Jepang Masuki Era Reiwa Bersama Kaisar Baru, Naruhito
JEPANG, SATUHARAPAN.COM – Jepang secara resmi memulai era kekaisaran baru Reiwa, atau “Harmoni yang Indah” dengan naiknya kaisar baru, Naruhito.
Upacara penobatan Naruhito digelar pada Rabu (1/5/2019), sehari setelah ayahnya, Akihito, menjadi kaisar pertama yang turun takhta secara sukarela dalam dua abad kekaisaran Jepang.
Dalam prosesi pengangkatannya, ia akan mewarisi tiga harta karun misterius di Kekaisaran Jepang, dalam sebuah upacara yang sangat simbolis.
Kaisar Akihito yang berusia 85 tahun, memilih turun takhta karena faktor usia dan kesehatannya yang memburuk. Ia resmi mengundurkan diri pada Selasa (30/4).
Era kekaisaran baru Reiwa, yang namanya menandakan ketertiban dan harmoni, dimulai pada tengah malam waktu setempat dan akan berlangsung selama masa pemerintahan Naruhito.
Apa yang Terjadi pada Upacara Penobatan Nanti?
Kenji-to-Shokei-no-gi - or atau upacara penobatan kaisar, akan dimulai pukul 10:15 waktu setempat, atau sekitar 08:15 WIB.
Naruhito yang berusia 59 tahun, akan menerima tiga harta karun kekaisaran -cermin, pedang, dan permata- yang diwariskan dari generasi ke generasi dan dipandang sebagai simbol kekuatan kekaisaran.
Ia kemudian akan memberikan pidato perdananya sebagai kaisar baru.
“Pada tahun 1989 ketika Akihito (naik takhta), ia berbicara tentang kesejahteraan sosial dan perdamaian,” ujar Ken Ruoff, direktur di Pusat Studi Jepang di Universitas Negeri Portland, kepada BBC.
Ini adalah visi yang ia tuju selama era Heisei-nya, dan interaksinya dengan orang-orang yang dilanda penyakit atau bencana membuatnya disayangi oleh banyak orang Jepang.
“Saya pikir kata-kata pertama Naruhito, kita mendapat firasat yang baik tentang apa rencana kaisar yang baru. Saya pikir itu akan mengatur semangat dari era baru,” ujar profesor Ruoff.
Sebelumnya, Kaisar Akihito juga berperan sebagai diplomat pada masa pemerintahannya, dengan menjadi duta besar tidak resmi untuk Jepang dan bepergian ke beberapa negara -sesuatu yang diharapkan terus dilakukan oleh Naruhito.
Apa yang Kita Ketahui tentang Kaisar Baru?
Naruhito adalah kaisar ke-126 Jepang. Ia kuliah di Universitas Oxford di Inggris, dan menjadi putra mahkota pada usia 28 tahun.
Pada 1986, ia bertemu dengan istrinya, Putri Masako Owada, di sebuah pesta teh.
Putri Masako yang merupakan warga biasa Jepang, akhirnya menerima lamaran Naruhito setelah sang putra mahkota berujar: “Kamu mungkin takut dan khawatir bergabung dengan keluarga kekaisaran. Tetapi aku akan melindungi sepanjang waktu.”
Mereka menikah pada 1993.
Sang putri, yang dilaporkan menderita gangguan stres, mengakui pada bulan Desember bahwa ia merasa “tidak aman” menjadi permaisuri , tetapi berjanji untuk melakukan yang terbaik demi melayani rakyat Jepang.
Masako menjalani pendidikan di Harvard dan Oxford, dan memiliki karier yang menjanjikan sebagai diplomat sebelum menikah.
Satu-satunya anak pasangan itu, Putri Aiko, lahir pada tahun 2001. Namun, hukum Jepang saat ini membatasi perempuan untuk mewarisi takhta sehingga ia bukan pewaris ayahnya.
Saudara laki-laki Naruhito, Pangeran Fumihito, akan berada di urutan berikutnya, diikuti oleh keponakan kaisar baru, Pangeran Hisahito, yang saat ini masih berusia 12 tahun.
Mengapa Monarki Jepang Penting?
Ini adalah monarki turun-temurun tertua di dunia, dimulai sejak sekitar 600 SM.
Sebenarnya, kaisar Jepang dulu dipandang sebagai dewa. Tetapi, kaisar sebelumnya, Hirohito - ayah Akihito - secara terbuka meninggalkan keilahiannya di akhir Perang Dunia Kedua, sebagai bagian dari penyerahan Jepang.
Peran itu didefinisikan ulang oleh Kaisar Akihito, yang membantu memperbaiki kerusakan reputasi Jepang setelah perang.
Ia dikenal karena menghilangkan penghalang antara rakyat dan monarki.
Pada tahun 1991, dua tahun setelah ia naik takhta, Akihito dan permaisuri melanggar norma-norma dan berlutut untuk berbicara kepada orang-orang yang terkena dampak letusan gunung berapi di Nagasaki dan terus melakukannya.
Setelah gempa bumi 2011, tsunami dan krisis nuklir yang menewaskan ribuan di Jepang timur, mantan kaisar dan istrinya, Michiko, dipuji karena menjangkau untuk menghibur korban selamat.
Interaksi mereka dengan orang-orang yang menderita penyakit kronis seperti kusta, yang terpinggirkan di Jepang, juga sangat berbeda dari masa lalu.
Akihito sekarang akan dikenal sebagai “Joko”, yang berarti “kaisar agung” atau “Kaisar Emeritus”, sedangkan Michiko akan menjadi “Permaisuri Emerita”. (bbc.com)
Faktor Penyebab Telat Bicara pada Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan ...