Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 19:54 WIB | Senin, 13 Juni 2016

Industri Minuman RI Terancam Tutup karena Kekurangan Gula

ilustrasi: Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Syahrul Mamma (kemeja putih) bersama Tim Terpadu Pengawas Barang Beredar (TPBB) melakukan peninjauan Hasil Temuan Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diduga tidak sesuai ketentuan, di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, hari Rabu (11/5). (Foto: kemendag.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Beberapa perusahaan industri makanan dan minuman di Indonesia diperkirakan akan menghentikan total produksinya karena kekurangan gula menjelang perayaan Idul Fitri (yang menandai akhir bulan Ramadan) pada tahun ini.

Ketua Asosiasi Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman, mengatakan setidaknya ada sepuluh perusahaan yang membutuhkan langsung dari pasokan gula baru untuk proses produksi mereka. Tanpa pasokan gula baru tersebut, kata dia, pabrik-pabrik akan ditutup sementara.

Menurut dia, kekurangan gula saat ini di Indonesia disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Pemerintah Indonesia menetapkan kuota impor gula mentah (produksi gula dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi permintaan domestik).

Namun, kata dia, menjelang perayaan Idul Fitri (periode ketika konsumsi pangan naik di tengah banyaknya pesta makanan) pemerintah justru memerintahkan industri untuk meningkatkan produksi gula kristal putih untuk konsumen Indonesia.

“Kekurangan gula untuk penggunaan industri menyebabkan tekanan inflasi dan mengganggu proses produksi perusahaan makanan dan minuman di Indonesia,” kata Lukman sebagaimana dikutip indonesia-investments.com, hari Senin (13/6).

Menurutnya, kapasitas gula domestik di Indonesia adalah sekitar 460.000 ton per bulan, sedangkan industri telah diperintahkan untuk memproses 300.000 ton per bulan menjadi gula kristal putih, ini artinya ada sisa hanya 160.000 ton gula mentah untuk industri makanan dan minuman nasional.

Namun, menjelang - dan selama - permintaan Idul Fitri untuk segala macam makanan dan minuman, seperti kue dan sirup, mengalami kenaikan dan karena itu periode ini dapat menjadi kesempatan yang tidak terjawab untuk industri makanan dan minuman di Indonesia.

“Biasanya, industri ini meningkatkan produksi sebesar 30 persen pada periode Ramadan dan Idul Fitri dibandingkan dengan bulan 'normal',” katanya.

Lukman mengatakan permintaan untuk produk makanan dan minuman olahan di Indonesia telah meningkat sejak Mei dan diperkirakan akan tetap kuat sampai Juli ketika permintaan diperkirakan akan berkurang setelah perayaan Idul Fitri (4-8 Juli) telah selesai.

Menurut datanya, omset di industri makanan dan minuman di Indonesia bisa mencapai hingga Rp 140 trilun selama periode Idul Fitri tahun ini, naik dari sekitar Rp 130 triliun dari omset selama Idul Fitri tahun lalu.

"Pada kuartal pertama 2016, omset di industri makanan dan minuman di Indonesia mencapai Rp 400 trilun, naik 7,55 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya," katanya.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home