Loading...
MEDIA
Penulis: Melki Pangaribuan 22:30 WIB | Jumat, 08 November 2019

Jurnalis Bangga Wartawati Pertama Digelari Pahlawan Nasional

Rohana Kuddus (Foto: rri.co.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan penghargaan kepada enam tokoh bangsa di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11).

Keenam tokoh bangsa yang mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 120/TK/Tahun 2019 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tertanggal  7 November 2019.

Beberapa nama yang tercantum dalam daftar tersebut ada yang merupakan tokoh pendidikan, jurnalis, dan mantan Menteri Keuangan pada era Presiden Soekarno dalam Kabinet Presidensial.

Salah satu penerima anugerah gelar pahlawan pada tahun 2019, yakni Almarhumah Rohana Kuddus merupakan seorang aktivis sekaligus jurnalis perempuan asal Sumatra Barat. Almarhumah memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama di bidang pendidikan.

Baca juga: Presiden Jokowi Anugerahi Enam Pahlawan Nasional Baru

Jurnalis senior Tempo, Bambang Harymurti, mengatakan sangat setuju Rohana Kuddus diberi gelar pahlawan nasional.

Menurut Bambang, Rohana merupakan pionir wartawati yang harus kita hargai dan seharusnya dari dulu digelari pahlawan.

“Saya pernah ke rumahnya Rohana Kuddus di Sumatera Barat,” kata Bambang kepada satuharapan.com di Perpustakaan Nasional RI Jl. Medan Merdeka Selatan No.11, Jakarta Pusat, Jumat (8/11).

Bambang menilai, Rohana dapat membuat masyarakat menyampaikan pendapat di kala itu. Pada zaman itu pendapat seolah-olah hanya datang dari kalangan atas. Seolah-olah pendapat dari masyarakat itu berbahaya.

“Tapi beliau mengambil risiko itu. Dia punya pilihan. Dia dari keluarga kaya yang dapat hidup enak, dia bisa saja hidup enak, tapi dia memilih pilihan kehidupan yang lebih berisiko karena dia merasa itu lebih baik untuk bangsanya, buat warganya. Pilihan itu tidak enteng kita perlu menghargai,” kata Bambang.

Baca juga: Wartawati Pertama Indonesia Digelari Pahlawan Nasional

Atmadji Sumarkidjo, eks jurnalis Sinar Harapan dan Suara Pembaruan, merasa bangga bahwa pemerintah Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada salah satu pelopor jurnalistik Indonesia.

“Saya harapkan ini memberikan inspirasi kepada para generasi muda bahwa penghargaan itu datang dengan sendirinya kalau kita konsisten dengan perjuangan kita dengan kebenaran yang kita bawakan,” kata Atmadji.

Atmadji berpesan agar jurnalis generasi milenial harus tetap berjuang meskipun medianya beda, tantangannya sudah amat jauh tidak sama dengan masa lampu, tetapi kebenaran dan pembelaan terhadap rakyat itu harus tetap sama.

“Itu mottonya, kalau anda sudah lupakan kebenaran, maka itu jurnalistik sudah mati,” kata Atmadji.

Cambuk Bagi Generasi Sekarang

Sementara itu, Abdul Manan, Ketua Umum AJI Indonesia menilai pemberian gelar Pahlawan kepada Rohana ini adalah momentum yang bagus.

Menurutnya, inisiatif yang patut dihargai bahwa pemerintah memberikan penghargaan kepada wartawan perempuan pertama dan mendapat gelar penghargaan nasional. Hal ini berati memberikan apresiasi terhadap apa yang dilakukan oleh Rohana yang terkait dengan pekerjaan-pekerjaan jurnalistiknya.

“Tentu saja dengan penganugrahan ini akan membuat nama Rohana lebih banyak dikenal sebagai wartawan dan dengan begitu memberikan kesempatan pada publik untuk belajar dari Rohana tentang prinsip-prinsip jurnalisme yang sudah dia lakukan bahkan jauh sebelum era kemerdekaan,” kata Abdul Manan.

Abdul Manan mengatakan selain nama Rohana akan lebih dikenal, prinsip-prinsip dan nilai-nilai perjuangan dia terkait dengan jurnalisme akan membuat lebih banyak dikenal dan otomatis semangatnya juga akan diwariskan.

