Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:51 WIB | Jumat, 24 April 2015

Hari Buku Sedunia, Perpustakaan Kemdikbud Gelar Acara Baca Cerita

Ilustrasi: orang tua dan guru yang membacakan cerita kepada anak-anak dapat menjadi contoh bagi anaknya. (Foto: galleryhip.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menyelenggarakan kegiatan “Pencanangan Gerakan 10 Menit Membacakan Cerita (Read Aloud) untuk Anak” pada Mei 2015, dalam kaitan dengan World Book Day atau Hari Buku Sedunia, acara tahunan yang dirayakan setiap 23 April. 

Acara itu mulai dianjurkan oleh UNESCO pada 23 April 1995. Pada Hari Buku Sedunia, berbagai negara menyelenggarakan aktivitas untuk membuka mata masyarakat mengenai dunia membaca, dunia penerbitan buku, hingga hak cipta. Hari Buku Sedunia juga menjadi momentum untuk mengajak masyarakat lebih mengenali karya-karya atau bahan bacaan yang menarik.

Berdasarkan data UNESCO tahun 2012, indeks minat baca Indonesia baru mencapai 0,0001. Artinya, dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu yang mempunyai minat baca.

Sementara dari data survei Badan Pusat Statisitik (BPS) pada 2012, didapatkan bahwa sumber informasi penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas diperoleh dari televisi (91,68 persen), dan hanya sekitar 17,66 persen yang menyukai membaca surat kabar, buku, atau majalah.

Data Bank Dunia pun menunjukkan minat baca anak Indonesia termasuk rendah, yaitu sekitar 51,7 persen, lebih rendah dari Filipina 52,6 persen, Thailand 65,1 persen, Singapura 74 persen, dan Jepang 82,3 persen, padahal membacakan buku untuk anak memiliki dampak luar biasa pada perkembangan anak.

Dalam kegiatan “Pencanangan Gerakan 10 Menit Membacakan Cerita (Read Aloud) untuk Anak”, direncanakan Mendikbud Anies Baswedan membacakan buku cerita di depan anak-anak usia dini.

Selain itu, para guru dan orang tua juga dapat mengikuti workshop Read Aloud untuk bekal membacakan buku cerita bagi anak-anak.

Read Aloud, Metode Membacakan Buku untuk Anak

Read Aloud adalah metode mengajarkan membaca yang paling efektif untuk anak-anak, karena dengan metode ini kita bisa mengkondisikan otak anak untuk mengasosiasikan membaca sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan. Orang tua dan guru yang membacakan cerita kepada anak-anak dapat menjadi contoh bagi anaknya (reading role model).

Metode ini, diperkenalkan oleh Jim Trelese dalam bukunya The Read Aloud Handbook. Read Aloud adalah, metode mengajarkan membaca yang paling  efektif untuk anak-anak. Dengan metode itu kita bisa mengkondisikan otak anak untuk mengasosiasikan membaca sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan, juga menciptakan pengetahuan yang menjadi dasar bagi si anak, membangun koleksi kata/kosakata (vocabulary), dan memberikan cara membaca yang baik (reading role model).

Saat usia emas (golden age), yaitu 0-5 tahun, anak akan dapat menyerap dengan sangat cepat. Dengan potensi yang sedemikian hebat itu, maka mengenalkan anak untuk membaca di usia dini tentu tidak menjadi masalah, asalkan caranya tidak membuat anak stres bahkan terbebani harus bisa membaca. Yang dilakukan bukan membuat anak bisa membaca, tapi membuat anak suka membaca.

Read Aloud dapat dimulai sejak dini, bahkan sejak semester ke-3 kehamilan. Karena itu  semakin dini buku diperkenalkan, hasilnya akan semakin optimal dalam upaya menumbuhkan kecintaan anak pada buku dengan bonus anak akan bisa membaca dengan sendirinya.

Read Aloud juga dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Bisa di rumah, saat hendak tidur, sepanjang perjalanan berkendara, menunggu pesawat atau kereta api, atau saat menunggu antrean dokter. Yang perlu diperhatikan adalah frekuensi dan konsistensi melakukan Read Aloud. Rutinitas adalah kunci utama keberhasilannya.

Manfaat Read Aloud antara lain dapat membangun keterampilan literasi melalui pengenalan bunyi, intonasi, kemampuan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Read Aloud juga membantu anak menambah kosa kata, terutama kosa kata bahasa buku yang dipergunakan untuk membaca.

Kedekatan orang tua dengan anak juga bisa dicapai, karena anak terbiasa dengan suara orang tua dan terdapat ‘skin to skin contact’ ketika membacakan cerita, serta terdapat juga kedekatan dengan buku. Orang tua yang membacakan cerita kepada anak juga langsung menjadi contoh membaca bagi anaknya (reading role model). (kemdiknas.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home