Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:48 WIB | Selasa, 26 April 2016

Hasil Survei Uji Coba Kebijakan Kantong Plastik Berbayar

Ilustrasi (Foto: ylki.org)

SATUHARAPAN.COM – Isu climate change & konsumsi yang berkelanjutan dalam satu dekade ini menjadi sangat penting bagi kehidupan manusia. Dimana Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sangat fokus terhadap bagaimana konsumen dapat bijak dalam berkonsumsi dan berkontribusi terhadap kecintaan bumi.

Pengurangan sampah plastik merupakan suatu bentuk konkret yang dapat dilakukan konsumen sebagai respons terhadap kondisi perubahan iklim dan konsumsi yang berkelanjutan. Sungguh ironis bila melihat data sekitar 9,8 miliar kantong plastik terkonsumsi per tahunnya di Indonesia, dan kita menjadi negara dengan peringkat kedua setelah Tiongkok yang menyumbang sampah plastik di dunia.

Riset yang dilakukan Greeneration Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri menunjukkan, ada sekitar 32.000 toko anggota Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO), yang berpotensi mengedarkan kantong plastik sebanyak 9,6 juta lembar perhari atau 11,68 juta lembar perhari. Indonesia sudah tertinggal jauh dari negara-negara lain yang sudah lebih cepat merespons secara konkret isu persampahan plastik.

Sejalan dengan visi green consumer yang diusung oleh YLKI, pemerintah meluncurkan uji coba kebijakan kantong plastik berbayar lewat surat edaran nomor S. 1230/PSLB3-PS/2016, yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun KLHK.

Ditetapkan minimal Rp200 per lembar kantong plastik, sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN), mekanisme penjualan biasa, dan dana hasil penjualan dikelola oleh ritel sebagai CSR. Kebijakan ini merupakan upaya disinsentif bagi konsumen, agar dapat mengubah perilakunya dalam berkonsumsi menjadi ramah lingkungan dengan tidak menggunakan kantong plastik.

Oleh karena itu, YLKI membuat sebuah survei untuk menilai efektivitas kebijakan kantong plastik berbayar pada ritel modern, dari kacamata konsumen. Survei dengan metode investigasi ini bertujuan, untuk melihat bagaimana plastik penerapan kebijakan ini di lapangan dan bagaimana penilaian konsumen terhadap hadirnya kebijakan baru ini, seperti yang dilansir dari situs ylki.org.

Dari hasil survei yang dilaksanakan pada bulan Maret 2016, di 25 gerai dari 15 nama ritel terkemuka di wilayah DKI Jakarta didapatkan bahwa:

-Seluruh ritel yang disurvei sudah menerapkan uji coba kebijakan kantong plastik berbayar dengan harga Rp. 200/kantong plastik

-Dari jumlah kasir yang ada pada tiap gerai tidak semua kasir dioperasikan

-Belum semua ritel menyediakan kantong belanja alternatif (jika pun ada harga masih cukup mahal, berkisar Rp. 4.900 – Rp. 69.900), dan alternatif kardus bekas juga belum tersedia di sebagian ritel

-Dari pengamatan jumlah transaksi selama 10 menit pada kasir, didapatkan bahwa transaksi tertinggi selama 10 menit adalah 21 transaksi, dengan 10 konsumen di antaranya masih menggunakan kantong plastik

-Masih ada 12 persen ritel yang tidak mencantumkan papan informasi uji coba kebijakan plastik berbayar pada kasir dan di dalam gerainya, dan beberapa yang sudah mencantumkan pun masih ada yang peletakannya tidak terlihat oleh konsumen

-Sebanyak 52 persen kasir yang diwawancarai mengaku sudah ditraining untuk sosialisasi pada konsumen, tetapi kenyataan di lapangan sebanyak 88 persen kasir tidak memberikan penjelasan tambahan, tentang kebijakan dan SOP yang berlaku belum seragam, karena masih ada kasir yang tidak menanyakan pada konsumen mau pakai kantong plastik atau tidak.

Sementara, sudah ada penurunan jumlah konsumsi kantong plastik pada konsumen, dengan rata-rata penggunaan kantong plastik per konsumen per transaksi adalah < 3 kantong. Sasaran utama sebanyak 56 persen konsumen untuk menyatakan keluhan adalah pada kasir. Keluhan utama konsumen saat diwawancarai adalah, karena merasa tidak jelasnya pengelolaan dana hasil penjualan kantong plastik (33,7 persen). Masih ada 34 persen konsumen yang belum mengetahui tujuan dari kebijakan ini. Namun, sebanyak 26,1 persen konsumen memiliki persepsi bahwa kebijakan ini hadir untuk pengurangan sampah dan menjaga lingkungan. Saran utama dari konsumen (35,3 persen) adalah untuk meniadakan kantong plastik.

Berdasarkan hasil survei di atas, YLKI merekomendasikan beberapa catatan kepada pemerintah, pelaku usaha (ritel modern) dan konsumen, sebagai berikut:

-Mengacu pada UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pemerintah selaku regulator dan pelaku usaha wajib memberikan sosialisasi dan informasi yang jelas pada konsumen, terkait mekanisme kebijakan dan transparansi dana, yang telah dikeluarkan konsumen untuk kantong plastik berbayar.

-Ritel seharusnya memasang media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)  di gerainya di lokasi yang strategis supaya terlihat oleh konsumen, melakukan training pada kasir, dan menyediakan alternatif kantong belanja non plastik, dengan harga murah bagi konsumen, serta melakukan tanggung jawab pengelolaan sampah (Extended Producer Responsibility / EPR), dengan menarik kembali sampah kantong plastik yang berasal dari gerainya.

-Ritel dan pemerintah beralih untuk menerapkan kebijakan dalam taraf ekstrim, yaitu tidak lagi menyediakan kantong plastik untuk mengurangi potensi sampah kantong plastik secara signifikan. Hal ini bisa dilakukan dengan memberlakukan uji coba dan masa transisi waktu, dengan mekanisme seperti car free day yang dimulai 1x per minggu ke gerai ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO)

-Konsumen, diimbau untuk melakukan perencanaan sebelum berbelanja dan selalu membawa kantong belanja sendiri dari rumah. Melakukan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle), dan bijak dalam menggunakan kantong plastik.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home