Kapolri Tanggapi Petisi Pembunuhan Salim Kancil
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Badrodin Haiti menanggapi secara tertulis petisi di laman change.org yang ditujukan pada dirinya, terkait pembunuhan petani sekaligus peggiat lingkungan Salim Kancil asal Lumajang Jawa Timur.
"Hari ini Kapolri Badrodin Haiti menyampaikan tanggapannya secara tertulis terkait petisi yang ditujukkan pada dirinya, terkait pembunuhan petani sekaligus aktivis lingkungan Salim Kancil," kata Direktur komunikasi change.org Indonesia Desmarita Murni dalam keterangan tertulisnya, di terima di Jakarta, hari Kamis (1/10).
Dalam tanggapannya tersebut, Kapolri Badrodin mengaku telah memerintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan yang menewaskan seorang petani bernama Salim Kancil (52) dan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat terhadap Tosan (51) di Lumajang, Jawa Timur.
"Saya juga telah meminta Kapolda Jawa Timur untuk bergerak cepat menangkap aktor intelektual di balik peristiwa tersebut. Saat ini, Polda Jawa Timur telah menetapkan 22 orang tersangka," kata Badrodin dalam tanggapannya.
Untuk mempercepat proses penyidikan kasus ini, lanjut Badrodin, Mabes Polri telah mengirimkan bantuan personel ke Polda Jawa Timur dan Polres Lumajang.
Selain mendapatkan masukan untuk mendorong kepolisian segera menindak para pelaku, Badrodin juga mengaku mendapatkan informasi bahwa kepolisian lambat bertindak, anggota Polri ada yang terlibat, ancaman terhadap korban pernah dilaporkan ke Polisi tetapi tidak ditanggapi dan sebagainya.
"Untuk kepentingan tersebut, saya sudah perintahkan Kadiv Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri untuk mengecek kebenaran informasi tersebut, dan menindak anggota Polri yang salah atau lalai," ujarnya.
Badrodin juga meminta kepada masyarakat yang mempunyai data dan informasi terkait kasus tersebut supaya disampaikan kepada Polri, baik di Polda Jatim atau Mabes Polri, agar Polri bisa mengungkap aktornya.
Petisi yang berjudul "Pak Badrodin, Tangkap Para Pembunuh Salim Kancil" tersebut dimulai oleh Siti Maimunah yang mewakili Tim Kerja Perempuan dan Tambang (TKPT) pada Selasa (29/9). Hingga hari Kamis ini (1/10) pukul 14.30 WIB, petisi tersebut telah didukung oleh lebih dari 38 ribu tandatangan.
"Pembunuhan keji Salim Kancil bukan kriminal biasa, tapi pembunuhan berencana yang dipicu penolakan warga terhadap penambangan pasir besi. Kejadian ini berpotensi terulang," kata Siti Maimunah dalam petisinya.
Dari informasi yang dihimpun Antara, hingga saat ini jumlah tersangka kasus penganiayaan yang menyebabkan Salim Kancil meninggal dunia di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang tersebut berjumlah 22 orang.
Dari 22 tersangka, 20 tersangka di antaranya ditahan dan dua tersangka lain tidak ditahan karena masuk kategori anak-anak yakni berusia 16 tahun.
Peristiwa pembunuhan terhadap Salim Kancil dan penganiayaan terhadap Tosan terjadi di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada Sabtu (26/9).
Salim Kancil dan Tosan yang menolak penambangan pasir ilegal di desa tersebut, dikeroyok oleh sejumlah preman setempat hingga tewas dan luka berat.
Salim Kancil dan Tosan adalah aktivis Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa yang menolak penambangan pasir karena dinilai dapat merusak lingkungan.
Menteri Agraria Minta Penambaman Dihentikan
Sementara itu Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan, meminta pemerintah daerah menutup dan menghentikan aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar, Lumajang, Jawa Timur, setelah terbunuhnya Salim Kancil.
"Penanganan polisi yang harus berlangsung. Menghentikan proses penggalian. Jika ada bukti, (penambangan) harus dibatalkan," kata Menteri Ferry usai mengisi Seminar Nasional "Masa Depan Pertanian Nasional dalam Jeratan Labirin Agraria" di Auditorium Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, hari Kamis (1/10).
Menurut dia, tidak boleh ada kelompok manapun yang melakukan pemanfaatan lahan yang berujung bencana. Pemanfaatan lahan harus memenuhi aspek nilai ekonomi, kesejahteraan, dan ketenteraman masyarakat.
"Harus begitu. Tidak boleh ada pemanfaatan lahan mendatangkan bencana dan ketakutan," jelasnya.
Politikus Partai NasDem ini mengatakan, mengungkap pelaku penganiayaan, seperti dalam kasus Salim Kancil, saja akan tidak cukup. Oleh karena itu, perlu ada pencabutan ijin operasi perusahaan dari pemda setempat.
"Pengusutan ada penganiayaan saja enggak utuh. Gak fair. Cabut izinnya. Jika sudah diproses, (perusahaan) harus ganti rugi," katanya.
Komnas HAM Turunkan Tim Investigasi
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku segera turun melakukan investigasi terhadap kasus ini.
"Kami sudah menerima surat pengaduan dan kronologis terbunuhnya Salim Kancil dari tim yang mendampingi korban. Komnas HAM akan turun ke Lumajang," kata anggota Komnas HAM M. Nurkhoiron saat dihubungi per telepon dari Lumajang, Kamis.
Menurut dia, investigasi tersebut akan dilakukan secara menyeluruh dengan meminta keterangan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang tersebut.
"Komnas HAM akan melakukan penyelidikan secara serius, imparsial, dan objektif kepada semua pihak, baik keluarga korban, pelaku, aparat kepolisian, kepala desa, dan beberapa saksi yang mengetahui kejadian tersebut," tuturnya.
Apabila kasus terbunuhnya Salim Kancil itu dilakukan oleh aktor negara, maka pelaku melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Ada dua jenis pelanggaran HAM kategori berat sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 yakni kejahatan kemanusiaan dan genosida (perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, ras, agama)," ucap pria kelahiran Malang 15 Januari 1974 itu.
Dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang Lumajang itu, ia melihat telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atas kehilangan hak untuk hidup.
Berdasarkan kronologis kejadian yang dikirim kepada Komnas HAM, pria yang akrab disapa Khoiron itu menilai kasus yang dialami Salim Kancil merupakan pelanggaran HAM berat kategori kejahatan kemanusiaan.
"Semua bukti akan kami kumpulkan dari penyelidikan di lapangan secara komprehensif, kemudian dilakukan kajian dan hasilnya akan diterbitkan dalam bentuk rekomendasi akhir," paparnya.
Rekomendasi itu akan ditujukan kepada sejumlah pihak seperti aparat kepolisian yang kini sudah menangani kasus tersebut dan Pemerintah Kabupaten Lumajang terkait dengan izin penambangan. (Ant)
GKI Sinwil Jabar Harapkan Pilkada Asyik dan Penting
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sinode Wilayah Jawa Barat berkomitmen mewu...