Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 18:25 WIB | Rabu, 27 Januari 2016

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Peringkat

Direktur Program Transparency International (TI) Indonesia, Ilham Saenong (kiri), memaparkan hasil survei indeks persepsi korupsi (CPI) di Indonesia disaksikan Sekjen TI Indonesia, Dadang Trisasongko (kedua kiri), Direktur Analisa Perundangan Bappenas, Diani Sadyawati (tengah), Deputi II Kantor Kepresidenan RI, Yanuar Nugroho (kedua kanan), dan Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono (kanan), dalam peluncuran CPI di Jakarta, hari Rabu (27/1). Dalam hasil survei tersebut Indonesia naik 19 peringkat di urutan 88 dari 168 negara dengan skor 36 dan peringkat pertama adalah Denmark dengan skor 91. (Foto: antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Indeks Persepsi Korupsi (IPK) telah diluncurkan secara global pada hari Rabu (27/1), di Jakarta. Lembaga Transparency International (TI) mengumumkan adanya perbaikan IPK Indonesia untuk tahun 2015. Indonesia mengalami kenaikan peringkat di antara negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.

Indeks tersebut memuat skor maupun peringkat 168 negara terkait dengan korupsi di sektor publik.

IPK atau Corruption Perception Index (CPI) merupakan indikator terkemuka soal sektor korupsi publik yang memuat 12 survei dengan penilaian para ahli dan para pebisnis. IPK menggambarkan persepsi korupsi atas penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi, yang mencakup sektor publik, administrasi pemerintahan, dan politik.

"IPK adalah benchmark, apakah upaya pemberantasan korupsi pemerintah berhasil atau tidak," ujar Ketua TI Indonesia, Natalia Soebagjo.

Indonesia selama tiga tahun berturut-turut, menduduki skor 30-an, atau mendekati koruptif. Pada  tahun 2012 Indonesia pada peringkat 32, tahun 2013 pada peringkat 32, dan tahun 2014 pada peringkat 34.

Berdasarkan temuan TI, skor IPK Indonesia untuk tahun 2015 mencapai 36. Jumlah tersebut meningkat dua poin dibanding skor IPK tahun 2014 yaitu 34. Dengan kenaikan skor tersebut, peringkat korupsi Indonesia turun dari peringkat 107 ke peringkat 88, dari 168 negara.

Direktur Program TI, Ilham Saenong, mengatakan, capaian IPK Indonesia yang membaik dipengaruhi adanya akuntabilitas publik yang meningkat.

Selain itu, efektivitas pencegahan korupsi, seperti strategi antikorupsi berjalan cukup efektif. Hasil tersebut juga membuktikan KPK masih merupakan lembaga sentral yang memengaruhi indeks persepsi korupsi.

Meski demikian, menurut Ilham, capaian perbaikan IPK Indonesia diperlambat dengan masih adanya korupsi di sektor penegakan hukum dan politik.

Praktik suap di lembaga hukum dinilai masih marak terjadi.

"Tanpa kepastian hukum dan adanya penyalahgunaan wewenang politik, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan turun. Iklim usaha dan kesejahteraan warga juga akan memburuk," kata Ilham.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, seringkali mengatakan IPK menjadi indikator soal korupsi di Tanah Air, dan berkomitmen untuk meningkatkan skor tersebut. Dalam pelbagai kesempatan, dia menuturkan KPK yang baru akan mengintegrasikan upaya pencegahan dan penindakan, agar korupsi tak terulang di masa mendatang.

Terkait dengan hal itu, dia juga akan melakukan sinergi dengan Kejaksaan Agung dengan Polri dalam upaya penindakan tindak pidana korupsi. Dia mengusulkan adanya sistem laporan yang sistematis untuk penanganan kasus korupsi. (ti.or.id)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home