Loading...
ANALISIS
Penulis: Stanley R. Rambitan 16:13 WIB | Jumat, 25 Juli 2014

Kerukunan Adalah Berkat

GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah berada dalam satu kompleks di Jl. Gatot Subroto 222, Surakarta. Harmoni sudah berlangsung lebih dari 60 tahun. (Foto: Bayu Probo)

SATUHARAPAN.COM – Pluralitas suku, agama, ras dan golongan adalah potensi konflik yang mengancam keutuhan masyarakat. Potensi ini bertambah besar karena kesenjangan pendidikan, ekonomi atau kemakmuran serta perbedaan aspirasi politik di dalam masyarakat kita. Konflik dengan berbagai latar belakang baik suku, agama, ideologi-politik dan antargolongan (SARA) telah terjadi di Indonesia sejak negara ini didirikan sampai saat ini.

Konflik antarumat beda agama dengan kerusakan dan korban-korbannya yang berjatuhan di Indonesia sangat jelas terjadi di Maluku dan Poso antara kelompok Islam dengan Kristen. Masih banyak ketegangan dan konflik lain yang berskala kecil terjadi antarumat berbeda agama. Sedangkan konflik internal agama tampak pada kasus-kasus penindasan terhadap kelompok Islam Syiah dan Ahmadiyah. Terakhir, mengikuti pengumuman hasil Pilpres-wapres oleh KPU, ada banyak pihak yang mengkhawatirkan keadaan sosial-politik negara ini di mana kerusuhan mungkin terjadi. Apalagi dengan penolakan hasil penghitungan Pemilu oleh salah satu kontestan yang menurut penghitungan KPU menjadi pihak yang kalah.

Isu agama tampak menjadi salah satu unsur yang dapat memicu atau memperbesar konflik dengan kekerasan. Karena itu, pemerintah mengimbau untuk rakyat dan pihak-pihak yang berpotensi konflik atau peserta pemilu itu menenangkan diri dengan menerima hasil pemilu itu. Di sisi lain, pemerintah melalui TNI dan Polri telah siaga satu guna mengantisipasi kerusuhan. Demikian juga, berbagai lapisan masyarakat, khususnya tokoh atau pemimpin agama menghendaki dan mengimbau agar  masyarakat tetap tenang, tidak terprovokasi dan mengedepankan kerukunan dan perdamaian.       

Konflik Membawa Petaka 

Zaman modern, kemajuan peradaban dan status bangsa yang besar dengan nasionalisme dan budaya kerukunan yang tinggi tidak menjamin suatu masyarakat atau negara terbebas dari konflik-kerusuhan dan perpecahan. Pengalaman runtuhnya Uni Soviet dan misalnya peninggalan konfliknya pada pergolakan di Ukraina saat ini, pengalaman runtuhnya Cekoslovakia serta konflik dan kehancuran di Bosnia-Herzegovina, dan konflik Taliban di Pakistan dan Afghanistan, konflik Irak, Suriah, Libya dan Mesir, serta yang saat ini terjadi antara Israel dan Gaza-Palestina, menunjukkan bahwa perseturuan, kerusuhan dan peperangan hanya mengakibatkan kerusakan dan kehancuran pada semua pihak yang terlibat, baik material maupun moril dan korban pada manusia dan kemanusiaan. Dalam konflik seperti itu tidak ada pihak yang menang; semuanya berada pada posisi kalah dan merugi.

