Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:53 WIB | Jumat, 28 Oktober 2016

“Jangan Ada Lagi Kekerasan oleh Aparat di Bumi Papua”

Kerusuhan di Manokwari pada 26 Oktober 2016 (Foto: Ist)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kekerasan oleh aparat keamanan terhadap masyarakat sipil  kembali terjadi setelah ada insiden antar suku di Manokwari, Papua. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk menghapuskan budaya kekerasan aparat keamanan dalam komunikasi dengan masyarakat di Papua dan Papua Barat.

ELSAM menganggap pemerintahan Jokowi-JK telah gagal untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia, baik melalui mekanisme hukum nasional yang berlaku, baik melalui mekanisme yudisial maupun non yudisial.

Hal ini terbuktinya terjadi kekerasan dan penembakan terhadap masyarakat sipil di Manokwari yang diduga dilakukan oleh anggota kepolisian dari Polres Manokwari yang terjadi pada 26 Oktober 2016.

“Penggunaan kekerasan yang di luar batas (excessive use of force) terhadap penduduk sipil tanpa pemilahan target sasaran tersebut mengindikasikan kemungkinkan adanya pelanggaran terhadap Prinsip-Prinsip dasar PBB mengenai penggunaan Kekuatan dan Senjata Api bagi aparat penegak hukum (diadopsi sejak tahun 1990) dan Prinsip-prinsip hak asasi manusia yang telah menjadi bagian integral dari prosedur penanggulangan anarki yang telah diatur dalam Protap Kapolri No 1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki,” kata Direktur Eksekutif ELSAM Whayu Wagiman dalam keterangan resminya yang diterima oleh satuharapan.com, hari Jumat (28/10) di Jakarta.

ELSAM mendesak beberapa tuntutan kepada Presiden Jokowi untuk menghindari agar peristiwa ini tak terulang. Di antaranya adalah menyatakan secara publik bahwa penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua/Papua Barat merupakan tanggungjawab konstitusional negara/Pemerintah Indonesia.

Kemudian, Pemerintah harus menggunakan mekanisme yudisial maupun non yudisial untuk mengungkap dan menyelesaikan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Manokwari.

“Meminta Kapolri untuk melakukan penyelidikan, dan melanjutkan ke proses penuntutan terhadap anggota-anggota Kepolisian Resort Manokwari dan Kepolisian Daerah Papua Barat yang terlibat dalam kekerasan dan penembakan terhadap masyarakat sipil di Manokwari,” kata dia.

Selain itu, ELSAM juga mendesak Presiden Jokowi untuk memerintahkan Menkopolhukham untuk memfasilitasi dan menyiapkan mekanisme pemulihan bagi korban-korban dan keluarga korban kekerasan dan penembakan di Manokwari.

Peristiwa itu terjadi pada tanggal 26 Oktober yang adalah hari libur resmi di Tanah Papua, termasuk di Manokwari. Hari itu diperingati sebagai hari lahirnya Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua  60 tahun silam (26 Oktober 1956).

Namun, kata Yan Christian Warinussy, Direktur LP3BH Manokwari, hari bersejarah ini dinodai oleh peristiwa yang menyedihkan. Awalnya adalah ketika seorang anak muda bermarga Pauspaus asal Fakfak mengalami tindakan kekerasan. Ia ditikam dengan pisau oleh dua orang pelaku yang diduga berasal dari Sulawesi Selatan (Bugis Makassar) di seputaran kawasan Sanggeng-Manokwari.

Akibatnya, sejumlah kerabat dan teman dari korban tidak terima dan melakukan pemalangan jalan Yos Sudarso dengan cara membakar ban  serta melakukan tindakan hendak mencari sang pelaku penusukan/penikaman tadi.

Aparat kepolisian dari Polres Manokwari yang didukung oleh Brimob Polda Papua Barat dan personel polisi Polda Papua Barat, dipimpin langsung Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol.Royke Lumowa, langsung turun mengamankan situasi.

Tapi, menurut Yan Christian, berdasarkan informasi dari warga sipil di kawasan Sanggeng, aparat polisi kemudian melakukan tindakan menembak secara membabi-buta, hingga mengakibatkan jatuh korban di pihak warga sipil Sanggeng.

Menurut informasi warga yang belum diverifikasi, terdapat 7 (tujuh) korban luka tembak senjata api, salah satunya Ones Rumayom (45) yang kemudian meninggal. Selebihnya, Erik Inggabouw (18) tahun dan 5 (lima) orang lain yang masih diidentifikasi identitasnya. Mereka berenam saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr.Ashari - Biryosi, Manokwari-Papua Barat. (PR)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home