Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 21:30 WIB | Senin, 04 Agustus 2014

Kadisdukcapil: Pendatang di Jakarta Hanya Silau karena Sinetron

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, Purba Hutapea. (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Kadisdukcapil) DKI Jakarta, Purba Hutapea menduga banyaknya pendatang karena Jakarta masih diangap menarik. Terlebih, didukung banyaknya acara televisi yang hanya menggambarkan kemewahan dan gemerlap Jakarta dianggap punya pengaruh besar.

“Jakarta itu masih diangap menarik bagi pendatang. Apalagi stasiun televisi setiap hari menggambarkan kemewahan misalnya di sinetron kita, kan jarang yang menggambarkan kesulitan hidup, jadi pendatang terpengaruh juga oleh faktor-faktor halusinasi seperti itu,” kata Purba yang ditemui wartawan usai Rapat Pimpinan (Rapim), di Balai Kota, Senin (4/8).

Dia menambahkan, mungkin pendatang juga berpikir di Jakarta itu upahnya tinggi, beda dengan upah di desa. Padahal biaya hidup juga tinggi, akan tetapi pendatang hanya melihat upah yang tinggi saja, tidak berpikir sejauh itu.

“Kedatangan orang daerah ke Jakarta pasti terkait dengan kekerabatan dalam arti positif, yaitu tinggal di rumah kerabatnya. Mungkin karena di desa sudah tidak punya tanah lagi, tanahnya dijual, sementara mendapatkan pekerjaan sulit, upahnya juga rendah,” tutur Purba.

Pendatang Jakarta Meningkat Tahun Ini

Berdasarkan survei lembaga demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tahun ini pendatang yang ke Jakarta sebanyak 68.000, meningkat 31% dari tahun lalu yaitu 52.000. Survei tersebut dilakukan menggunakan metode sampling.

Berdasarkan letak geografisnya, Jakarta merupakan daerah yang sangat terbuka untuk semua orang dari mana saja. Bahkan batas antar daerah saja tidak jelas. Sebab itu, Pemprov DKI  hanya bisa menertibkan saja, sebagai komitmen mengurangi kekumuhan Jakarta.

Berbeda dengan sistem negara bagian, begitu sampai di perbatasan, KTPnya dilihat dari mana, tujuannya ke mana, untuk apa, kalau sudah sampai tinggal di mana, punya biaya hidup berapa, itu seperti sistem di Amerika Serikat. Sayangnya, di Indonesia tidak mungkin seperti itu.

Kerja sama antar pemerintah daerah sudah dilaksanakan sejak 12 tahun lalu, yang disebut 'Mitra Praja Utama'. Kerja sama ini merupakan kerja sama konkrit bidang pertanian, perdagangan, ketenagakerjaan, sosial dan kependudukan. Seluruh gubernur di 10 provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyadarkan warganya agar tidak perlu bermigrasi ke kota lain di sekitar Jakarta.

Pasalnya, ada pula pendatang Jakarta yang justru bermigrasi lagi ke wilayah sekitar Jakarta, yaitu wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek), lantaran ia tidak menemukan kesempatan kerja di Jakarta. Purba menambahkan, selama tiga tahun terakhir ini, pertumbuhan penduduk di Jakarta hanya 1,4 persen, sedangkan Depok sudah 3 persen, Bekasi sudah di atas 2persen.

“Kerja sama itu tidak cukup hanya dengan kata-kata, gubernur juga harus menciptakan lapangan pekerjaan. Misalnya dalam produk pertanian, packaging-nya di daerah, masuk ke Jakarta produknya sudah jadi. Upaya itu pasti bisa menahan orang tetap bekerja di daerah. Selama kesejahteraan di daerah belum tuntas, pendatang masih akan terus ke Jakarta, itu tidak bisa kita cegah, tidak bisa kita usir,” urai Purba.

Pemprov DKI Tidak Memudahkan Pendatang

Tempo hari, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama pernah mengatakan akan memudahkan pendatang untuk mempunyai KTP DKI, dengan catatan, ia harus sudah memiliki tempat tinggal legal yang layak dan punya pekerjaan tetap.

“Bukan berarti Pak Wagub mengundang orang ke Jakarta. Tetapi kenyataannya, Jakarta itu terbuka untuk pendatang dari manapun, dan kita tidak bisa mencegah mereka,” ujar dia.

Menurut Purba, kebanyakan dari pendatang maunya berwirausaha misalnya PKL (pedagang kaki lima) atau tukang ojek. Dia mengakui Jakarta memang butuh sektor informal seperti itu, namun yang ada sekarang sudah penuh. Selain itu, pendatang biasanya maunya kerja di restoran, jadi buruh, lantaran menurut mereka kerjanya lebih jelas jamnya, gajinya cocok, dan ada liburnya.

Sementara tidak banyak pendatang yang mau bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT), karena tidak ada undang-undang yang menjamin. Padahal, sebenarnya PRT ini justru pekerjaan yang paling didukung Pemprov DKI bagi pendatang dengan ekonomi bawah, mengingat PRT akan tinggal di rumah majikannya, sehingga tidak akan menjadi beban sosial Pemprov DKI.

Purba mendukung kawasan industri keluar dari Jakarta, langkah ini diyakini akan mengurangi kekumuhan di Jakarta. Intinya menurut Purba, kalau pendatang ingin mengadu nasib di Jakarta, jangan jadi pengemis, gelandangan, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), PKL di sembarangan tempat, tinggal di pemukiman kumuh di bantaran kali atau kolong jembatan jalan tol, dan hal lainnya yang menjadi beban sosial Pemprov DKI.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home