Jejak Kisah Sepiring Makanan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM, Sepiring makanan kaya akan cerita. Bukan hanya cerita tentang rasa dan budayanya, tetapi juga kompleksitas persoalan dunia yang ada di dalamnya. Sepiring makanan memiliki kisah tentang masalah politik, ekonomi, sosial, agama, dan iklim yang hadir bersamaan. Cobalah ingat cerita fenomena Arab Spring di tahun 2011. Satu demi satu pemerintahan negara-negara Arab jatuh. Kejatuhan terjadi di saat negara-negara di Timur Tengah sedang mengalami krisis makanan. Roti bukan saja mahal tetapi juga tidak mudah untuk didapatkan.
Kesulitan ini terjadi karena kebijakan politik luar negeri Putin di masa itu yang membatasi ekspor gandum ke luar negeri. Bukan karena perang, tetapi karena perubahan iklim ekstrem yang berdampak pada hasil gandum yang terbatas di dalam negeri. Untuk menjaga pasokan gandum bagi negerinya, maka gandum untuk yang lain pun tidak cukup. Ketidakcukupan gandum membuat krisis pangan terjadi di negara-negara Timur Tengah. Krisis pangan ini kemudian menjadi isu politik yang menggerakkan rakyat untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Kisah Arab Spring hanyalah salah satu menu cerita dalam sepiring makanan. Masih ada jutaan cerita lainnya yang bisa dikisahkan dari sepiring makanan.
Di hari-hari ke depan, dunia tidak lagi akan sibuk berbicara tentang covid. Masa “keemasan” covid sudah mulai memudar, semoga saja. Para pemimpin dunia saat ini akan banyak berbincang tentang sepiring makanan, sebab dunia sedang memasuki krisis pangan global. Para ahli memperkirakan akan ada sekitar tiga puluh persen populasi global yang akan mengalami krisisi pangan kategori sedang dan parah, serta kurang lebih sebelas persen mengalami kondisi sangat rawan pangan.
Itu artinya, ada miliaran orang akan memiliki piring kosong tanpa makanan di tangannya. Jika ini dibiarkan, maka dunia akan mengalami kekacauan. Krisis pangan akan membawa krisis keamanan dan lain sebagainya. Karena itulah, persoalan krisis pangan atau food insecurity menjadi salah satu tema percakapan yang penting di G20 tahun ini.
Sepiring makanan ternyata tidak sesederhana yang terlihat mata. Ia hadir bukan hanya untuk mengisi perut kita yang kosong, tetapi juga hendak menyampaikan situasi krisis yang terjadi di dunia. Situasi krisis yang perlu didoakan seturut dengan doa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada para murid dalam Doa Bapa Kami: “Bapa kami yang di sorga,…berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”.
Ya, kita perlu berdoa untuk makanan yang tidak hanya cukup bagi diri kita sendiri, tetapi juga cukup untuk setiap orang. Memohon agar Allah memberkati biji-bijian yang ditaburkan di tanah dan iklim yang menunjang pertumbuhan. Mendoakan agar para pemimpin dunia dan politisi membuat upaya dan kebijakan terbaik untuk sepiring makanan bagi setiap orang di dunia. Mengingatkan setiap kita yang berkelimpahan agar belajar untuk berbagi sepiring makanan kepada yang lain sebagai wujud spiritualitas beriman dengan rasa cukup. Membuat kita kembali menghargai dengan rasa syukur atas sepiring makanan yang ada di tangan kita.
Editor : Eti Artayatini
RI Evakuasi 40 WNI dari Lebanon via Darat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengevakuasi 40 Warga ...