Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 12:53 WIB | Rabu, 04 September 2019

Ibu Kota Pindah, Kepadatan Populasi di Jawa Harus Ada Solusi

Pengamat ekonomi Anthony Budiawan saat diwawancarai ANTARA di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta pada Selasa (3/9/2019). (Foto: ANTARA/Aji Cakti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat ekonomi, Anthony Budiawan, menilai beban kepadatan penduduk di Pulau Jawa tetap harus dicarikan solusinya kendati pemerintah merencanakan untuk memindahkan ibu kota negara dari Pulau Jawa ke Kalimantan Timur.

"Pulau Jawa merupakan salah satu wilayah dengan populasi terbesar per kilometer. Dengan memindahkan ibu kota pun kondisi populasi penduduk Pulau Jawa  tetap akan padat.  Jadi ini harus dicarikan solusi juga," ujar Anthony Budiawan kepada ANTARA di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta pada Selasa (3/9).

Dia menjelaskan bahwa ada atau tidak ada ibu kota baru negara, masalah kepadatan penduduk di Pulau Jawa harus ada solusinya.Dengan demikian hal ini tidak bisa dijadikan alasan kemudian harus pindah ibu kota.

"Pemindahan ibu kota baru negara sebetulnya sah-sah saja, tetapi harus dilakukan secara benar dan manfaatnya harus bisa dinikmati oleh rakyat secara keseluruhan serta jangan sampai membebani rakyat," katanya usai menghadiri seminar pemindahan ibu kota negara.

Hati-hati Melakukan Perubahan Fundamental

Pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus hati-hati kalau mau melakukan perubahan hal yang fundamental seperti lokasi Ibu Kota Negara.

"Jika Jokowi berhasil mencabut hal fundamental, hal fundamental lainnya pelan-pelan akan ikut berubah," ujar Irman di Jakarta, Selasa.

Itu karena dengan Presiden mengubah letak Ibu Kota, maka ia sudah memberi inspirasi bagi partai politik untuk mengubah nilai-nilai fundamental lainnya.

Sekilas memang dalam lima sampai enam tahun terakhir, dimensi ibu kota itu bayangannya gedung-gedung padat, penuh polusi, sistem pengairan dan gorong-gorongnya yang buruk. Tapi tidak seperti ibu kota dalam perspektif konstitusional.

Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, ada hal yang fundamental yang meski tidak diatur dalam UUD 1945, tapi Presiden dengan persetujuan DPR tetap tidak bisa mengubahnya.

"Bentuknya bisa berubah secara teknokratik. Namun isi fundamentalnya tidak bisa berubah," kata Irman.

Di dalam UUD 1945, Ibu Kota adalah tempatnya seluruh rakyat Indonesia bersidang untuk mengambil keputusan tertinggi. Makanya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bersidang di Ibu Kota negara.

Lalu Ibu Kota adalah tempat diawasinya semua uang-uang negara yang dipakai oleh institusi negara. Oleh karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berkantor di Jakarta.

Secara teknokratik ibu kota bisa dipindahkan setiap lima tahun di mana saja. Namun karakter ibu kota yang ditemukan dalam sejarah konstitusi di tahun 1964 dengan keluarnya UU tentang Jakarta Raya sebagai Daerah Khusus Ibu kota tidak akan pernah berubah.

Saat itu terjadi kebingungan mengenai lokasi ibu kota. Bung Karno mengatakan kita tidak usah bingung dengan Ibu Kota. Sebab Jakarta tempat kita menjahit bendera merah putih. Karena Jakarta tempat kita memplokamasikan kemerdekaan. Karena Jakarta tempat kita menyebarkan ideologi Pancasila ke seluruh penjuru dunia.

"Itulah defenisi Ibu Kota yang sampai sekarang masih dipakai," kata Irman.

Kalau Ibu Kota ini dipindahkan, harus ada fakta baru yang menunjukkan bahwa bukan Jakarta tempat proklamasi 17 Agustus 1945. Bukan Jakarta sebagai pusat aktivitas, revolusi dan sebagainya. Sehingga ibu kota tidak usah di Jakarta lagi.

"Jika belum ada fakta baru maka selamanya Jakarta menjadi Ibu Kota meski dipindahkan," ujar Irman.

Beban Terlalu Berat

Sebelumnya Pemerintah telah memutuskan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur sebagai kawasan ibu kota baru pemerintahan karena menilai beban di Pulau Jawa terlalu berat.

Presiden Joko Widodo menyebut bahwa beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa.

Menurut Jokowi, beban Kota Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan dan bisnis sudah sangat padat.

Pemerintah telah melakukan kajian kepada sejumlah calon kawasan ibu kota dan menilai jika ibu kota pemerintahan tetap di Pulau Jawa maka bebannya akan semakin berat.

Indonesia, ujar Presiden, membebankan pusat ekonomi dan pusat pemerintahan di Pulau Jawa sehingga kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan air sudah sangat parah.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home