Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 12:50 WIB | Selasa, 19 November 2019

Jogja Street Sculpture Project #3-2019 Dibuka

JSSP#3-2019 angkat tema "Pasir Bawono Wukir"
Jogja Street Sculpture Project #3-2019 Dibuka
Pejalan kaki mengamati karya patung berjudul “Persahabatan” (Amboro Liring) yang didisplay di Jalan Pangurakan Yogyakarta, dalam JSSP#3-2019, Minggu (17/11) malam. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Jogja Street Sculpture Project #3-2019 Dibuka
Tiga seniman patung melakukan perform sculpturing saat pembukaan JSSP#3-2019 di Monumen Serangan Oemoem 1 Maret Yogyakarta, Minggu (17/11) sore.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bertempat di kawasan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret Yogyakarta, Minggu (17/11) sore Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #3-2019 dibuka secara resmi oleh Sekretaris Kundha Kabudayan Pemda DI Yogyakarta, Erlina Hidayati mewakili Kepala Kundha Kabudayaan Pemda DIY.

Pameran karya patung di ruang publik JSSP #3 akan berlangsung 17 November – 10 Desember 2019. Dengan mengangkat tema “Pasir Bawono Wukir” JSSP #3 menempatkan karya patung seniman di tiga lokasi yang tersebar di Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta

Di area display Bantul terdapat 13 (tiga belas) karya yaitu di Pantai Gumuk Pasir, Dusun Grogol 10, Parangtritis, Kretek, dan Bantul. Melibatkan pematung dari Yogyakarta baik kelompok maupun individu yaitu Kelompok Ali & Agung (Ali Umar, Agung Pekik), Kelompok Ardite (Arsono, Meta Enjelita), Dunadi, Edi Priyanto, Kelompok Kom & Dedy (Komroden Haro, Dedy Sufriadi), Kelompok Mata Air (Kusna Hardiyanto, Liflatul Muhtarom, Dedy Maryadi, Purwanto, Galuh Kusuma atmaja), Mata Kayu (Albertho. A.A. Wanma, Bara Masta), Kelompok Napak (Gina Martha Ajeng .N, Felix Junio Sendhi Arpico, Bowo Hermanto), Pring Project (Anusapati, Lutse Lambert Daniel, Tugiman), Kelompok Tani Rupa (Mahendra Satria, Joko Apridinoto, Ruswanto, Wira Purnama, Afif Abdul Fatah), Wahyu Nugroho, dan Yulhendri. Sedangkan pematung dari Malaysia yang terlibat ialah Burhanuddin bin Bakri  dan Mohd Azhar abd Manan.

Area display Sleman dipamerkan 8 (delapan) karya di Utara Kopi Kali Petung, Petung, Kepuharjo, Cangkringan. Kelompok  API Jakarta/Yogyakarta (Harry Susanto, Benny Ronald Tahelele), Lab Sejarah KajianTeknologi dan Desain FAD UKDW (Linda Octavia, Jimmy Machael Tirtayasa, Tifan Adi Kuasa, Wilfridus Budjen), Kelompok Mata Air (Kusna Hardiyanto, Liflatul Muhtarom, Dedy Maryadi, Purwanto, Galuh Kusumaatmaja), dan Ronny Lampahdari Yogyakarta. AgoesSalimdari Tanggerang Selatan. Agung ‘Tato’ Suryantodari Surabaya. Kelompok Buted (Budi PM Tobing, Teddy Murdiyanto) dari Jakarta. Koko Sondakadari Bandung.

Sementara area display Kota Yogyakarta terdapat 12 (dua belas) karya yaitu di Area titik 0 Km, Jalan Pangurakan, Gondomanan, Kota Yogyakarta dengan melibatkan pematung Ahmad ChotibFauziSa’ad, Amboro Liring, Kelompok Klinik  Art Studio (IndraLesmana, Bio Andaru, AgungQurniawan), Rame Adi, Suparman Baela, Win Dwi Laksono dari Yogyakarta. Rosli Zakaria dan Saharuddin Supar dari Malaysia. Kelompok Cahya (AgusWidodo, Yani Sastranegara, Cyca Leonita, Henry Kresna) dan Yana Wiyatna Sucipto dari Bogor, Hilman Syafriadi dari Bandung, dan Yoga Budhi Wantoro dari Magelang.

Selain menjadi penanda sebuah kawasan (landmark), seni patung di ruang publik mempunyai tanggung jawab menyematkan nilai-nilai kultural yang merepresentasikan dinamika sosial politik masyarakat. Dalam hal ini modus kerja JSSP yang interventif memiliki potensi besar untuk mewujudkan gagasan tersebut (mempresentasikan karya patung ke ruang publik yang tidak sekedar memindahkan karya), meskipun tidak mudah mengingat diperlukan sebuah konsep visi yang jangka panjang, upaya yang sistematis serta mengarah pada kerja-kerja seni yang berkelanjutan (sustainability).

Setelah menggelar JSSP#1-2015 dengan tema Antawacana dan JSSP#2-2017 dengan tema Jogjatopia, pada JSSP#3-2019 dalam tema Pasir Bawono Wukir mencoba untuk menawarkan gagasan-gagasan yang lebih konstruktif, menyentuh ruang gerak masyarakat secara langsung melalui kerja seni kolaboratif-partisipatoris, sehingga kontribusi seni lebih nyata untuk menyentuh jantung dinamika warga masyarakat.

Program JSSP#3-2019 merupakan upaya meningkatkan bobot serta arah seni patung dalam konteks Indonesia, Asia atau dunia dan juga dalam memberikan tafsir atas Sumbu Filosofis dan Garis Imajiner Yogyakarta dalam memperkaya tafsir tradisi. Garis Imajiner, secara spasial apabila dilihat dalam konstelasi relasi dan dampaknya melahirkan banyak pertanyaan.

“Persoalan pembacaan ruang dengan menyesuaikan tema, ini yang perlu kehati-hatian dari seniman patung meskipun secara keseluruhan karya yang dipresentasikan adalah karya-karya kuat. Beberapa karya ada yang mengalami perubahan minor selama proses penciptaan, namun tetap pada konsep awalnya,” jelas salah satu kurator JSSP#3 Kris Budiman kepada satuharapan.com saat pembukaan JSSP #3, Minggu (17/11).

Lebih lanjut Kris Budiman menjelaskan bahwa hampir keseluruhan karya dalam JSSP #3-2019 merupakan respon terhadap tema yang ada, meskipun untuk seniman luar kota ataupun dari manca negara tentu akan sedikit mengalami kendala dalam memaknai tema yang dikaitkan dengan sumbu filosofi dan garis imajiner tersebut.

“Kedepan harapannya tensi penyelenggaraan JSSP bisa ditingkatkan menjadi Biennale Patung Indonesia sehingga bisa memperkuat Yogyakarta sebagai barometer seni. Kehadiran seni patung akan lebih meriah disambut masyarakat,” jelas Ketua Asosiasi Pemtung Indonesia Suwarsono dalam sambutan pembukaan JSSP#3-2019.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home