Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 07:53 WIB | Senin, 15 Februari 2016

Ini Kronologi KPK Tangkap Pejabat Mahkamah Agung

Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologis penangkapan pejabat Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna (ATS), bersama Awan Lazuardi Embat (ALE), dan Ichsan Suadi (IS), dalam operasi tangkap tangan, hari Jumat (12/2) malam.

"Pada Jumat sekitar pukul 22.30 WIB, KPK mengamankan ALE, yaitu seorang pengacara dan seorang supir di parkiran hotel kawasan Gading Serpong Tangerang," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, seperti dikutip Antara, hari Sabtu (13/2).

Kemudian, menurut dia, "Setelah penangkapan ALE, dilakukan penangkapan ATS, Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus pada MA."

Tim penyidik KPK menangkap Andri di rumahnya, yang juga berlokasi di kawasan Gading Serpong Tangerang, dan ditemukan uang Rp400 juta dalam pecahan Rp100.000 dalam tas kertas (paper bag).

"Pada saat yang hampir bersamaan dilakukan penangkapan terhadap IS, seorang pengusaha di sebuah apartemen di kawasan Karet, Jakarta Selatan. Selain itu, tiga orang diamankan supir dari IS dan dua petugas pengamanan tempat domisili ATS," ujar Yuyuk.

Uang diberikan melalui perantaraan supir Ichsan kepada Awan.

"Jadi, supir IS yang memberikan ke ALE, dan dari ALE uang diberikan kepada ATS," kata Yuyuk.

Uang Rp 400 juta tersebut terkait dengan penundaan penyerahan salinan putusan MA.

"Pemberian terkait dengan permintaan penundaan salinan putusan kasasi sebuah perkara dengan terdakwa IS. Saat ditangkap juga ditemukan uang Rp 400 juta dalam paper bag, dan ada juga uang lain dalam satu koper tapi uang di dalam koper masih dalam perhitungan," kata Yuyuk.

Selain uang, KPK juga menyita mobil Honda Mobilo warna silver dan Toyota Camry silver dari penangkapan di Hotel Atria, Gading Serpong Tangerang.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Andri melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Ichsan dan Awang disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ancaman pidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Ichsan Suaidi adalah Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) berbasis di Malang. Ichsan pada 13 November 2014 oleh majelis Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek pembangunan dermaga Pelabuhan Labuhan Haji di Kabupaten Lombok Timur.

Ia dijatuhi pidana selama 1,5 tahun penjara dan uang pengganti Rp3,195 juta.

Putusan itu dikeluarkan oleh ketua hakim Sutarno dan anggota hakim Edward Samosir dan Mohammad Idris M Amin.

Perkara Ichsan yang divonis bersama-sama dengan Lalu Gafar Ismail dan M. Zuhri berlanjut ke Pengadilan Tinggi (PT) dan diperberat menjadi vonis selama 2 tahun dan denda Rp200 juta.

Ichsan masih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung namun majelis kasasi yang terdiri atas MS Lumme, Krisna Harahap, dan Artidjo Alkostar pada tanggal 9 September 2015 menolak kasasi yang diajukan dan menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun ditambah denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp 4,46 miliar subsidair setahun penjara.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home