Hendardi: Jaksa Agung Malas Bereskan Kasus Pelanggaran HAM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gagasan rekonsiliasi untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada masa lalu dinilai sebagai pemikiran seorang pemalas. Gagasan itu disebut tidak sesuai dengan definisi sesungguhnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Ini Jaksa Agung-nya (Muhammad Prasetyo) malas. Gagasan ini ngawur,” kata Hendardi, Ketua SETARA Institute saat ditemui satuharapan.com di kantornya di Kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, hari Kamis (3/3).
Menurutnya, dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, rekonsiliasi tidak dapat dilakukan tanpa pengungkapan fakta. Dia menjelaskan, seluruh fakta, bukti, dan saksi, yang berkaitan dalam sebuah kasus harus diungkapkan lebih dahulu, baru ditentukan kasus tersebut dapat dilanjutkan ke tingkat pengadilan atau rekonsiliasi.
“Tidak bisa rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran,” kata Hendardi.
Gagasan rekonsiliasi kasus pelanggaran HAM berat masa lalu muncul dalam rapat terbatas soal keamanan dan HAM di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, hari Selasa (5/1) silam,. Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, usai ikut dalam rapat terbatas itu mengatakan Pemerintah tidak ingin penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terus berlarut-larut.
Katanya, Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk melakukan pendekatan nonyudisial terhadap penyelesaian enam kasus pelanggaran HAM besar di Indonesia.
"Nonyudisial pendekatannya, kita lagi mencari kalimat yang pas untuk itu, apakah mungkin ‘menyesalkan’ atau bagaimana, tapi saya kira dalam waktu dua-tiga bulan ke depan kita akan selesaikan, tak mau berlama-lama lagi, enam pelanggaran HAM itu karena sudah terlalu lama ditunda,” ucap Luhut saat itu.
Menurut Luhut, arah rekonsiliasi diambil karena Kejaksaan Agung sudah tidak memiliki alat-alat bukti dan fakta yang mampu menyeret penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di pengadilan.”Itu bagian gelap dari sejarah kita dan itu juga bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di banyak negara, bisa juga terjadi,” kata Luhut.
Ada enam kasus pelanggaran HAM masa lalu yang hendak dituntaskan oleh komite yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo itu, yakni peristiwa 1965, Talangsari, Semanggi I, Semanggi II, penghilangan paksa aktivis, dan Wasior Papua.
Editor : Bayu Probo
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...