Gonda, Gulma Padi yang Jadi Sayuran Bernilai Ekonomi
SATUHARAPAN.COM – Ada yang menyebutnya gonda seperti di Bali, sementara di Jawa orang biasa menyebutnya gundo atau gunda di Tanah Sunda. Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini, seperti dikutip dari knowledgebank.iiri.org, disebut gooseweed. Laman Kementerian Pertanian AS (USDA) menyebutnya chickenspike.
Seperti tersirat dari namanya dalam bahasa Inggris, gooseweed, tumbuhan gonda secara umum dikenal sebagai gulma tanaman padi sawah. Gonda yang sangat invasif, menurut USDA, bahkan dilaporkan dapat menyebabkan pengurangan hasil panen hingga 25 – 50 persen.
Berasal dari kawasan Asia, gonda meyebar ke hampir seluruh dunia. Penyebarannya berkaitan dengan penyebaran benih padi, karena benih tanaman gonda, seperti hasil studi R Carter (2013) merupakan kontaminan benih padi.
Namun, ternyata bagian tumbuhan yang masih muda dan pucuk tunasnya, biasa dimanfaatkan sebagai sayuran di Indonesia. Gonda adalah jenis sayuran yang cukup digemari di Bali dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Menu masakan paling dikenal berbahan gonda adalah plecing gonda. Tulisan penyuluh pertanian I Wayan Artanaya di tabloidsinartani.com menyebutkan seikat sayur gonda yang terdiri atas 15-20 batang dijual seharga Rp1.500-Rp3.000.
Di Jawa, gonda biasanya dikukus untuk menu masakan pecel atau cukup dicocol sambal. Selain dimanfaatkan sebagai sayuran, tumbuhan gonda digunakan untuk menyembuhkan luka memar akibat gigitan serangga, seperti dituliskan Umberto Quattrocchi bukunya, CRC World Dictionary of Medicinal and Poisonous Plants (2013). Tumbuhan ini juga memiliki senyawa beta karoten yang merupakan zat antioksidan penangkal radikal bebas, seperti diungkap Lely Cintari dan kawan-kawan dalam penelitian yang dilansir 2013.
Pemerian Botani Gonda
Gonda, yang memiliki nama ilmiah Sphenoclea zeylanica Gaertn, merupakan tanaman herba akuatik yang termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Pertumbuhannya mencapai 7 – 150 cm.
Mengutip dari laman knowledgebank.iiri.org, tumbuhan ini memiliki sinonim Gaertnera pongati Retz., Pongatium indicum Lam., Pongatium zeylanicum (Gaertner) Kuntze, Pongatium spongiosum Blanco, Rapinia herbacea Lour., Reichelia palustris Blanco.
I Wayan Junarta melakuan studi gonda untuk tugas skripsi sebagai syarat kelulusan S1 di Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar pada 2016 dengan judul “Identifikasi Karakter Morfologi, Agronomi, dan Fenologi Tanaman Gonda (Sphenoclea zeylanica, Gaertn.) di Kabupaten Tabanan”. Dalam skripsi yang dapat dibaca di laman id.123dok.com itu, ia menyebutkan organ vegetatif tumbuhan gonda terdiri atas akar, batang pokok, cabang primer, cabang sekunder, cabang kuarter, cabang tersier, dan daun.
Akar gonda berserat, berwarna putih-cokelat. Batang gonda bersifat licin, batang bulat-bersegi lima, berongga, tumbuh tegak, dan bercabang.
Daunnya daun tunggal dengan bentuk bulat-lanset, atau bulat telur-lanset, dengan panjang 10 cm, seperti dikutip dari studi Hong Deyuan pada 1983. Deyuan and NJ Turland pada 2011, meluncurkan studi “Sphenocleaceae”, dalam Flora of China, Volume 19, Science Press, Beijing, China and Missouri Botanical Garden, St Louis, Missouri.
Studi yang dilakukan Juliana Prosperi pada 2007 menyebutkan organ generatif tumbuhan gonda berbentuk bulir yang tersusun atas bunga dan buah. Gonda memiliki bunga hermaprodit berukuran lebih kurang 2 mm, kelopak berjumlah 5 helai dan menyatu berbentuk bulat telur-bundar, mahkota menyatu berwarna putih dengan panjang 1,5 mm, dan biji berwarna cokelat-kuning.
