Hizbullah: Salahkan Sanksi Amerika Serikat Terkait Krisis Ekonomi Lebanon
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM- Lebanon menghadapi situasi ekonomi yang mengerikan dengan pengangguran yang meningkat dengan cepat, bisnis dipaksa untuk tutup dan sedikit investasi asing.
Hal itu diperparah dengan hubungannya dengan dunia Arab dan Barat telah memburuk sejak Hizbullah secara terbuka bergabung dengan perang di Suriah dan penolakan pemerintah Lebanon untuk menunjuk Hizbullah sebagai organisasi teroris.
Sekjen Hizbullah, Hassa Nasrallah, menyalahkan situasi Lebanon itu pada Amerika Serikat karena tidak mengizinkan dolar AS dipompa ke pasar Lebanon. Dia mengklaim bahwa inilah sebabnya sekarang ada kekurangan greenback di negara itu.
"Mereka mengklaim bahwa dolar AS ini akan diambil Hizbullah dan dikirim ke Suriah dan Iran," kata Nasrallah, dalam pidato televisi hari Selasa (16/6), dikutip Al Arabiya.
Dia menuduh bahwa Undang-undang Perlindungan Sipil Caesar Suriah yang akan datang oleh Washington bertujuan untuk membuat rakyat Suriah dan Lebanon kelaparan.
The Caesar Act, yang mulai berlaku hari Rabu, memberikan sanksi pada rezim Suriah, Bashar Al-Assad serta siapa saja yang bekerja sama dengannya.
Nasrallah menyerukan agar Lebanon melepaskan diri dari kekuasaan Amerika. Dia mengatakan bahwa Beijing siap untuk menginvestasikan uang ke Lebanon.
Pemimpin Hizbullah, yang gerakannya dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh Amerika Serikat, mengklaim bahwa China siap untuk membangun sistem kereta api dari kota terbesar kedua di Lebanon, Tripoli, sampai ke kota perbatasan selatan Naqqoura.
Selain itu, menurut Nasrallah, China siap membangun pembangkit listrik yang dibutuhkan untuk sektor listrik Lebanon yang bobrok, yang menelan biaya negara sekitar US $ 2 miliar per tahun.
Editor : Sabar Subekti
BI Klarifikasi Uang Rp10.000 Emisi 2005 Masih Berlaku untuk ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) mengatakan, uang pecahan Rp10 ribu tahun emisi 2005 m...