Adanya konflik dan akibat-akibatnya menunjukkan bahwa potensi konflik tidak diredam dan diselesaikan secara baik dan benar. Potensi itu dibiarkan membesar, menegang dan akhirnya meledak. Ia lalu menjadi sebuah tragedi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, juga tragedi beragama dan tragedi berkemanusiaan. Siapa pun orang yang berpikir dengan akal sehat tentu tidak dapat menerima terjadinya tragedi buruk itu; dan tentu ia tidak mau menjadi penyebab dan terlibat dalam konflik. Hanya  orang-orang bodoh, yang kehilangan akal sehat dan gila atau psikopat yang bersedia atau mau menciptakan dan terlibat dalam konflik dengan kekerasan. Konflik kekerasan banyak terjadi dalam kasus-kasus berlatar belakang politik dan agama maka tentu dalam politik dan agama, hadir dan  bergerilya para psikopat politik dan agama, terutama pada pemimpin-pemimpinnya. Mereka memanfaatkan dan menggerakkan negara atau massa dan kelompok tertentu yang telah dipasangi “kaca mata kuda” untuk melaksanakan niat permusuhannya.

Kerukunan dan Perdamaian adalah Berkat

Setiap manusia yang hidup secara wajar dan sehat di dalam masyarakat membutuhkan dan tentu menghendaki perdamaian dengan orang lain. Di dalam masyarakat majemuk baik suku, ras, golongan dan agama, kondisi damai hanya akan terwujud jika orang-orang yang berbeda itu rukun. Kerukunan dan perdamaian adalah kebutuhan dan keharusan. Masyarakat yang rukun dan damai akan dapat dengan leluasa membangun, mengembangkan diri, menyejahterakan dan memakmurkan hidup. Karena itu sebenarnya kerukunan adalah berkat.

Tugas utama agama-agama adalah menjadi berkat bagi manusia, masyarakat dan dunia. Karena itu, umat beragama harus mengutamakan dan mengusahakan kerukunan dengan menjauhkan diri dari kemungkinan terlibat atau melibatkan diri dalam konflik dengan kekerasan, apalagi dengan alasan agama. Agama dan umat Kristen misalnya bertugas menjadi berkat dengan membawa damai sejahtera dan suka cita atau keselamatan pada manusia dan dunia. Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi berkat bagi umat, bangsa dan negara serta sesama manusia. Demikian juga tentu setiap agama lain.

Langkah-langkah di bawah ini perlu dilakukan untuk mewujudkan kerukunan dalam perjumpaan dan interaksi dengan kelompok atau umat agama lain. Pertama, menerima dan menghormati keberadaan pihak lain; bahwa mereka adalah warga masyarakat dengan hak dan kewajiban yang sama untuk hidup dan berkarya. Kedua, kesediaan untuk berkomunikasi atau berdialog dengan dasar bahwa pihak lain dapat menjadi teman dan dapat saling membagi, memberi dan memperkaya pengetahuan atau wawasan kita. Ketiga, kesediaan untuk hidup berdampingan dan bekerja sama dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan bersama di dalam masyarakat dan negara demi manfaat bersama. Keempat, dukungan negara atau pemerintah, yaitu dengan memfasilitasi perjumpaan umat berbeda agama melalui berbagai kegiatan yang merukunkan dan mempersatukan. 

Langkah-langkah mewujudkan kerukunan, khususnya antarumat berbeda agama tentu perlu dimulai atau dipelopori oleh pemimpin atau tokoh agama. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh para pemimpin agama yang berbeda ini khususnya menanggapi kekhawatiran terjadinya kerusuhan pasca-pengumuman hasil Pilpres-wapres pada 22 Juli 2014 adalah “Pernyataan Sikap Bersama Pimpinan Dan Tokoh Organisasi Keagamaan terhadap Pengumuman Hasil Pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014” bertempat di Pusat Dakwah Muhammadiyah, pada tanggal 23 Juli 2014, yang menyerukan rekonsiliasi nasional. (Kompas, Kamis, 24 Juli 2014, 5).

Menyikapi potensi konflik-kekerasan dan kebutuhan untuk hidup rukun dan damai, patutlah dikutip di akhir tulisan ini, sebagai ingatan dan pelajaran, ucapan tokoh perdamaian dunia Martin Luther king Jr: “We must learn to live together as brothers, or perish together as fools.”

Stanley R. Rambitan/Teolog-Pemerhati Agama dan Masyarakat


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home