Loading...
SMASH AYUB
Penulis: Ayub Yahya 00:01 WIB | Senin, 26 Februari 2018

Jemaat dan Pendeta

Ilustrasi:preacher: Pixabay

Kadang di satu sisi......

Ada orang yang maunya pendeta itu bisa jadi seperti pesulap. Punya masalah; datang ke pendeta, didoakan. Cling, masalah selesai. Punya anak bandel tidak ketulungan, ngerongrong dan ngebantah melulu; dibawa ke pendeta, terus dinasihatin. Cling, anak itu jadi penurut dan saleh.

Ada orang yang maunya pendeta itu bisa jadi seperti superman; imun dari pergumulan batiniah, bebas lepas dari rasa bimbang dan gentar, tegar dan teguh bagai batu karang menahan gempuran ombak samudra. Karenanya seorang pendeta pantang mengaduh. Dan tidak boleh melenguh. Apalagi mengeluh. Sebab itu ciri kelemahan.

Ada juga orang yang maunya pendeta itu bisa jadi seperti pesuruh; harus telaten dan ramah, selalu siap sedia diganggu kapan pun, di mana pun, dalam kondisi apa pun, dan dengan cara bagaimana pun. Pokoknya, hatinya harus selapang lautan, kakinya seringan kapas, dan matanya seawas burung elang.

Kalau pendeta itu tidak sesuai dengan yang dimaui; terusnya ngambek, merasa tidak dilayani dengan baik dan benar. Lalu tidak mau lagi ke gereja. Dan ujung-ujungnya pendeta juga yang disalahkan; koq pendeta tidak care sih sama umatnya?! 

Capek deh! @$#¥€£@€ 

 

Kadang pula di sisi lain.......

Ada pendeta yang maunya selalu dingertiin, walau susah dimengerti. Khotbah kurang persiapan, muter-muter tidak jelas juntrungnya, dingertiin; senangnya sibuk di luar daripada di dalam jemaatnya, dingertiin; kepengen studi ini studi itu (walau dampaknya buat jemaat juga kagak ada), dingertiin; mancing melulu, tennis melulu, golf melulu, dingertiin.

Ada pendeta yang sukanya memanfaatkan "pelayanan" (yang kadang kurang bermanfaat) untuk mendapat pelayanan. Menawarkan diri khotbah di jemaat di luar kota, katanya pas mau "ke sana". Jebulnya minta disediain penginapan, dijemput anter, plus diservice; bawa anak istri pula, emak bapak, dan aa teteh. “Pan sekalian liburan,” elaknya.

Ada pendeta yang senangnya dipandang sebagai "orang kudus", dengan bulatan di atas kepala dan sayap di punggung. Lalu jaimba alias jaga image banget. Khotbah dan obrolannya tidak jauh-jauh dari cerita tentang dirinya sebagai "manusia saleh kekasih Tuhan". Bicara politik, no. Musik duniawi, no. Hanya Alkitab, tidak boleh yang lain.

Kalau ada orang yang menegur atau memberi tahu; marah, tidak terima. Apalagi kalau yang menegur dan memberi tahu itu “cuma orang biasa”. Ujung-ujungnya pakai dosa untuk nakut-nakutin, “Mengkritik orang yang diurapi Tuhan itu berdosa tahu!” 

Capek deh! @$#¥€£@€

 

Editor: Tjhia Yen Nie

 


BERITA TERKAIT
BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home