Keluarga Soekarno Tidak Akan Menuntut Terkait TAP MPRS XXXIII
MPR RI Serahkan Surat Tak Berlakunya TAP MPRS XXXIII ke Keluarga Soekarno
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Putra Sulung Presiden Pertama RI Soekarno, Guntur Soekarnoputra, mewakili keluarga Soekarno mengatakan pihaknya tidak akan mempersoalkan dan menuntut soal terbitnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
"Kami sekeluarga telah bersepakat tidak akan mempersoalkan, apalagi menuntut ketidakadilan di muka hukum terhadap apa yang pernah dialami Bung Karno tersebut pada saat ini," kata Guntur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, hari Senin (9/9).
Hal itu disampaikannya dalam acara Silaturahmi Kebangsaan sekaligus penyerahan surat pimpinan MPR kepada keluarga Soekarno dan Menteri Hukum dan HAM tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
Sebaliknya, dia mengatakan bahwa pihaknya menginginkan rehabilitasi nama baik Soekarno atas tuduhan pengkhianatan terhadap bangsa dengan mendukung Gerakan 30 September (G30S) PKI tahun 1965.
"Keinginan tersebut bukan hanya bagi nama baik Bung Karno di mana anak-anak, cucu-cucu dan cici-cicitnya, tetapi lebih penting dari itu semua adalah bagi kepentingan pembangunan mental dan karakter bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa ini," tuturnya.
Dia menuturkan bahwa pihaknya harus menunggu selama 57 tahun lamanya demi terbitnya keadilan atas pendongkelan Soekarno sebagai presiden dan tuduhan terkait dengan G30SPKI dalam TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 itu, hingga akhirnya surat pimpinan MPR tentang tidak berlakunya TAP MPRS tersebut keluar tahun ini (2024).
"Faktanya kami telah menunggu dan menunggu selama lebih dari 57 tahun enam bulan alias 57 tahun setengah akan datangnya sikap perikemanusiaan dan keadilan sesuai dengan Pancasila yang mana termaktub sila kemanusiaan yang adil dan beradab dari lembaga MPR kepada Bung Karno," katanya.
Bahkan, dia mengatakan bahwa pendongkelan Soekarno dari kursi presiden tersebut merupakan perkara biasa, sebab menuntut dia tampuk kekuasaan memang memiliki batas dalam demokrasi.
"Bagi kami keluarga besar Bung Karno dan bagi rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno, perihal Bung Karno harus berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia adalah perkara biasa, karena memang kekuasaan seorang presiden Indonesia harus ada batasnya, tidak peduli siapapun dia Presiden Indonesia itu, memang harus ada batasnya," katanya.
Dia menyebut yang justru tidak dapat diterima oleh pihaknya ialah alasan pemberhentian Presiden Soekarno karena dituduh mengkhianati bangsa dan negara dengan memberikan dukungan terhadap pemberontakan G30S/PKI pada 1965.
"Tuduhan keji yang tidak pernah dibuktikan melalui proses peradilan apapun juga seperti itu telah memberikan luka yang sangat mendalam bagi keluarga besar kami, maupun rakyat Indonesia yang patriotik dan nasionalis yang mencintai Bung Karno sampai ke akhir zaman," katanya.
Menurut dia, tuduhan tersebut tidak masuk nalar dan logika akal sehat. "Bagaimana mungkin seorang proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia mau melakukan pengkhianatan terhadap negara yang ia proklamasikan sendiri kemerdekaannya?".
Meski demikian, dia mengatakan bahwa pihaknya telah memaafkan pendongkelan Soekarno dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya selama ini. Ia berharap apa yang dialami Soekarno tidak terjadi lagi di kemudian hari sebab semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di mata hukum.
"Atas dasar pertimbangan tersebut dan demi persatuan serta kesatuan bangsa dan demi masa depan generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, kami sekeluarga telah bersepakat untuk memaafkan semua yang terjadi di masa lalu, menyangkut perlakuan terhadap diri Bung Karno dan keluarganya," ujarnya.
Dia pun menilai penyerahan surat tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 oleh pimpinan MPR RI kepada keluarga Soekarno dan Menkumham, terbitnya Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012, serta pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Istana Negara tanggal 7 November 2022 menggugurkan tuduhan yang dialamatkan ke Soekarno selama ini.
"Tuduhan terhadap Bung Karno telah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara telah tidak terbukti dan gugur demi hukum, sekali lagi tidak terbukti dan gugur demi hukum. Hal tersebut kami pandang sebagai ikhtiar kita untuk menghapus stigma buruk kepada seorang proklamator dan bapak bangsa kita sendiri, serta untuk membangun rekonsiliasi nasional demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," kata dia.
