Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:36 WIB | Senin, 30 April 2018

Industri di Tiongkok Pantau Kegiatan Otak Pekerjanya Demi Efisiensi

Ilustrasi. Para pekerja di pabrik Foxconn di Longhua, Provinsi Guangdong, Tiongkok, 26 Mei 2010. (Foto: voaindonesia.com)

GUANGDONG, SATUHARAPAN.COM – Dilihat sepintas, kegiatan di assembly line pabrik alat-alat elektronik "Hangzhou Zhongheng" di Tiongkok tampak biasa-biasa saja. Para pekerjanya mengenakan pakaian seragam. Tetapi, yang berbeda adalah mereka mengenakan topi khusus yang memantau kegiatan otak mereka.

Menurut laporan harian South China Morning Post yang terbit di Hong Kong, data yang ditangkap oleh topi itu diteruskan ke komputer yang mencatat tiap gelombang otak yang dianggap tidak normal. Gelombang otak yang tidak normal itu menunjukkan bahwa pekerja yang bersangkutan mungkin berada dalam keadaan stres, sehingga mengganggu kecepatan dan ketepatan kerjanya.

Pengawas di pabrik itu bisa memanggil pekerja tadi dan menyuruhnya istirahat satu atau dua hari, karena gangguan mental yang diakibatkan oleh stres, bisa mengganggu kecepatan kerja dan kualitas barang-barang yang dihasilkan.

Menurut laporan South China Morning Post, walaupun teknologi ini sudah tersedia di banyak bagian dunia, Tiongkok adalah negara yang telah memanfaatkannya secara besar-besaran dalam bidang industri.

Selain menarget pekerja yang mengalami gangguan stres, pengawas di pabrik itu juga bisa memperlambat atau mempercepat gerakan ban berjalan yang membawa bagian-bagian peralatan elektronik untuk dirakit, sesuai dengan keterampilan pegawainya.

Teknologi yang sama juga digunakan di Pusat Pembangkit Listrik "Zhejiang Electric Power", yang dilaporkan telah meningkatkan keuntungan sampai 315 juta dolar (Rp4,3 triliun) sejak tahun 2014.

Pejabat yang mengawasi pekerjaan di pusat pembangkit listrik dan jaringan distribusinya, Cheng Jingzhou, mengatakan teknologi pemantauan gelombang otak itu jelas telah membawa keuntungan besar dan meningkatkan keamanan kerja.

Dengan memantau para pekerjanya yang berjumlah 40.000 orang itu, perusahaan listrik tersebut bisa menjalankan pekerjaan mereka dengan lebih efisien dan aman.

Salah satu pusat riset tentang pemanfaatan gelombang otak itu adalah 'Neuro Cap', yang dibiayai Pemerintah Tiongkok, dan terdapat di Universitas Ningbo.

Kata Jin Jian, profesor ilmu otak dan psikologi kognitif di Universitas Ningbo, seorang pekerja yang sangat emosional bisa menghambat kecepatan produksi, dan bahkan bisa membahayakan para pekerja lain.

"Ada pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi, dan pekerja yang bersangkutan tidak boleh membuat kesalahan," kata Jin Jia.

Pada mulanya, para pekerja itu curiga dan waswas ketika disuruh mengenakan topi khusus itu, “tapi setelah beberapa lama, mereka terbiasa dan kini mereka mengenakannya sepanjang hari ketika bekerja.”

Aplikasi teknologi itu juga terdapat di rumah sakit, di mana para dokter dan perawat bisa dengan cepat mengantisipasi tingkah laku pasien sebelum mereka melakukan sesuatu yang berbahaya.

Selain menggunakan topi khusus yang memantau gelombang otak, kamera khusus yang dipasang dekat pasien juga bisa menangkap ekspresi wajah dan mengukur suhu badan.

Professor Zheng Xingwu yang bekerja di Universitas Penerbangan Sipil Tiongkok mengatakan, negara itu mungkin adalah yang pertama di dunia yang menggunakan pemantauan gelombang otak pada pilot-pilot pesawat terbangnya.

Dengan mengenakan topi khusus itu sebelum take-off, petugas keselamatan di menara kontrol bisa melihat apakah pilot itu cukup sehat dan tenang, untuk menerbangkan pesawat.

Walaupun teknologi canggih itu bisa membuat bisnis menjadi lebih kompetitif dan aman, ada keprihatinan bahwa teknologi itu bisa digunakan oleh pemerintah atau pemilik bisnis, untuk “membaca” apa yang terdapat dalam otak para pekerja.

Ini mengingatkan orang akan buku terkenal karangan George Orwell berjudul 1984.

Dalam buku yang diterbitkan tahun 1949 itu, Orwell menggambarkan suatu masyarakat yang sangat dikontrol ketat oleh pemerintah, sehingga ada yang disebut “Thought Police” atau polisi yang memantau kegiatan otak tiap warga, untuk mengantisipasi tindakan atau langkah apa yang mungkin dilakukannya dalam masa depan. Penduduk pun bisa dihukum karena “thoughtcrime” atau berencana akan melakukan kejahatan, baik kriminal ataupun politik. (voaindonesia.com)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home