sebelumnya terfokus pada kondisi alam yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagai akibat dari pemanasan global saat ini dalam konteks seribu tahun yang lalu. Penelitian itu kurang memperhatikan isu kritis laju pemanasan.”

Penelitian saat ini datang dari pijakan dua makalah—salah satunya ditulis oleh Mann—yang memproyeksikan kemungkinan terjadinya percepatan pemanasan pada dekade berikutnya. Hipotesisnya, terdapat suhu panas di bawah permukaan laut sehingga memperlambat kenaikan suhu permukaan di seluruh dunia. Namun, perputaran angin Pasifik membuka permukaan air laut sehingga panas mencapai ke atas permukaan.

Penelitian Smith ini tidak secara khusus mengupas masalah tersebut, tetapi ia tidak heran bila terjadi perlambatan pemanasan global karena jangka waktu yang relatif singkat. Itulah alasan ia memilih terfokus pada interval 40 tahun.

“Kita harus siap beradaptasi dengan perubahan yang akan terus ada dari waktu ke waktu,” ujar Smith. (scientificamerican.com)

Editor: Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home