MPR Serahkan Surat Tak Berlakunya TAP MPRS XXXIII ke Keluarga Soekarno
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, menyerahkan surat pimpinan MPR RI tentang tidak lanjut tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno kepada keluarga Presiden Pertama RI Soekarno dan Menkumham Supratman Andi Agtas.
"Saudara-saudara yang hadir pada pagi hari ini akan menjadi saksi sejarah secara langsung untuk mengikuti acara penyerahan surat pimpinan MPR RI kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia serta kepada keluarga besar Bung Karno perihal tindak lanjut tidak berlakunya TAP MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno," kata Bamsoet, sapaan karib Bambang Soesatyo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, hari Senin (9/9).
Surat tersebut diserahkan langsung kepada sejumlah anak Soekarno yang hadir, di antaranya Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Guntur Soekarnoputra, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Bamsoet menjelaskan bahwa MPR telah menerima Surat Menteri Hukum dan HAM perihal tidak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Pimpinan MPR telah merespons surat tersebut dengan membawa dan membahasnya dalam rapat pimpinan MPR pada 23 Agustus 2024.
"Sesuai dengan hasil keputusan rapat pimpinan MPR yang telah ditandatangani 10 orang pimpinan MPR tersebut, kami telah bersepakat untuk menjawab secara resmi kelembagaan Surat Menteri Hukum dan HAM tersebut, yang isinya sebagaimana telah dibacakan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal MPR RI Ibu Siti Fauzia tadi," katanya.
Meski sudah dicabut, Bamsoet menyadari ada persoalan psikologis dan politis terkait tuduhan kepada Presiden Soekarno telah mendukung pemberontakan dan pengkhianatan Gerakan 30 September (G30S) PKI pada tahun 1965.
"TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan," katanya.
Di sisi lain perintah kepada Pejabat Presiden untuk menyelesaikan persoalan hukum Bung Karno atas tuduhan tersebut sebagaimana termaktub pada Pasal 6 TAP MPRS Nomor XXXIII/MPR/1967 tidak pernah dilaksanakan hingga yang bersangkutan wafat pada tahun 1970.
Ia lantas menjelaskan bahwa terdapat prinsip hukum berlaku Omnis Idemnatus pro innoxio legibus habetur atau setiap orang yang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945.
"Dengan demikian, secara yuridis tuduhan tersebut tidak pernah dibuktikan di hadapan hukum dan keadilan, serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum," katanya.
Selain itu, katanya, Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono juga telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012 yang menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Soekarno, dengan salah satu syarat pemberian gelar tersebut, yaitu setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara.
Termasuk pada tahun 2022, Presiden Joko Widodo telah menegaskan Soekarno dinyatakan telah memenuhi syarat setia, tidak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan, sebagaimana gelar Pahlawan Nasional yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Artinya seseorang yang semasa hidupnya pernah melakukan penghianatan kepada bangsa dan negara tidak akan pernah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Dengan demikian, ditetapkannya keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh negara kepada Bung Karno, secara administrasi dan yuridis Bung Karno memenuhi syarat tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara," tuturnya.
Bamsoet pun memastikan MPR RI akan memberikan klasifikasi khusus berkenaan dengan Ketetapan-Ketetapan MPR/MPRS yang disebutkan dalam Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 sebagai bagian dari penataan kearsipan MPR RI.
"Termasuk memberikan klasifikasi khusus atas TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 sebagai ketetapan MPRS yang telah dinyatakan tidak berlaku lagi dan keputusan tersebut wajib disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda bangsa Indonesia," ujarnya.
Bamsoet berharap dengan penegasan kembali dari pimpinan MPR atas tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 sesuai dasar hukum MPR RI Nomor I/MPR/2003, serta dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012 dapat menghapus stigma yang melekat terhadap Soekarno selama ini.
"Yang telah membuat luka mendalam bagi diri Bung Karno, keluarga, dan rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno sebagai pahlawan bangsanya, proklamator bangsa, dan penggali Pancasila," kata dia.
Selain keluarga besar Soekarno, pada kesempatan itu turut hadir sejumlah pimpinan MPR RI, yakni Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Ahmad Basarah, Hidayat Nur Wahid, dan Ahmad Muzani.
Selain itu, hadir pula Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, mantan Menteri Menkumham Yasonna H. Laoly, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md hingga Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat. (dengan Antara)
Editor : Sabar Subekti
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...