Loading...
HAM
Penulis: Bob H. Simbolon 18:35 WIB | Rabu, 20 Juli 2016

IPT1965: Peristiwa PKI, Indonesia Harus Bertanggung Jawab

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pemerintah tidak mengakui putusan IPT1965 tersebut karena Indonesia memiliki sistem hukum sendiri.
Ketua Panel Hakim IPT 1965, Richter Zak Yacoob pada saat pembacaan di Sidang IPT1965 di Gedung Nieuwe Kerk, Den Haag pada hari Rabu (20/7) (Foto: IPT1965)

DEN HAAG, SATUHARAPAN.COM - Panel hakim International People's Tribunal on Crimes Against Humanity (IPT1965) menyatakan, Negara Indonesia harus bertanggung jawab atas terjadinya "Kejahatan Terhadap Kemanusiaan" selama pembantaian oleh barisan anti komunis terkait peristiwa 1965.

"Indonesia juga bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang berlangsung setelah peristiwa 30 September 1965," kata Ketua Panel Hakim IPT 1965, Richter Zak Yacoob pada saat pembacaan di Sidang IPT1965 di Gedung Nieuwe Kerk, Den Haag pada hari Rabu (20/7).

Dia juga mengatakan, keputusan bahwa Indonesia bertanggung jawab setelah mempelajari dokumen-dokumen yang ada dan mendengarkan semua kesaksian para saksi yang dihadirkan.

"Negara Indonesia juga dinyatakan bersalah telah menghilangkan kewarganegaraan terhadap ribuan orang. Ini juga bisa digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," tambah dia.

Anggota panel yang beranggotakan delapan hakim internasional tersebut telah mendengarkan kesaksian para korban dan memeriksa ratusan dokumen sehubungan dengan peristiwa 1965.

Bukti kejahatan negara Indonesia terhadap masyarakatnya yang dibacakan pada putusan tersebut yaitu:
 
a. Pembunuhan brutal yang tidak diketahui jumlah korbannya, namun secara umum diperkirakan mencapai 400 sampai 500 ribu orang.
b. Penahanan di bawah kondisi yang tidak manusiawi terhadap sejumlah orang, umumnya diperkirakan sekitar 600 ribu orang
c. Perbudakan, misalnya di kamp-kamp kerja paksa di Pulau Buru
d. Penyiksaan
e. Penghilangan Paksa.
f. Kekerasan Seksual.

Indonesia Diperintahkan Meminta Maaf Keluarga PKI 

Ketua Panel Hakim IPT 1965, Richter Zak Yacoob, dalam putusannya juga meminta agar pemerintah Joko Widodo meminta maaf kepada para korban dan keluarganya dari peristiwa PKI.

Indonesia juga diminta untuk melakukan investigasi terhadap bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan yang disebutkan dan memperhatikan tuntutan yang sudah diajukan Komnas Perempuan dan Komnas HAM Indonesia yang tertuang dalam laporannya.

International People’s Tribunal

International People’s Tribunal adalah bentuk pengadilan bersifat Internasional yang digelar oleh kelompok-kelompok masyarakat untuk membahas kasus kasus pelanggaran HAM berat, genosida dan dampaknya. 

Mekanisme ini berada di luar negara dan lembaga formal seperti PBB. Kekuatannya berasal dari suara para korban serta masyarakat sipil nasional dan internasional.

IPT bertujuan untuk mendesak penyelesaian secara hukum dan berkeadilan oleh negara atas kasus-kasus pelanggaran HAM seputar pembantaian 1965-1966 dan dampaknya melalui pengadilan formal. 

IPT bukan menjadi pengganti dari negara untuk menggelar pengadilan formal, menjatuhkan sanksi hukum, dan menjamin ganti-rugi dan reparasi bagi para korban dan penyintas.

Sebagai sarana tekanan politik-moral, IPT mendorong agar masyarakat, yaitu warga, partai politik, Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyrakat, para korban dan penyintas, dan masyarakat internasional atau negara-negara luar, lembaga PBB agar melakukan tugas peradilan formal, yaitu melakukan penelitian seksama, memeriksa kasus-kasus dan kesaksian korban dan penyintas, dan menyelesaikan kasus-kasus tsb secara hukum.

Indonesia Tidak Mendengarkan Putusan IPT1965

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak akan mendengarkan apa yang menjadi hasil putusan IPT1965 tersebut.

"Kami tidak akan mendengar putusan IPT, karena tidak memiliki hubungan dengan mereka," kata dia di Jakarta pada Rabu (20/7).

Dia juga menyatakan Indonesia memiliki sistem hukum sendiri sehingga tidak perlu mengikuti sistem hukum dari pihak manapun selain Pemerintah Indonesia.

"Saya tidak ingin didikte bangsa ini. Bangsa ini bangsa besar. Kami tahu dan selesaikan dengan cara kita, dengan nilai-nilai universal," kata dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home