Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 11:43 WIB | Rabu, 14 Desember 2016

Keragaman Penting Menunjang Perdamaian di Irak dan Suriah

Ilustrasi. Pejuang dari brigade Sham berjalan sambil membawa RPG di garis depan pertempuran dengan pasukan pemerintah di desa Teir Maalah, provinsi Homs, Suriah pada 5 Desember 2016. (Foto: Mahmoud Taha/AFP)

JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Konflik sipil yang saat ini terjadi di Irak dan Suriah memiliki dampak yang besar, sehingga World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja Dunia dan Norwegian Church Aid (NCA) melakukan studi bersama tentang kebutuhan perlindungan bagi kelompok agama dan etnis minoritas yang berada di Irak dan Suriah.

Hal tersebut dijelaskan kepada media di Palais des Nations, Jenewa, hari Senin (12/12) dan diberitakan kembali oikoumene.org, hari Selasa (13/12).  

Studi tentang Irak dan Suriah tersebut dikerjakan bersama WCC dan NCA dan disajikan dalam laporan berjudul “The Protection Needs of Minorities from Syria and Iraq” atau "Kebutuhan Perlindungan Minoritas dari Suriah dan Irak". 

Dalam studi tersebut, Konflik di Irak dan Suriah berdampak sangat besar dan memaksa perpindahan banyak orang yang mengalami trauma dan kekerasan, kehilangan atau orang yang dicintai, kekerasan seksual, eksploitasi dan pelecehan, ketidakamanan dan penganiayaan.

Studi WCC-NCA memberikan kontribusi memahami kebutuhan yang berhubungan dengan perlindungan terhadap kelompok minoritas dari Suriah dan Irak, dalam studi tersebut menyerukan orang-orang yang bekerja dalam organisasi kemanusiaan untuk membiasakan, mengkoordinasikan dan menyelaraskan upaya mereka untuk memberikan bantuan yang relevan di dua negara tersebut, sekaligus memberi solusi jangka panjang yang berkelanjutan untuk semua masyarakat kelompok di negara-negara tersebut.

Penasihat untuk Perdamaian dan Rekonsiliasi NCA, Arne Saeveras mengemukakan  konflik di Suriah dan Irak yang bersifat dinamis akan berimbas kepada beberapa kelompok minoritas.

“Beberapa minoritas menjadi sasaran karena identitas mereka, sehingga terdapat kelompok yang melakukan pembersihan etnis terhadap mereka. Saat ini ada juga kelompok yang merencanakan membinasakan keturunan dari etnis tersebut. Di sisi lain ada kelompok yang menjadi sasaran dari kelompok lain, karena memiliki asimilasi atau perpindahan dari daerah yang terkena konflik politik,” kata dia. 

Kelompok minoritas dianggap sasaran empuk, atau golongan orang yang rapuh dan tidak memiliki perlindungan terhadap tempat tinggal dan tanah mereka. “Kelompok minoritas menjadi sasaran balas dendam provokasi dari pihak penguasa,” Saeveras menambahkan.

Semua konflik mempengaruhi kelompok minoritas baik laki-laki, perempuan dan anak-anak dalam banyak hal, namun saat ini belum ada fokus kepada minoritas yang memiliki kebutuhan yang beragam. 

Salah satu indikasi penting dari laporan ini adalah bahwa penyingkiran ISIS tidak cukup untuk menghadirkan perdamaian dan menjamin pengungsi kembali ke Irak, karena saat ini masih terjadi ketegangan antarkomunitas dan masih banyak isu yang belum terselesaikan antara lain pembagian kekuasaan, pembagian komunitas wilayah yang secara tradisional dihuni kelompok minoritas.

Perwakilan Program Bantuan CAPNI – Christian Aid Programme for Northern Iraq, Bantuan Kristen untuk Irak Utara, Emanuel Youkhana mengatakan agama dan etnis minoritas menjadi korban dari bencana yang diakibatkan manusia tersebut. Dia menjelaskan saat ini seluruh dunia akan melihat masyarakat yang paling terdampak di Irak adalah komunitas non-Muslim – Kristen dan Yazidi.

Menurut Youkhana, tantangan ke depan adalah membangun kembali kepercayaan di masyarakat yang terkena dampak, dan untuk mengembalikan mosaik kaya dari berbagai agama dan etnis agar hidup bersama – misalnya orang Kristen, Yazidi, dan Muslim di Niniwe  yang mewakili suku Asyur, Kasdim, Kurdi, dan Shabak.

“Tugas kami menjaga keragaman ini di Irak, masa depan yang saat ini masih dipertanyakan,” kata Youkhana. Dia menambahkan bahwa itu bukan pekerjaan yang mudah, tetapi suatu keharusan untuk masa depan yang damai daerah.

“Kami prihatin kondisi umat Kristen – tetapi kita tidak hanya memikirkan tentang mereka," kata Sekretaris Jenderal WCC  Olav Fyske Tveit.

Dia mengatakan Kristen dan gereja adalah sebuah hadiah terindah untuk kawasan Timur Tengah, sehingga umat Kristiani dan gereja dianggap perlu untuk terus berada di tempat tersebut.

“Saat ini tidak ada yang bisa menyelamatkan diri di tempat tersebut di wilayah ini, di tempat tersebut masa depan harus bisa dirasakan untuk semua orang,” kata Tveit.

Dia mengatakan saat ini sulit lagi untuk menghalangi agenda militer yang terus berlanjut, sehingga dia mengatakan bahwa satu-satunya opsi yang ditawarkan adalah perdamaian. (oikoumene.org)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home