Gonda tersebar hampir di seluruh negara di dunia yang memiliki iklim tropis dan subtropis, seperti Bangladesh, Bolivia, Kamboja, Kosta Rika, Ekuador, India, Indonesia, Iran, Laos, Amerika Serikat, Bolivarian, Vietnam dan Zambia, seperti dituliskan S Mani, dalam studinya pada 2011, “Sphenoclea zeylanica – The IUCN Red List of Threatened Species 2014”.
Gonda awal mulanya berasal dari kawasan Asia, penyebaran secara global berkaitan dengan penyebaran benih padi, karena benih gonda merupakan kontaminan benih padi (R Carter, 2013).
Pada 2014, Mani menambahkan, gonda hampir bisa tumbuh di semua jenis lingkungan di daerah dataran rendah, di antaranya tepi sungai, parit, rawa-rawa, irigasi dan sawah basah. Tumbuhan ini, menurut Prosperi, umumnya tumbuh baik di daerah dekat dengan pesisir pantai atau daerah yang memiliki ketinggian tempat 0 – 300 m dpl.
Gonda bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik bila ketersediaan air terpenuhi, yaitu seperti kondisi bagian pangkal batang (10 persen) terendam dan sisanya berada di atas air. Gonda memerlukan banyak air di awal pertumbuhannya.
Jenis dan tekstur tanah merupakan peran penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan gonda. Tanah alluvial dengan tekstur remah dan berpasir dapat memberikan pertumbuhan dan perkembangan yang baik terhadap tanaman gonda, karena berhubungan dengan daya tembus akar. Lapisan tanah yang berlumpur mudah ditembus akar, sehingga baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena cukup mendapatkan unsur yang diperlukan, seperti air, udara, dan unsur hara (Sunarjono, 1989).
Potensi Gonda
Hasil analisa Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak IPB, seperti dikutip dari tabloidsinartani.com, menunjukkan kandungan gonda segar yakni lemak 4,47 persen, protein 18,27 persen, karbohidrat 70 persen, dan 6,69 persen abu berdasarkan berat kering. Gonda termasuk tanaman sayuran dengan kandungan protein yang cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan kangkung dan kacang panjang, yang masing-masing 5 persen, menurut Kementerian Pertanian AS.
Menurut penyuluh pertanian I Wayan Artanaya, gonda ditanam untuk menambah pendapatan petani di samping padi di Tabanan. Kecamatan Penebel, Tabanan dan Kerambitan merupakan sentra penghasil gonda, penanaman dilakukan secara tumpang sari maupun monokultur.
Lely Cintari, AA Nanak Antarini, IA Eka Padmiari, dan IBK Widnyana Yoga dalam studi “Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Etanol Sayur Gonda (Sphenoclea zeylanica Gaertner) dan Potensinya sebagai Antioksidan”, menyebutkan gonda hasil petani Tabanan lebih kenyal, kesat dam segar dibandingkan gonda lain. Dalam studi yang dimuat dapat dibaca di poltekes-denpasar.ac.id, staf pengajar di Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains dan Teknologi Universitas Dhyana Pusa Bali itu, berkesimpulan gonda sangat potensial dikembangkan sebagai sumber pangan.
Melalui penelitian yang dilakukan pada 2013 itu para peneliti menuliskan gonda mengandung senyawa fitokimia klorofil yang berperan sebagai hipolipidemik, juga natrium, klorofilin, vitamin A, vitamin B kompleks vitamin C, vitamin E, kalsium, magnesium, fosfor, asam amino, dan karoten.
Klorofilin yang merupakan yang merupakan turunan dari klorofil menunjukkan kemampuan antioksidatif in vitro dan ex vivo. Berdasar hasil penelitian, aktivitas biologis dapat menekan kejadian aterosklerosis.
Klorofil yang dikandung tumbuhan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki bahan alami lain karena mudah diserap. Klorofil bermanfaat mengatasi beberapa penyakit seperti jantung, asma, diabetes, dan bahkan kanker. Klorofil juga meredakan kondisi peradangan seperti arthritis, jerawat, radang tenggorokan, radang pankreas, radang gusi, iritasi lambung, antioksidan, antiperadangan, dan bersifat menyembuhkan luka.
Para peneliti menggarisbawahi ekstrak daun gonda sebagai salah satu ekstrak tanaman alami perlu diperhatikan sebagai antioksidan alami, yang substansinya memberikan efek biologis sebagai antimutagen dan antikanker. Ekstrak buah dan daunnya dilaporkan sebagai antioksidan aktif.
Editor : Sotyati
Tanda-tanda Kelelahan dan Stres di Tempat Kerja
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Stres berkepanjangan sering kali didapati di tempat kerja yang menyebabka...