Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 18:02 WIB | Jumat, 06 Maret 2015

Kangen Rumah

Rumah menjadi sangat penting dan bermakna karena menjadi titik orang bertolak di pagi hari dan tujuan orang pulang di malam hari.
©Stefano Bianchetti/Corbis

SATUHARAPAN.COM – Apakah arti rumah bagi Saudara? Tak sekadar tempat berteduh bukan? Rumah menjadi sangat penting dan bermakna karena menjadi titik orang bertolak di pagi hari dan tujuan orang pulang di malam hari. Kalau memakai istilah Jawa, rumah itu tak ubahnya sangkan paran (asal dan tujuan).

Mudah dipahami mengapa orang berupaya menata rumahnya sebaik mungkin. Ini bukan soal kemewahan. Semuanya itu bertujuan agar rumah menjadi tempat yang membuat para penghuninya betah. Ya, buat apa rumah yang membuat orang gerah.

Setiap penghuni rumah biasanya mempunyai gambaran ideal berkaitan dengan tempat tinggalnya. Pada titik ini, rasa kangen rumah mudah dimaklumi. Mungkin, itu jugalah yang dirasakan Yesus, Sang Guru dari Nazaret, kala pergi ke Yerusalem. Dia hendak pulang ke rumah-Nya—Bait Allah.

Bagi orang Israel, Yerusalem bukanlah kota sembarang kota. Yerusalem berbeda dengan kota-kota lain karena Bait Allah terletak di sana. Kalau kita perhatikan mazmur-mazmur, maka banyak sekali mazmur ziarah yang dinyanyikan orang Israel sewaktu mengunjungi Yerusalem.

Tetapi, rumah-Nya telah berubah jauh dari gambaran ideal. Bait Allah telah menjadi pasar. Bait Allah tidak lagi menjadi tempat di mana orang dapat bertemu Allah dalam kekudusan. Orang memang bertemu, tetapi tidak untuk beribadah, melainkan berjual beli. Dan lazimnya jual beli, mungkin saja terjadi penipuan di sana. Bisa dimaklumi jika Yesus marah dan berkata, ”Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan” (Yoh. 2:16).

Tujuan awal keberadaan para penjual binatang ialah menolong orang agar tidak perlu susah-susah membawa hewan kurban. Sekali lagi, kita perlu ingat bahwa lalu lintas zaman itu tak selancar sekarang. Meski demikian, banyak orang melakukannya. Mereka telah memilih hewannya yang paling baik untuk dipersembahkan kepada Allah.

Nah, di sinilah persoalan muncul. Setiap hewan kurban perlu diperiksa. Petugas-petugas Bait Allah akan menentukan layak tidaknya hewan tersebut. Jika tidak, maka orang tersebut dianjurkan membeli hewan-hewan kurban bersertifikat yang dijual di Bait Allah. Harganya, sesuai prinsip ekonomi, pastilah lebih mahal dari harga pasar. Dan Yesus pastilah tak senang dengan situasi macam begini. Rumah-Nya telah menjadi pasar.

Belum lagi dengan para penukar uang. Sekali lagi, mulanya memang untuk menolong umat. Pada masa itu Bait Allah berhak mengeluarkan uang sendiri. Di Bait Allah, uang yang ada gambar kaisarnya tak boleh digunakan. Jika umat hendak memberi persembahan uang, mereka harus menggunakan uang kudus. Itulah uang resmi yang boleh di gunakan di Rumah Allah. Nah, Bait Allah membuka lembaga penukaran uang. Dan tentu saja ada uang jasa di balik pertukaran itu. Lagi-lagi uang. Ujung-ujungnya duit.

Yang lebih membuat Yesus marah: baik umat maupun imam merasa nyaman-nyaman saja. Mereka merasa tak ada yang salah. Itu berarti mereka tak lagi menghormati kekudusan Tuhan. Itulah alasan Yesus mengusir semua pedagang di Bait Allah itu.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home