Loading...
HAM
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 13:02 WIB | Senin, 28 November 2016

Hapus Praktik Perkawinan Anak Cegah Kekerasan

Ilustrasi. Hentikan kekerasan pada perempuan dan anak. (Foto: lampost.co)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan, Kalyanamitra, bekerja sama dengan Oxfam di Indonesia mengkampanyekan upaya mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak serta mencegah perkawinan anak sebagai strategi penting untuk menciptakan dunia yang adil tanpa kemiskinan.

Oxfam adalah organisasi nirlaba dari Inggris yang berfokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi, bekerja sama dengan mitra lainnya untuk mengurangi penderitaan di seluruh dunia. Organisasi ini terdiri dari 15 organisasi dari 98 negara di dunia. Didirikan pada tahun 1942 di Oxford, Oxfam berdedikasi untuk memerangi kemiskinan dan ketidakadilan di seluruh dunia.

Kampanye yang dilakukan Oxfam di Indonesia dan Kalyanamitra dalam menghapuskan praktik perkawinan anak di Indonesia secara khusus akan menyasar pada perubahan norma sosial yang melanggengkan praktik-praktik perkawinan anak dengan melibatkan anak-anak muda yang rentan menjadi korban pernikahan anak.

Rangkaian kegiatan kampanye Oxfam di Indonesia dan Kalyanamitra meliputi pendidikan untuk kelompok anak-anak muda mengenai KTPA, hak-hak anak dan hak kesehatan reproduksi untuk anak-anak di sekolah, lomba membuat meme/poster terkait pernikahan anak, serta Youth Forum: Menolak Perkawinan Anak.

“Praktik perkawinan anak adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Akibat yang ditimbulkan dari perkawinan anak adalah mematikan cita-cita anak karena anak pada usia belia harus mengurus kehidupan keluarga,” kata Ketua Kalyanamitra, Listyowati, hari Senin (28/11).

Oxfam di Indonesia dan Kalyanamitra menyatakan bahwa praktik perkawinan anak adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak serta melanggar hak perempuan dan hak anak. Selain itu, menikah dibawah usia 18 tahun menghancurkan ketahanan keluarga dan mengatasi perkawinan anak merupakan bagian dari implementasi sustainable development goals yaitu goals kelima tentang kesetaraan gender.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih merupakan masalah besar di Indonesia. Menurut Laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dilaporkan terjadi 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2015 secara nasional, dan setiap satu menit terjadi kekerasan terhadap lima perempuan. Sedangkan menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 35 persen perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya.

Salah satu bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KTPA) yang terjadi di Indonesia adalah perkawinan anak. Menurut data Badan PBB untuk Anak (UNICEF) sekitar 17 persen perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Saat ini Indonesia berada di urutan 37 dari 73 negara pada kasus kawin pertama dalam usia muda serta menempati peringkat tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.

Data tersebut menunjukkan bahwa rentannya kehidupan perempuan saat ini, karena kekerasan itu bisa terjadi dimana saja dan siapapun bisa menjadi korban dan siapapun bisa menjadi pelaku.

Berbagai alasan praktik perkawinan anak tetap terjadi karena kepercayaan dan budaya yang menyatakan bahwa perempuan sudah layak menikah ketika sudah mengalami menstruasi, kedua alasan ekonomi yang menempatkan perempuan sebagai beban tambahan bagi keluarga, sehingga dengan dikawinkan maka akan mengurangi beban ekonomi keluarga, dan ketiga kerangka hukum yang menyatakan bahwa perempuan dapat menikah secara legal di bawah usia 16 tahun. (PR)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home