Kebijakan 2 Anak di Tiongkok Tak Akan Picu Ledakan Penduduk

BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Pelonggaran kebijakan satu anak di Republik Rakyat Tiongkok untuk memperbolehkan semua pasangan menikah memiliki dua anak hanya akan mengakibatkan peningkatan pertumbuhan penduduk relatif kecil, menurut sebuah studi yang diumumkan Jumat (14/10).

Studi tersebut, seperti diberitakan voaindonesia.com mengutip dari AP, merekomendasikan pemerintah untuk meningkatkan usia pensiun untuk mengatasi kemungkinan kekurangan tenaga kerja.

Dengan penduduk 1,37 miliar, Tiongkok saat ini merupakan negara berpenduduk terbesar di dunia. Jumlah itu akan memuncak menjadi 1,45 miliar pada tahun 2029, dibandingkan dengan puncak 1,4 miliar pada tahun 2023 jika kebijakan "satu anak" masih diberlakukan, menurut studi yang dipublikasikan di jurnal medis Lancet itu.

Studi tersebut mengasumsikan tingkat fertilitas total, atau jumlah kelahiran per perempuan, akan meningkat dari 2,01 di daerah pedesaan dan 1,24 di wilayah perkotaan menjadi masing-masing 2,15 dan 1,67. Tingkat fertilitas total pada 2030 diperkirakan mencapai 1,81.

Namun, Cai Yong, ahli demografi dari University of North Carolina di AS yang tidak terlibat dalam studi tersebut, mengatakan proyeksi tingkat kelahiran 1,81 pada 2030 terlalu optimistis.

Tingkat kelahiran rendah di Tiongkok "tidak lagi merupakan hasil kebijakan yang membatasi", menurut pendapat Cai. Itu karena penduduk Tiongkok memang lebih memilih menggunakan sumber daya yang mereka miliki untuk mempunyai satu anak "yang berkualitas" daripada anak banyak. Mereka juga semakin menunda atau bahkan tidak menikah dan memiliki anak sama sekali, kata Cai.

Para peneliti makalah Lancet di Inggris dan Tiongkok merekomendasikan pemerintah untuk meningkatkan usia pensiun 50 atau 55 untuk perempuan dan 60 untuk laki-laki, meningkatkan uang pensiun dan mendorong praktik tradisional dimana tiga generasi tinggal dalam satu atap. (voaindonesia.com)

Editor : Sotyati