Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 16:27 WIB | Selasa, 08 November 2016

Kadin Dorong Transparansi Kolaborasi Ekonomi CEPA

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani. (Foto: kadin-indonesia.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong transparansi dalam kolaborasi pembahasan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) yang sedang dibicarakan antara RI dan Uni Eropa.

"Kadin percaya bahwa negosiasi CEPA menyediakan kesempatan untuk bekerja bersama-sama melalui isu-isu relevan yang menyediakan transparansi dan pemahaman yang lebih besar bagi setiap pihak yang terlibat," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, hari Selasa (8/11).

Rosan juga mengemukakan, bahwa dalam masyarakat demokratis seperti Indonesia, proses negosiasi CEPA tentu tidak akan selesai dalam semalam saja, tetapi membutuhkan banyak waktu. Untuk itu, perlu upaya yang besar untuk menyosialisasikan proses negosiasi dan kesepakatan dengan seluruh pemangku kepentingan.

"Kami percaya bahwa dengan semangat yang kuat terhadap keterbukaan dan transparanis akan memuluskan jalan untuk penandatanganan perjanjian internasional itu," katanya.

Kadin juga percaya bahwa perdagangan antara RI-EU seharusnya berjalan di atas kerangka yang stabil, seimbang, serta berjangka panjang yang meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi pada masa mendatang.

CEPA dengan EU diharapkan dapat memperkuat sektor swasta Indonesia, khususnya usaha kecil dan menengah, melalui transfer pengetahuan dan keahlian teknis produksi, inovasi, serta jasa dan produk berkualitas tinggi.

Sebelumnya, Rachmi Hertanti juga mengatakan, pihaknya mendesak negara anggota ASEAN agar jangan sampai membuat perjanjian perdagangan bebas dalam Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang berpotensi menghilangkan hak publik karena ada mekanisme gugatan dari pihak swasta kepada negara.

"Desakan ini didasari atas adanya kemungkinan masuknya satu proposal perundingan yang mengijinkan investor asing untuk menggugat pemerintah di pengadilan internasional atau dikenal dengan mekanisme `Investor-State Dispute Settlement` (ISDS)," katanya.

Menurut Rachmi Hertanti, mekanisme ISDS berdampak terhadap hilangnya ruang kebijakan yang dimiliki negara, karena bila ada kebijakan negara yang dianggap merugikan investor asing, kebijakan itu digugat investor.

Ia mengingatkan, dengan ISDS maka investor asing dapat menggugat negara ke lembaga arbitrase Internasional untuk menuntut pembayaran kerugian yang timbul, yang nilainya mencapai miliaran dolar AS.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Aria Bima mengatakan, perjanjian perdagangan internasional yang melibatkan Republik Indonesia harus selaras dengan kemampuan bangsa.

Oleh karena itu, menurut Aria, pihak dunia usaha juga diharapkan dapat memberikan penjelasan secara terperinci mengenai dampak perjanjian dagang tersebut terhadap ekonomi domestik.(Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home