Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:44 WIB | Rabu, 21 September 2016

Hampir 40 Persen Remaja Pria Perokok Aktif

Ilustrasi: Seorang remaja yang tergabung dalam remaja antirokok membentangkan ikat kepala bertuliskan keren tanpa rokok pada hari bebas kendaraan bermotor, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (3/11/2014). (Foto: http://indonesiabebasrokok.org)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Hampir sebanyak 40 persen perokok aktif di Indonesia berasal dari kalangan remaja laki-laki,” kata Dosen Marketing The Business School Edinburg Napier University, London, Nathalia C Tjandra, di Yogyakarta, Rabu (21/9).

"Meski konsumsi rokok secara jelas berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, konsumsi rokok Indonesia terus naik, bahkan 36,3 persen. Tidak hanya itu 73,3 persen pria di atas 15 tahun pun rentan terhadap rokok," katanya.

Karena itu, ia meminta pemerintah untuk serius melakukan pengendalian tembakau untuk membatasi konsumsi rokok di masyarakat khususnya remaja dan pemuda, sebab jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Ia mengatakan, hingga saat ini pemerintah kesulitan mengendalikan konsumsi rokok, dengan berbagai tantangan yang ada.

Hal itu, katanya, berbeda dengan sejumlah negara maju yang telah berhasil mengendalikan rokok secara efektif, Indonesia masih saja kesulitan mengontrol distribusi rokok di dalam negeri.

Dia mencontohkan Australia, yang telah berhasil menjalankan kebijakan kemasan rokok polos dalam pengendalian dampak konsumsi rokok. "Pemerintah Australia berhasil memaksa produsen rokok untuk menghilangkan seluruh bagian penting produk rokok seperti merek dagang, warna kemasan rokok, dan lainnya yang menjadi identitas sebuah produk rokok. Sementara, pemerintah Indonesia belum mampu menjalankan kebijakan serupa," kata dia.

Bahkan, katanya, sampai saat ini Indonesia pun belum menandatangani dan meratifikasi konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau (FCTC). Indonesia merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia yang belum tergabung dalam keanggotaan FCTC.

Hal itu terjadi, kata dia, karena kenyataannya industri rokok masih menjadi salah satu industri penghasil pendapatan terbesar negara. Di samping itu, industri rorok juga mampu menyerap jutaan tenaga kerja dalam rantai proses produksinya hingga pemasarannya.

"Tembakau belum bisa dipangkas selama belum ada industri alternatif. Bahkan pemerintah semakin kesulitan membatasi penggunaan rokok di masyarakat, karena kuatnya upaya pemasaran, promosi, sponsorship dan lainnya yang dilakukan oleh perusahaan rokok," kata dia.

Selain itu, kata dia, rokok digambarkan sebagai barang yang menarik untuk mencitrakan sosok yang maskulin, penuh petualangan, kebersamaan, dan hal-hal menarik lainnya. Sementara efek samping konsumsi rokok tidak disampaikan secara jelas.

"Akibatnya, pandangan masyarakat ke perusahaan rokok masih bersifat positif, bukan sesuatu yang membahayakan kesehatan dan generasi muda. Di sinilah letak ketidakseriusan pemerintah untuk membatasi dan menghentikan penggunaan rokok di masyarakat. Pemerintah mengalami dilematis ekonomi," kata dia. (Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home