Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 16:21 WIB | Sabtu, 04 Juni 2016

Intelektual Muda Mempertanyakan Basis Penolakan Grasi Presiden

Para Intelektual Muda pada hari Jumat (3/6) di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat meluncurkan buku dengan judul "Menolak Hukuman Mati Perspektif Intelektual Muda". (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Basis kebijakan eksekusi terpidana mati oleh  Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkembang seiring dengan dinamika kepolitikan Indonesia yang berubah dengan cepat selama lima bulan sejak Jokowi dilantik.

Hal itu dikatakan oleh Dosen Sosiologi Universitas Indonesia, Robertus Robet, saat peluncuran buku dengan judul “Menolak Hukumat Mati Perspektif Intelektual Muda” di Gedung YLBH Jalan diponegoro nomor 74, Jakarta Pusat, hari Jumat (3/6).

“Pada mulanya, dapat dipastikan bahwa kebijakan eksekusi mati ini lebih didasarkan atas keinginan untuk memenangkan suatu kesan prestasi cepat kilat di awal pemerintahan (a quick win)," kata dia.

Untuk itu, kata Robertus presiden mendasarkan mati-matian kebijakannya dengan basis proyeksi statistik yang dipesan oleh polisi di lembaga Badan Narkotika Nasional (BNN) dan dikerjakan oleh sebuah lembaga di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

“Ini yang mulanya membuat presiden memiliki fixed position untuk tidak ambil pusing dalam terpidanan kasus narkoba,” kata dia.

Menurutnya presiden bahkan cenderung tidak merasa perlu memeriksa kembali ajuan grasi yang dimohon oleh para terdakwa itu.

Selain itu, kata dia, pengabaian itu dapat ditemukan dalam ucapan presiden dalam kesempatan di Kongres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa,”Yang memutuskan hukuman mati adalah hakim, presiden cuma mengampuni,” kata dia.

Dengan ucapan ini, kata dia, presiden mengesankan bahwa dia (presiden) memiliki satu sikap saja menyangkut grasi hukuman mati, yakni menolak.

“Terhadap argumen-argumen presiden mengenai kegawatan narkoba, banyak pihak telah membantah statistik yang digunakan oleh presiden,” kata dia.

“Angka-angka korban sebagimana yang disebut dan digunakan oleh presiden mengenai keputusannya, diambil secara gampang dan bermasalah secara metodologis,” dia menambahkan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home