Kepala Pasukan UNIFIL: Posisi PBB di Lebanon Berisiko Diduduki Salah Satu Pihak
PBB kekurangan dana yang dijanjikan untuk bantuan Lebanon.
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Kepala pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan pada hari Jumat (1/11) bahwa pasukan helm biru di Lebanon akan mempertahankan garis pertahanannya meskipun menghadapi serangan dalam beberapa pekan terakhir, seraya menambahkan bahwa posisinya akan “diduduki” jika mereka pergi.
Lebih dari 10.000 pasukan penjaga perdamaian dengan misi UNIFIL telah ditempatkan di Lebanon selatan sejak 1978 dan bertugas memantau “Garis Biru” demarkasi dengan Israel.
Jean-Pierre Lacroix, wakil sekretaris jenderal untuk operasi perdamaian, mengatakan bahwa "pasukan penjaga perdamaian UNIFIL tetap tinggal, mereka mempertahankan garis pertahanan mereka, dan mereka bertekad untuk terus melakukan apa yang menjadi mandat mereka."
Ia mengatakan pasukan tersebut telah menolak permintaan Israel untuk pindah sejauh lima kilometer dari Garis Biru.
"Pertama-tama, karena ada mandat... kami berkewajiban untuk mematuhi mandat tersebut, pasukan penjaga perdamaian harus tetap tinggal," kata Lacroix dalam sebuah wawancara dengan Layanan Informasi PBB.
"Kedua, karena kami berpikir bahwa jika posisi-posisi di sepanjang Garis Biru ditinggalkan, maka kemungkinan besar posisi-posisi tersebut akan diduduki oleh satu pihak atau pihak lainnya. Itu akan sangat buruk karena berbagai alasan, termasuk persepsi ketidakberpihakan dan kenetralan Perserikatan Bangsa-bangsa," tambahnya.
Pada hari Rabu, seorang juru bicara UNIFIL mengatakan pasukan tersebut telah mencatat lebih dari 30 insiden pada bulan Oktober yang mengakibatkan kerusakan properti atau cedera pada pasukan penjaga perdamaian, sekitar 20 di antaranya akibat tembakan atau tindakan Israel.
Israel tengah berperang di dua front, melawan Hizbullah yang didukung Iran -- dalam pertempuran yang melibatkan pasukan Israel yang menginvasi Lebanon -- dan melawan Hamas di Gaza.
Konflik saat ini dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
PBB Kekuragan Dana Bantuan untuk Lebanon
Sementara itu, PBB memperingatkan pada hari Jumat (1/11) bahwa permohonan cepatnya untuk bantuan kemanusiaan di Lebanon sejauh ini hanya didanai sebesar 17 persen, mendesak negara-negara donor untuk mengubah janji menjadi uang tunai.
"Kami menghadapi situasi kemanusiaan yang memburuk dengan cepat," kata Jens Laerke, juru bicara badan kemanusiaan PBB OCHA.
"Kebutuhan meningkat setiap menit, dan janji tersebut tidak membeli makanan, obat-obatan, atau tempat tinggal. Jadi kami berharap pencairan cepat."
Ia mengatakan dalam konferensi pers bahwa hanya 17 persen dari US$426 juta yang diminta dalam permohonan cepat tersebut telah diterima.
Kontributor terbesar untuk US$73 juta yang diterima sejauh ini adalah Italia dengan US$17 juta, Amerika Serikat dengan US$11,7 juta, Swedia dengan US$9,3 juta, Prancis dengan US$7,2 juta, Inggris dengan US$6,4 juta, dan Jerman dengan US$5,5 juta.
Prancis menjadi tuan rumah konferensi donor bulan lalu di mana negara-negara menjanjikan US$800 juta untuk bantuan kemanusiaan di Lebanon.
Laerke mengingatkan para donor tentang urgensi "mengubah janji-janji ini menjadi uang yang dapat digunakan di garis depan", karena OCHA tidak dapat memberikan bantuan "kecuali uang mengalir cepat".
Setelah hampir setahun melakukan serangan lintas batas dengan Hizbullah, Israel meningkatkan serangan terhadap benteng pertahanan kelompok itu pada bulan September dan kemudian mengirim pasukan darat melintasi perbatasan.
Sejak pertempuran di Lebanon meningkat pada tanggal 23 September, perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 1.829 orang di Lebanon, menurut penghitungan AFP dari angka-angka kementerian kesehatan.
Mengutip data dari badan pengungsi PBB dan Bulan Sabit Merah Suriah, Laerke mengatakan bahwa lebih dari 460.000 orang telah meninggalkan Lebanon ke negara tetangga Suriah, sementara 25.000 orang telah pergi ke Irak.
Badan migrasi PBB memperingatkan jumlah orang yang masih berada di Lebanon tetapi mengungsi dari rumah mereka mencapai 842.648 pada hari Rabu (30/10).
“Dalam sepekan terakhir, telah terjadi 18.525 pengungsian baru,” kata Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB.
“Orang-orang ini mungkin mengalami pengungsian untuk pertama kalinya atau menjalani perpindahan sekunder,” tambahnya. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kenali Gejala Lupus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi imunologi klinik Univers...