Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 15:46 WIB | Selasa, 05 Agustus 2014

Israel-Palestina Sepakati Gencatan Senjata 72 Jam

Warga Palestina membawa barang-barang mereka dari reruntuhan bangunan yang hancur dalam serangan militer Israel, di dekat kamp pengungsi Rafah, di bagian selatan Jalur Gaza, pada Senin (4/8). Pegawai pertahanan sipil dan tenaga medis tengah menyisir lingkungan tersebut untuk mencari korban operasi militer Israel yang telah membunuh 1.829 warga Palestina, sebagian besar warga sipil. (Foto: AFP)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Israel dan gerakan Islam, Hamas, pada hari Senin (4/8) untuk gencatan senjata yang diusulkan Mesir  untuk mengakhiri empat pekan pertempuran di Jalur Gaza.

Israel setuju untuk memperbarui gencatan senjata kemanusiaan 72  jam yang gagal, dan akan mengirim delegasi negosiasi ke Kairo hari Selasa (5/8), kata seorang pejabat Mesir kepada media online Mesir, Al Ahram, Senin malam.

Rencana gencatan senjata selama 72 jam di mulai pukul 08.00 waktu Gaza (pukul 05:00 atau pukul 12:00 WIB) pada hari Selasa (5/8). Kemudian perwakilan faksi Israel dan Palestina menghadiri pembicaraan di Kairo untuk menegosiasikan perjanjian jangka panjang.

Kelompok Palestina yang datang termasuk utusan Hamas dan Jihad Islam, yang bertemu dengan intelijen Mesir di Kairo, pada hari Senin untuk merumuskan rencana untuk mengakhiri kekerasan.

Beberapa jam kemudian, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan  kabinet keamanan setuju untuk menerima usulan Mesir, kata seorang pejabat di kantornya mengatakan dengan tidak bersedia disebutkan namanya.

"Israel telah memberitahukan Mesir untuk menerima usulan gencatan senjata," kata pejabat itu. Setelah itu, gerakan Islam, Hamas, yang mendominasi Gaza mengumumkan persetujuan mereka untuk gencatan senjata juga.

"Hamas mengatakan kepada Mesir beberapa waktu lalu menyatakan penerima gencatan senjata  72 jam," kata juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri  kepada Reuters.

Serangan Sebelum Gencatan Senjata

Pejabat Gaza mengatakan 1.834 warga Palestina, kebanyakan warga sipil, meninggal, dan lebih dari seperempat dari 1,8 juta penduduk di daerah itu yang merupakan kantong (terisolasi) dan miskin, terpaksa mengungsi. Sebanyak 3.000 rumah warga Palestina hancur atau rusak.

Israel telah kehilangan 64 anggota tentara dalam pertempuran itu, dan tiga warga sipil meninggal akibat serangan roket Palestina.

Beberapa gencatan senjata yang diserukan sebelumnya hampir tidak direspons, dan  masing-masing pihak menolak untuk menerima syarat yang diberikan oleh pihak lain. Kali ini Mesir berencana untuk mempertemukan para pihak dalam negosiasi untuk kesepakatan jangka panjang.

Sebelumnya, pada hari Senin, Palestina mengatakan Israel telah membom sebuah kamp pengungsi di Kota Gaza, membunuh seorang gadis delapan tahun dan melukai 29 orang lainnya. Serangan udara  itu menjadi gangguan awal  upaya gencatan senjata.

Namun seorang jurubicara militer Israel mengatakan bahwa tidak ada serangan udara di Gaza selama tujuh jam pada hari Senin. Dikatakan Israel mematuhi gencatan senjata kemanusiaan untuk memberi kesempatan  bantuan  bagi  ratusan ribu orang Palestina yang terlantar akibat perang, dan mereka yang mengungsi untuk pulang.

Militer Israel menyebutkan telah memenuhi tujuan utama  serangan darat untuk  menghancurkan terowongan infiltrasi lintas batas dari Gaza. Seorang juru bicara militer mengatakan beberapa pasukan masih beraksi di Gaza, tapi operasi itu hampir berakhir. Laporan media mengatakan pasukan telah menghancurkan terowongan terakhir dalam daftar target mereka.

Namun beberapa menit sebelum gencatan senjata pada  pukul 08:00 pagi, Hamas meluncurkan roket jarak jauh  dan menyebut itu sebagai balas dendam atas pembantaian Israel. Sirene berkumandang jauh  di daerah-daerah Israel, namun tidak ada kata korban.

Menolak Legitimasi

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memuji gencatan senjata dan mendesak para pihak untuk "menghormati sepenuhnya". Juru bicara  kemenlu AS, Jen Psaki, menambahkan bahwa Washington akan terus berupaya untuk membantu semua pihak  mencapai "solusi yang berkelanjutan untuk jangka panjang".

Upaya untuk mempererat gencatan senjata menjadi gencatan senjata abadi memang masih sulit, karena ada gap yang dalam pada tuntutan utama mereka, yaitu masing-masing menolak legitimasi lainnya. Hamas menolak keberadaan Israel, dan bersumpah untuk menghancurkannya, sementara Israel mencela Hamas sebagai kelompok teroris dan menolak ikatan apapun.

Selain gencatan senjata, Palestina menuntut diakhirinya blokade oleh  Israel dan Mesir  terhadap daerah Gaza  yang miskin. Mereka juga menuntut pembebasan tahanan,  termasuk yang ditangkap Israel dalam serangan bulan Juni di daerah pendudukan di  Tepi Barat, terkait tiga pemukim Yahudi yang diculik dan dibunuh.

Demiliterisasi Gaza

Militer Israel mengatakan bahwa tentara semalam menghancurkan terowongan terakhir dari 32 yang menjadi  target di Gaza. "Hari ini kami menyelesaikan penghapusan ancaman itu," kata dia.

Para pejabat Israel mengatakan, meskipun beberapa terowongan yang terdeteksi mungkin telah hilang, angkatan bersenjata tetap siap untuk menyerang lagi di masa depan.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu,  juga ingin melucuti Hamas dan mendemilitarisasi Gaza. Juga menghapusakan persenjataan gerilyawan  mereka yang telah meluncurkan lebih dari 3.300 roket dan bom mortir ke Israel sebulan terakhir.

"Bagi Israel isu yang paling penting adalah masalah demiliterisasi. Kami harus mencegah Hamas mempersenjatai kembali, kami harus mendemilitarisasi Jalur Gaza," kata juru bicara Netanyahu, Mark Regev  kepada televisi Reuters. "Saya harap kali ini kita melihat karya gencatan senjata yang baik bagi semua orang."

Selain korban jiwa, perang telah menelan biaya ekonomi pada kedua belah pihak. Gaza mengalami kerugiann besar sekitar US$ 6 miliar untuk membangun kembali infrastruktur yang hancur. Israel telah kehilangan ratusan juta dolar di bidang pariwisata, dan industri lain, dan menimbulkan kekhawatiran penurunan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tahun ini juga.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home