Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:28 WIB | Senin, 01 Februari 2016

Kecurangan Pilkada Nabire

Ilustrasi spanduk ajakan dari KPU Nabire, pada pilkada kabupaten Nabire 2015 (Foto; tabloidjubi.comJubi/Markus You)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pasangan calon Bupati Nabire Decky Kayambe dan Adauktus Takerubun, memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK), untuk dapat menyidangkan gugatan keberatan terhadap perselisihan hasil pemilu kepala daerah di Kabupaten Nabire, yang dinilai adanya praktik kecurangan.

"Kecurangan terjadi, terutama di dua distrik atau kecamatan, yakni distrik Dipa dan Distrik Siriwo yang diduga dilakukan oleh aparat sipil negara," kata Decky Kayambe yang didampingi Sekretaris Tim Sukses Nikolaus Dogomo, di Jakarta, Minggu (31/1).

Decky menjelaskan, di kedua distrik tersebut terjadi kecurangan cukup masif, yakni pada saat sidang pleno tingkat distrik, blanko C1-KWK atau C1 Berhologram, diambil oleh oknum anggota polisi dari petugas Panitia Pemilihan Distrik (PPD) dalam keadaan masih kosong, kemudian diisi oleh oknum dan diserahkan kepada KPU Kabupaten Nabire.

Decky Kayambe dan tim suksesnya menilai, tindakan oknum anggota polisi itu menyalahi aturan dan blanko C1-KWK yang diisi sendiri tidak sah, karena tidak ada tanda tangan tim sukses dan saksi.

Karena itu, kata dia, rekapitulasi suara di Distrik Dipa dan Distrik Siriwo, yang benar dilakukan menggunakan blanko berhologram asli model DAA-KWK, yang direkap langsung dari perolehan suara di tiap tempat pemungutan suara (TPS).

Sekretaris Tim Sukses Pasangan Decky Kayambe-Adauktus Takerubun, Nikolaus Dogomo, menambahkan rekapitulasi hasil suara berdasarkan perolehan suara dari tiap TPS, pasangan Decky dan Adauktus memang di kedua distrik tersebut.

Berdasarkan rekap suara yang menggunakan blanko DAA-KWK di kedua distrik tersebut, menurut Nikolaus, maka

perolehan suara total pasangan Decky-Adauktus di 15 distrik di Kabupaten Nabire adalah 59.549 suara, sedangkan perolehan suara pasangan incumbent Isaias Douw dan Amrullah Hasyim 56.607 suara.

Menurut Decky, pada sidang pleno KPU Kabupaten Nabire, pada 17 Desember 2015, KPU malah mengakui hasil rekapituasi suara pada blanko C1-KPK, yang dinilai diserahkan oknum dan tidak mengakui hasil rekapitulasi perolehan

dalam banko DAA-KWK yang disampaikan oleh petugas PPD.

"Sidang pleno tersebut menjadi ricuh, karena petugas PPD dari dua distrik itu didesak untuk menyetujui hasil rekapitulasi suara pada blanko C1-KWK yang perolehan suaranya berbeda dengan rekapitulasi suara pada blanko DAA-KWK," katanya.

Decky menambahkan, persoalan lain muncul ketika dirinya bersama timnya mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilu (PHP) ke MK di Jakarta, pada 18 Desember 2015, karena dinilai waktu pengajuan gugatannya sudah terlambat 40 menit dari batas waktu yang ditetapkan.

Dia menjelaskan, pengumpulan dokumen-dokumen seperti form C1, yakni rekapitulasi suara di tingkat TPS, form C1 plano, dan lain-lain membutuhkan waktu.

"Apalagi, transportasi di Nabire cukup sulit," katanya.

Karena itu, Decky dan tim suksesnya, memohon MK dapat menyidangkan gugatan keberatan perselisihan hasil pemilu kepala daerah di Nabire. (Ant)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home