Loading...
SAINS
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 00:28 WIB | Minggu, 12 April 2020

Kartini Kendeng Karantina Corona

Perempuan petani JM-PPK menyatakan sikap atas belum dijalankannya KLHS I-II Kendeng dalam aksi “Kartini Kendeng Karantina Corona” di jalan tambang pabrik Semen Indonesia (SI) di Rembang, Sabtu (11/4). (Foto: JM-PPK)

REMBANG, SATUHARAPAN.COM – Sebagai upaya mengingatkan kembali kepada Pemerintah, pada Sabtu (11/4) perempuan petani Kendeng yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang berada di wilayah Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem-Rembang, menggelar aksi “Kartini Kendeng Karantina Corona”.

Sebagaimana aksi yang dilakukan Kartini Kendeng tahun lalu dengan aksi “Kartini Kendeng Ngalungi Indonesia”, aksi tersebut sebagai bentuk protes sekaligus keprihatinan atas belum dijalankan oleh pemangku negeri ini baik pusat maupun daerah.

Tepat tiga tahun lalu,  12 April 2017 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng pertama kali dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia atas wilayah Pegunungan Kendeng, khususnya yang berada di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Rembang.

KLHS Kendeng meliputi wilayah dua provinsi yaitu Jawa Timur (Kabupaten Lamongan, Bojonegoro, dan Tuban) serta Jawa Tengah (Kabupaten Rembang, Blora, Grobogan dan Pati) merupakan perintah Presiden RI yang lahir setelah bertemu Petani Kendeng pada tanggal 2 Agustus 2016 di Istana Negara Jakarta.

KLHS tahap I-II dengan kajian khusus pada Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih yang berada di Kabupaten Rembang merekomendasikan: 

  1. CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung dan ditetapkan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).
  2. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), baik di tingkat Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah, dan tingkat nasional perlu direvisi dengan mengedepankan asas keterbukaan dan melibatkan peran serta masyarakat.
  3. Selama proses penetapan status CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung atau KBAK (Kawasan Bentang Alam Karst) dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu sistem akuifer.
  4. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah harus terbuka kepada publik terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencakup nama perusahaan, lokasi, luas, dan masa berakhir izin.
  5. Penambangan direkomendasikan dihentikan sementara hingga adanya penetapan status CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung atau KBAK.
  6. Pemerintah Jawa Tengah juga harus menghentikan penerbitan IUP baru yang akan beroperasi di CAT Watuputih dan sekitarnya.
  7. Perusahaan yang telah memiliki IUP namun belum menambang, alternatif lokasi penambangan disesuaikan dengan perubahan RTRW Kabupaten Rembang.

“Kami Kartini Kendeng melakukan aksi “Kartini Kendeng Karantina Corona” di jalan tambang pabrik Semen Indonesia (SI) di Rembang untuk menyampaikan beberapa hal penting mengenai perkembangan perjuangan kami, yang ternyata memiliki irisan penting dengan kondisi hari ini terkait fenomena Covid-19. Bahwa, di tengah upaya dunia menekan penyebaran virus corona, pemerintah melalui Kementerian BUMN, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Rembang, dan Semen Indonesia Group justru terus melaju dalam upaya menghancurkan Pegunungan Kendeng, habitat asli jutaan kelelawar yang memiliki keterkaitan erat sebagai asal usul virus corona yang tengah mewabah,” jelas narahubung Sukinah dalam keterangan tertulisnya kepada satuharapan.com, Sabtu (11/4).

Sukinah menambahkan rencana yang dimaksud, bahwa pada Kamis (9/4) dilakukan seremoni penandatanganan perjanjian pendirian perusahaan patungan PT. SI (Semen Gresik) dengan 6 BUMDes sekitar pabrik semen Rembang. Seremoni itu dihadiri oleh Menteri BUMN, Gubernur Jateng, dan Direktur utama Semen Indonesia Group.

“Bagi kami, ini adalah sinyalemen kuat bahwa kedepannya, penghancuran ekosistem Pegunungan Kapur Purba Kendeng akan semakin masif. Bagi kami pula, pelibatan BUMDes sekitar pabrik semen Rembang merupakan legitimasi masyarakat yang palsu, karena ujung dari pendirian perusahaan itu tentu hanya akan bicara soal keuntungan finansial, dan bukan keadilan lingkungan yang menjadi kerisauan utama kami warga penolak pabrik semen,” imbuh Sukinah.

Di tengah krisis Covid-19 ini, Sukinah menandaskan bahwa seharusnya seluruh pihak (pemerintah dan pihak korporasi semen) berpikir untuk menekan risiko sekecil apapun, baik yang terjadi saat ini maupun yang potensial terjadi di masa mendatang. Namun, dia melihat pemerintah ternyata bersikap abai dan justru melanggengkan perusakan ekosistem. Hal itu tercermin dari kondisi faktual di Kendeng. Di Rembang kondisi faktualnya dalam rupa sinyalemen pemerintah dan PT. SI beserta kondisi faktual penambangan dan aktivitas pabrik semen di Rembang. Sementara di Kabupaten Pati, Sukinah menyoroti bahwa masih terus beroperasinya berbagai praktik penambangan di dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Sukolilo maupun di luar kawasan namun menurut KLHS Pegunungan Kendeng, menunjukkan kesesuaian dengan kriteria KBAK.

Dalam hal fenomena Covid-19, berbagai peneliti telah menyampaikan bahwa  kelelawar dan kerusakan habitat spesies liar yang telah menjadi penyebabnya. Bahkan sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa industrialisasi di Wuhan dan Tiongkok, ternyata memberi dampak yang buruk. Berkaca pada kerentanan tersebut, Sukinah memaparkan bahwa posisi Pegunungan Kendeng sebagai habitat asli kelelawar dan spesies-spesies liar lainnya menjadi mendesak (urgent) untuk dilindungi dari kerusakan. Ini sebagai langkah preventif dari munculnya corona-corona lain di kemudian hari.

“Di Kendeng ini, wargalah yang akan menjadi pihak pertama merasakan (dampak kerusakan lingkungan). Eksploitasi tambang dan pabrik semen merupakan pihak yang paling non-social distancing, tambang dan pabrik semen harusnya menjadi pihak pertama yang dilakukan lockdown,” pungkas Sukinah.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home