Dengan begitu memberikan pesan yang jelas, kata Abdul Manan, bahwa bahkan dalam sejarah perempuan bergerak dalam bidang jurnalisme bukan sesuatu yang baru. Seharusnya ini dapat menjadi cambuk juga buat generasi sekarang terutama untuk perempuan berkarir lebih serius sebagai wartawan itu bahwa sudah ada presedennya.

“Dulu ada wartawan yang sangat hebat, wartawan perempuan yang bahkan mungkin dalam konteks waktu itu menghadapi dan mengatasi pandangan umum bahwa pekerjaan wartawan itu secara prinsip tidak cocok bagi perempuan tapi Rohana memberikan inspirasi bagi generasi sekarang untuk berkiprah sebagai wartawan. Gender itu bukan sebuah isu lagi,” katanya.

Melawan Ketidakadilan

Dua tahun menanti sejak diusulkan pada 2017, akhirnya pemerintah secara resmi menobatkan gelar Pahlawan Nasional kepada Rohana Kuddus wartawati pertama asal Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang mendirikan surat kabar Sunting Melayu.

Terlahir dari pasangan Muhammad Rasyad Maharaja dan Kiam pada 20 Desember 1884, Rohana merupakan perempuan Minang yang berjuang mengangkat harkat kaumnya yang ketika itu masih terpinggirkan.

Ia merupakan tokoh yang menjadi pelopor pergerakan perempuan pada masanya, fokus berjuang melawan ketidakadilan pada kaumnya pada masa itu.

Apalagi pada eranya, perempuan masih identik dengan urusan domestik yakni sumur, dapur, dan kasur, sedangkan pendidikan merupakan hal tabu.

Atas hal itu di kampungnya di Koto Gadang, sosok yang akrab disapa One berinisiatif membuka sekolah dan mengajar anak-anak membaca dan mengaji.

Ia pun mendirikan perkumpulan Kerajinan Amai Setia sebagai tempat pendidikan kaum perempuan di Koto Gadang pada 11 Februari 1911.

Lewat perkumpulan tersebut derajat kaum perempuan mulai terangkat karena menjadi tempat belajar menulis dan membaca, berhitung, keterampilan rumah tangga, agama dan akhlak, kepandaian tangan, menjahit dan menggunting, hingga menyulam, sebagaimana dikutip dalam Buku Rohana Kuddus yang ditulis Fitriyanti.

Sejak saat itu, perkumpulan Kerajinan Amai Setia menjadi lembaga yang berhasil mengangkat harkat perempuan menjadi lebih terdidik.

Kerajinan Amai Setia juga berkembang menjadi usaha dagang hasil produksi perempuan dan pusat kerajinan rumah tangga di Koto Gadang.

Lembaga tersebut terus membesar hingga mendapatkan pinjaman modal dari bank, dan juga menjadi wadah simpan pinjam untuk perempuan dalam mengembangkan usahanya.

Akrab

Sejak kecil Rohana sudah akrab dengan surat kabar karena ayahnya saat bertugas di Talu, Pasaman membelikannya surat kabar untuk terbitan Medan, yaitu Berita Kecil.

Ketika itu sebagaimana dikutip dari Tamar Jaya dalam Rohana Kuddus Riwayat Hidup dan Perjuangannya menulis setiap sore, Rohana kecil pergi ke tempat orang ramai berkumpul lalu membacakan surat kabar.

Bahkan, saat Rohana berusia delapan tahun dan ditugasi mengasuh kedua adiknya, ia membaca surat kabar dengan lantang yang merupakan sesuatu yang luar biasa ketika itu karena hampir tak ada anak perempuan yang pandai membaca.

Kedekatan Rohana dengan surat kabar menjadikan ia sebagai jurnalis perempuan pertama di Nusantara sekaligus pelopor media massa perempuan dengan mendirikan surat kabar Sunting Melayu pada 10 Juli 1912.

Penulis Sunting Melayu juga adalah kaum perempuan yang saat itu pendiriannya bekerja sama dengan Pimpinan Surat Kabar Utusan Melayu Dt St Maharaja.

Kiprah Rohana membuka cakrawala baru dalam dunia jurnalistik sehingga ia tidak hanya dikenal sebagai sosok yang cakap mengajar namun juga tajam dalam menulis.

Selain itu, ia berhasil mengubah pandangan bahwa dunia jurnalistik ketika itu adalah dunia kaum lelaki.

Melalui surat kabar, Rohana berjuang menyebar ide dan gagasan untuk mengeluarkan kaum perempuan dari keterbelakangan dan ketidakadilan, termasuk di bidang pendidik.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home