Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 18:57 WIB | Rabu, 24 Agustus 2016

Jatam Desak KPK Sasar Korupsi Sektor Swasta Pertambangan

Jatam mengatakan KPK mulai serius menyasar korupsi di sektor pertambangan sejak 2014 dengan melakukan Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubara (Korsup Minerba).
Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam berada di kediamannya di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan saat tim penyidik KPK menggeledah rumahnya hari Selasa (23/8). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mulai serius menyasar korupsi private sector (sektor swasta) pertambangan.

Jatam berpendapat penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, sebagai tersangka dalam kasus suap PT. Anugrah Harisma Barakah (AHB) harus menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mulai serius menyasar korupsi private sector pertambangan.

“Pemberantasan korupsi sektor pertambangan yang dilakukan oleh KPK selama ini baru menyasar pelaku dari pejabat publiknya. Untuk korporasinya, yang didorong KPK masih sebatas sanksi administratif,” kata Ki Bagus Hadi Kusuma, pengkampanye Jatam dalam keterangan tertulis, hari Rabu (24/8).

Data Jatam menyebutkan korupsi yang diduga dilakukan oleh Nur Alam ini sudah tercium oleh Kejaksaan Agung dan KPK sejak 2014. Penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung berdasarkan Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transakasi Keuangan (PPATK).

“Nur Alam dilaporkan menerima USD 4,5 juta (Rp 59 miliar) dari seorang pengusaha tambang asal Taiwan, Chen Linze, terkait perizinan tambang PT. Billy Indonesia,” kata Jatam.

Jatam mengungkapkan bahwa Chen Linze diketahui sebagai pemilik dari PT. AHB yang beroperasi di Bombana dan Buton serta PT. Billy Indonesia yang beroperasi di Bombana dan Konawe Selatan.

Konsesi tambang nikel dan aspal dari dua perusahaan yang dimiliki Chen linze ini seluas 8.556 hektar. Kedua perusahaan ini terafiliasi dengan perusahaan tambang asal Hongkong, Rich Corp International Ltd.

Jatam mengatakan KPK mulai serius menyasar korupsi di sektor pertambangan sejak 2014 dengan melakukan Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubara (Korsup Minerba), yang dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap Pertama di 12 Provinsi, tahap kedua di 19 provinsi.

“Sayangnya hingga saat ini, Korsup Minerba dinilai masih belum bisa menyentuh korporasi sebagai pelaku kejahatan korupsi. Korsup Minerba hanya mendorong penertiban administrasi dalam pengelolaan pertambangan,” kata Ki Bagus.

Hasil dari Korsup Minerba ini, KPK merekomendasikan kepada Kepala Daerah untuk melakukan evaluasi dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bagi 3.966 perusahaan yang tidak berstatus Clear and Clear.

Jatam meminta penanganan suap perizinan tambang ini harus bisa menyentuh korporasi sebagai pihak yang melakukan penyuapan. “Sama halnya dengan kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta yang menyeret Agung Podomoro Land,” kata Ki Bagus.

“Kasus suap yang dilakukan oleh Nur Alam harusnya menjadi pintu masuk KPK untuk penyelamatan Lingkungan Hidup dan keuangan Negara. Tidak cukup dengan mendorong sanksi administratif. Temuan dalam Korsup Minerba sudah seharusnya cukup sebagai modal awal untuk membongkar kejahatan korporasi dalam pengelolaan sumberdaya alam,” kata Ki Bagus.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home