Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 18:27 WIB | Kamis, 16 Juni 2016

ISIS Dikalahkan, Irak Dibagi 3 untuk Sunni, Syiah dan Kurdi

Kepala Dewan Keamanan Kurdi, Masrour Barzani. (Foto: Ist)

ERBIL, SATUHARAPAN.COM – Setelah Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS) dikalahkan, Irak harus dibagi menjadi tiga entitas yang terpisah untuk mencegah pertumpahan darah sektarian. Ketiga wilayah itu diberikan kepada kelompok Muslim Syiah, Muslim Sunni dan Kurdi, kata seorang pejabat tinggi Kurdi, hari Kamis (16/6), seperti dikutip Reuters.

Pasukan Irak mundur dari serangan ISIS di beberapa kota-kota utama Irak Utara pada serangan tahun 2014. Di antara kota itu adalah Mosul, kota terbesar yang berada dalam kekuasaan ISIS. Direbutnya kembali kota itui dari ISIS kemungkinan akan berarti akhir bagi kelompok yang memproklamirkan diri sebagai kekhalifahan Islam itu di Irak.

Ada kekhawatiran bahwa setelah ISIS bisa dikalahkan, Irak masih akan terpecah. Kekerasan sektarian yang berlangsung selama bertahun-tahun masih menjadi ancaman. Apalagi perjanjian pembagian kekuasaan di Baghdad telah menyebabkan ketidakpuasan warga yang menyebabkan kebuntuan dalam pemerintaha, dan merajalelanya korupsi.

Masrour Barzani, Ketua Dewan Keamanan Pemerintah Regional Kurdistan (KRG) dan juga putra Presiden KRG, Massoud Barzani, mengatakan  kepada Reuters, bahwa tingkat ketidakpercayaan yang tinggi  menyebabkan mereka tidak harus tetap berada "di bawah satu atap".

"Federasi tidak bekerja. Jadi, itu lebih baik menjadi konfederasi atau pemisahan penuh," kata Barzani di ibu kota Kurdi, Erbil. "Jika kita memiliki tiga negara konfederasi, kita akan memiliki tiga ibu kota yang sama, sehingga seseorang tidak di atas yang lain."

Perjuangan Kemerdekaan

Kurdi telah lama berjuang untuk memperoleh kemerdekaan dari Irak. Negara itu sekarang dipimpin oleh mayoritas Syiah, sejak penggulingannya Saddam Hussein, seorang Sunni, pada tahun 2003 melalui invasi yang dipimpin Amerika Serikat.

Kurdi sekarang menjalankan pemerintahan mereka sendiri di wilayah utara dan memiliki angkatan bersenjata mereka sendiri yang disebut Peshmerga. Pasukan ini berperang melawan ISIS dengan bantuan dari koalisi pimpinan AS.

Kelompok Islam Sunni harus diberikan pilihan untuk melakukan hal yang sama di provinsi mana mereka berada dan merupakan mayoritas, yaitu di utara dan barat Irak, kata Barzani.

"Apa yang kami tawarkan adalah solusi," katanya. "Ini tidak berarti mereka hidup di bawah satu atap, tetapi mereka dapat menjadi tetangga yang baik. Setelah mereka merasa nyaman bahwa mereka memiliki masa depan yang cerah dan aman, mereka dapat mulai bekerja sama dengan satu sama lain."

Referendum untuk Kemerdekaan

Massoud barzani, ayahnya, lebih banyak menyerukan referendum untuk kemerdekaan Kurdi pada tahun ini. Alasannya, wilayah tersebut terkunci dalam perselisihan teritorial dan keuangan dengan pemerintah pusat.

Baghdad telah memotong anggaran federal untuk KRG untuk memaksa Kurdi menjual minyak mentah yang diproduksi di wilayah itu melalui negara perusahaan pemasaran minyak dan tidak independen. Kurdi mengklaim wilayah kaya minyak di  Kirkuk, Irak utara, sebagai bagian dari wilayah mereka.

Barzani mengatakan bahwa perasaan termarjinalkan Muslim Sunni oleh pimpinan Syiah telah memfasilitasi pengambilalihan wilayah mereka bersama militan ISIS.

Selain itu, Irak mengalami perdebatan dan kekacauan berbulan-bulan dalam perombakan pemerintah untuk mengatasi  korupsi. Pada bulan Mei, frustrasi memuncak akibat penundaan perubahan kabinet, dan mendorong demonstrasi di mana-mana.

Mengambil Mosul

Menjelang pertempuran membebaskan Mosul dari ISIS, Barzani mengatakan bahwa masyarakat dari kota yang berbeda harus sepakat terlebih dahulu tentang bagaimana untuk menangani akibatnya. Populasi sebelum perang Mosul adalah dua juta jiwa. Sebagian besar Muslim Sunni, tapi termasuk juga warga agama dan etnis minoritas, di antaranya Kristen, Syiah, Yazidi, Kurdi dan Turkmen.

Hampir semua non Muslim Sunni melarikan diri ketika dikuasai oleh ISIS, bersama dengan ratusan ribu Muslim Sunni yang tidak bisa hidup di bawah kekuasaan yang keras oleh militan. Atau mereka tidak bisa bertahan akibat blokade keuangan oleh Baghdad yang diberlakukan pada daerah yang dikendalikan ISIS.

"Saya pikir bagian paling penting adalah bagaimana mengelola Mosul setelah Daesh (sebutan ISIS dalam bahasa Arab) dikalahkan," katanya. "Kami tidak ingin melihat kesenjangan dfalam pembebasan dan kemudian vakum, yang mungkin akan berubah menjadi kekacauan."

Perdana Menteri Irak, Haider Al-Abadi, pernah menyatakan harapan bahwa tahun 2016 akan menjadi tahun "kemenangan" terhadap ISIS dengan mengambil alih Mosul.

Sementara itu, pasukan Irak bersama kelompok kontra-terorisme dan paramiliter Muslim Syiah yang didukung serangan udara dari koalisi pimpinan AS juga dalam operasi besar untuk merebut kembali kota terutama berpenduduk mayoritas Islam Sunni Fallujah.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home