Hidup Sejati Dinapasi Hikmat Tuhan
”Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada.” (Kolose 4:5)
SATUHARAPAN.COM - Hidup sejati yaitu hidup yang diberkati Tuhan memiliki syarat tertentu. Bukan hidup asal mengalir, asal bernafas. Asal ada, asal presen, asal hadir. Hidup itu sebuah privilege dari Tuhan, sebab itu hidup itu mesti berkualitas.
Hidup yang kita hidupi amat kaya dengan dimensi, ruang, dan perspektif. Hidup tidak bisa ditangkap hanya dalam satu perspektif, sebuah angle. Hidup yang utuh dan penuh, yang holistik dan komprehensif, mesti di-shoot dalam multi angle.
Dengan menyadari begitu luasnya samudra kehidupan dan majemuknya dimensi kehidupan maka durasi kehidupan (yang mencapai usia efektif rata-rata 90-an) bisa dikatakan amat pendek. Oleh karena itu, durasi yang tersedia mesti didayagunakan secara optimal.
Hikmat (wisdom), yang biasa dikaitkan dengan Salomo, adalah pengetahuan yang dalam mengenai orang, barang, kejadian, atau situasi yang menghasilkan kemampuan untuk menerapkan penilaian sesuai dengan pengertian tersebut.
Masyarakat Yunani kuno menganggap bahwa hikmat adalah suatu kebajikan yang penting. Itulah sebabnya, banyak wisdom yang lahir dari negeri tersebut, selain juga filsafat.
Ada beberapa kata kunci dari Surat Kolose ini yang perlu diperhatikan yaitu ”hikmat”, ”orang-orang luar”, dan ”waktu yang ada”. Paulus mengingatkan dengan cerdas dan bernas kepada Jemaat Kolose agar mereka sadar dan siuman terhadap konteks yang dihadapinya. Ia meminta agar umat memberlakukan cara hidup yang bijaksana.
Sikap, perkataan, dan perbuatan umat janganlah menjadi batu sandungan yang merugikan umat secara pribadi dan berdampak buruk bagi kehadiran kekristenan di tengah komunitas non-Kristen. Warga Jemaat Kolose hidup di tengah ”orang-orang luar”, orang yang belum mengenal Kristus, orang yang memang berbeda iman.
Hidup di tengah-tengah orang luar tentu membutuhkan seni tersendiri. Tidak bisa kita semaunya, seenak sendiri. Berkata-kata, menggunakan diksi harus dengan hati-hati, mencari kata yang tepat yang tidak membuka peluang multitafsir atau berpotensi ”menista agama”. Soal makanan juga harus amat hati-hati, demikian juga soal melakukan ibadah.
Di wilayah tertentu Jawa Barat misalnya tahun 1960-an, warga jemaat Kristen tidak bisa melakukan kebaktian di rumah karena tetangga di sekitarnya tidak suka mendengar orang menyanyikan lagu Gereja. Di wilayah-wilayah terpencil, pada tahun 1970-an, Gereja Kristen Pasundan tidak selalu memasang papan nama Gereja jika tidak dianggap amat penting.
Semua itu dilihat dalam frame hidup penuh hikmat terhadap orang luar dan tidak sama sekali dalam konteks menutupi atau menyelubungi kekristenan. Hidup penuh hikmat terhadap orang luar memerlukan penjabaran teknis sesuai dengan konteks tertentu. Tidak ada rumus yang umum dan baku yang bisa diberlakukan di semua wilayah.
Menarik, melihat apa yang ditegaskan Paulus, bahwa umat mesti menggunakan waktu yang ada. Artinya, jangan sia-siakan waktu, gunakan secara efektif sehingga terwujud sesuatu yang optimal.
Seperti kita pahami bersama, jemaat-jemaat Kristen abad pertama amat merindukan kedatangan Yesus yang kedua kali agar mereka bisa keluar dari dunia yang penuh derita dan mengecap dunia baru yang penuh damai sejahtera.
Sebuah eskatologi presentis saat itu memang menjadi harapan dari Jemaat Kristen, mengingat hambatan dan penyiksaan terhadap umat Kristen terjadi terus-menerus dan berulang kali yang acap berujung maut. Maka banyak martir, para syuhada, mereka yang mati syahid karena agama di abad-abad yang silam.
Bacaan ini penting untuk kita simak ulang di tengah berbagai kegaduhan yang mewarnai kehidupan kita membangsa dan menegara. Hikmat, sikap terhadap orang luar, dan kesadaran tentang waktu adalah hal-hal pokok yang mestinya menjadi perhatian utama kita di hari-hari ke depan.
Kita kini sebagai bangsa sedang di dera andemi dengan virus varian baru dengan tingkat kedahsyatan yang amat luar biasa dan denomiasi virus yang terus berubah.
Korban makin banyak berjatuhan, Rumah Sakit dan TPU kembali sibuk, nakes banyak yang terpapar. Realitas ini membuat banyak orang dicekam pesimisme, stres bahkan cemas dan waswas.
Bacaan Alkitab saat ini mengingatkan kita untuk memohon hikmat Tuhan, sadar akan waktu. Kita tak boleh takut menghadapi realitas apapun.
Kesulitan ekonomi, iklim politik yang makin hangat menuju tahun 2024, korupsi tiada henti, DPO bernama HM belum juga tertangkap, NII dan pikiran khilafah makin berkibar, pemerintah terkesan tidak tegas menindak kelompok yang jelas-jelas melawan dan ingin mengganti Pancasila.
Gereja mesti solid jangan tercabik karena politik atau denominasi. Gereja harus tetap lantang menyuarakan suara profetisnya ditengah NKRI, jangan hanya tinggal di zona nyaman.
Selamat Merayakan Hari Minggu.God Bless! God Bless NKRI!
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...