Hikmat Tuhan Penuntun Kehidupan
”Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada.” (Kolose 4:5)
SATUHARAPAN.COM - Hidup yang kita hidupi amat kaya dengan dimensi, ruang, dan perspektif. Hidup tidak bisa ditangkap hanya dalam satu perspektif, sebuah angle.
Hidup yang utuh dan penuh, yang holistik dan komprehensif, mesti di-shoot dalam multiangle. Dengan menyadari begitu luasnya samudra kehidupan dan majemuknya dimensi kehidupan maka durasi kehidupan (yang mencapai usia efektif rata-rata 80-an) bisa dikatakan amat pendek. Oleh karena itu, durasi yang tersedia mesti didayagunakan secara optimal.
Hikmat (wisdom), yang biasa dikaitkan dengan Salomo, adalah pengetahuan yang dalam mengenai orang, barang, kejadian, atau situasi yang menghasilkan kemampuan untuk menerapkan penilaian sesuai dengan pengertian tersebut. Masyarakat Yunani kuno menganggap bahwa hikmat adalah suatu kebajikan yang penting. Itulah sebabnya, banyak wisdom yang lahir dari negeri tersebut, selain juga filsafat.
Ada beberapa kata kunci dari Surat Kolose ini yang perlu diperhatikan yaitu ”hikmat”, ”orang-orang luar”, dan ”waktu yang ada”. Paulus mengingatkan dengan cerdas kepada Jemaat Kolose agar mereka sadar dan siuman terhadap konteks yang dihadapinya. Ia meminta agar umat memberlakukan cara hidup yang bijaksana. Sikap, perkataan, dan perbuatan umat janganlah menjadi batu sandungan yang merugikan umat secara pribadi dan berdampak buruk bagi kehadiran kekristenan di tengah komunitas non-Kristen, seperti Warga Jemaat Kolose hidup di tengah ”orang-orang luar”, orang yang belum mengenal Kristus, orang yang memang berbeda iman.
Hidup di tengah-tengah orang luar tentu membutuhkan seni tersendiri. Tidak bisa kita semaunya, seenak sendiri. Berkata-kata harus dengan hati-hati, mencari kata yang tepat yang tidak membuka peluang multitafsir atau berpotensi ”menista agama”. Soal makanan juga harus amat hati-hati, demikian juga soal melakukan ibadah.
Di sebuah daerah di Jabar Selatan, tahun 1960-an, warga jemaat Kristen tidak bisa melakukan kebaktian di rumah karena tetangga di sekitarnya tidak suka mendengar orang menyanyikan lagu Gereja, dan di wilayah-wilayah terpencil, pada tahun 1970-an, Gereja Kristen Pasundan tidak selalu memasang papan nama Gereja jika tidak dianggap amat penting. Kesemua itu dilihat dalam frame hidup penuh hikmat terhadap orang luar dan tidak sama sekali dalam konteks menutupi atau menyelubungi kekristenan.
Baru-baru ini kita semua warga NKRI dikejutkan dengan pernyataan bahwa di dua wilayah di Jawa Barat, gedung Gereja tidak boleh dibangun. Sikap kerdil dan diskriminatif seperti ini ternyata masih ada di era digital. Gereja tidak boleh menyerah terhadap realitas ini, warga Gereja diluar wilayah itu takbisa hidup di zona nyaman dan abai terhadap kondisi seperti itu.
Gereja dengan hikmat Tuhan harus terus berjuang agar diseluruh wilayah hukum NKRI semua agama bisa hidup dan berkembang. Hidup penuh hikmat terhadap orang luar memerlukan penjabaran teknis sesuai dengan konteks tertentu. Tidak ada rumus yang umum dan baku yang bisa diberlakukan di semua wilayah.
Menarik, melihat apa yang ditegaskan Paulus, bahwa umat mesti menggunakan waktu yang ada. Artinya, jangan sia-siakan waktu, gunakan secara efektif sehingga terwujud sesuatu yang optimal. Seperti kita pahami bersama, jemaat-jemaat Kristen abad pertama amat merindukan kedatangan Yesus yang kedua kali agar mereka bisa keluar dari dunia yang penuh derita dan mengecap dunia baru yang penuh damai sejahtera. Sebuah eskatologi presentis saat itu memang menjadi harapan dari Jemaat Kristen, mengingat hambatan dan penyiksaan terhadap umat Kristen terjadi terus-menerus.
Bacaan ini penting untuk kita simak ulang di tengah berbagai kegaduhan yang mewarnai kehidupan kita membangsa dan menegara. Hikmat, sikap terhadap orang luar, dan kesadaran tentang waktu adalah hal-hal pokok yang mestinya menjadi perhatian utama kita di hari-hari ke depan.
Kita kini sebagai bangsa sedang menghadapi pandemi dengan tingkat kedahsyatan yang amat luar biasa dan varian virus yang terus bertambah. Korban tetap saja ada, nakes banyak yang terpapar. Realitas ini membuat orang dicekam pesimisme, stres bahkan cemas dan waswas.
Bacaan Alkitab saat ini mengingatkan kita untuk memohon hikmat Tuhan, sadar akan waktu. Roh Kebangkitan Kristus membuat kita berani dan tidak menyerah.
Idiom-idiom yang mereduksi nilai kebangsaan misalnya mayoritas-minoritas harus ditinggalkan. Istilah-istilah agama harus digunakan sesuai dengan pemahaman agama terdebut, misalnya Yesus Kristus bukan Isa Almasih, Kristen bukan Nasrani dan sebagainya.
Mari hidup berhikmat ditengah dunia yang minus hikmat. Selamat Merayakan Hari Minggu. God Bless!
BI Klarifikasi Uang Rp10.000 Emisi 2005 Masih Berlaku untuk ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) mengatakan, uang pecahan Rp10 ribu tahun emisi 2005 m...