Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 17:32 WIB | Kamis, 28 April 2016

Ketua Lomba MTQ di Alor Beragama Kristen

Amran Olang (Foto: Teropong Alor)

BAKALANG, SATUHARAPAN.COM – Selain pesona alamnya yang indah, Pulau Alor juga memiliki  toleransi beragama yang tak kalah indah. Sebagai contoh, masyarakat Muslim di sana ternyata berbesar hati memilih Amran Olang sebagai ketua Panita Lokal MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran).

“Ya… saya dipilih masyarakat Kecamatan Pantar Timur jadi Ketua Umum Panitia Lokal MTQ tingkat Kabupaten Alor. Karena ini amanat masyarakat, saya menerimanya,” jawab Amran kepada Teropong Alor. Sebagai catatan, MTQ adalah lomba pembacaan Al-Qur’an yang bertujuan untuk mensyiarkan Al-Qur’an.

MTQ Kabupaten Alor digelar sejak 24 April 2016 hingga 2 Mei 2016 di Desa Bakalang, Kecamatan Pantar Timur, Pulau Pantar, Nusa Tenggara Timur.

Desa Bekalang tahun ini terpilih sebagai lokasi pegelaran MTQ tingkat kabupaten. Pemilihnya adalah warga masyarakat Pantar Timur. Oleh karena itu, terpilih nama Amran.

Menurut Teropong Alor, bagi masyarakat Alor, sebenarnya ini hal biasa. Kerukunan antar umat beragama sejak dulu sudah harmonis di sini.

Tidak mengherankan, selain panitia lokal MTQ dipimpin oleh penganut agama Kristen, pagelaran MTQ itu juga dihiasi dengan paduan suara gereja. Teropong Alor melaporkan, di saat pembacaan ayat suci Al Quran oleh peserta MTQ tengah istirahat, ada paduan suara dari gereja naik ke panggung menyanyikan lagu rohani Kristen. Dan ini merupakan bagian dari acara resmi MTQ yang sudah dijadwalkan.

Ketika paduan suara melantunkan kidung rohani Kristen, semua hadirin yang berjilbab dan berpeci mendengarkan dengan takzim.

Menurut Amran Olang, hal ini sudah biasa bagi masyarakat Alor. Di acara-acara seremonial keagamaan Kristen pun umat Islam juga kerap jadi ketua, dan mengisi acara.

Menurut Amran, pendukung MTQ tingkat Kabupaten Alor ini sekitar 99 persen warga Kristen. Didukung oleh 22 gereja dan 7 masjid di Pantar Timur. “Mereka patungan menyumbang Rp 80 juta untuk pagelaran acara ini,” kata dia.

Sebagai catatan, agama Islam di Alor termasuk minoritas. Mayoritas penduduk adalah Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Tapi tidak sedikit pula yang masih menganut paham animisme dan dinamisme.

Wikipedia mencatat, agama Islam masuk ke Alor melalui pada tahun 1522, pertama kali ke desa Gelubala (sekarang Baranusa) di Pulau Pantar, melalui kehadiran seorang mubaligh dari Kesultanan Ternate. Namanya Mukhtar Likur. Data ini diperkuat oleh catatan seorang anak buah penjelajah dunia Ferdinand Magellan dari Portugal, bernama Fegafetta.

Ia singgah di Alor pada tahun 1522 dalam pelayarannya kembali ke Eropa. Dia mencatat bahwa di Kepulauan Alor, tepatnya di Pulau Pantar,  telah menemukan suatu komunitas Islam yang tinggal di kampung bernama Maloku, Baranusa. Dari tempat ini Islam mulai menyebar ke arah timur dan masuk ke desa-desa di Alor lainnya seperti Bungabali (sekarang Alor Besar), Alor Kecil, Dulolong dan lainnya.

Pada tahun 1523 tibalah lima Gogo bersaudara dari Ternate bernama Iang Gogo, Kima Gogo, Karim Gogo, Sulaiman Gogo dan Yunus Gogo disertai seorang mubaligh lainnya bernama Abdullah. Mereka memiliki misi yang sama dengan Mukhtar Likur, yaitu menyebarkan ajaran Islam di kepulauan Alor. Untuk mencapai tujuan ini, mereka berpisah dan menyebar ke berbagai desa di Alor.

Sementara itu, agama Kristen masuk ke Alor lebih belakangan. Agama Kristen pertama kali masuk ke daerah ini pada masa administrasi Controleur Bouman di tahun 1908. Saat itu seorang pendeta berkebangsaan Jerman, D.S. William-Bach, tiba dengan kapal Canokus. Lalu melakukan kegiatan penyebaran agama Kristen dari Pantai Dulolong.

Gereja pertama di Alor dibangun pada tahun 1912, dinamai Gereja Kalabahi (sekarang dikenal sebagai Gereja Pola).  Wikipedia mencatat, kayu-kayu bangunan gereja ini berasal dari Kalimantan dan dikerjakan oleh para tukang Muslim.

Dari tahun 1950-an hingga tahun 1980-an para misionaris Kristen silih berganti datang ke Alor dan bekerja sebagai pendeta, perawat bahkan dokter. Dua diantaranya adalah suami-istri Dr. De Jong yang bekerja di RSUD Kalabahi. Dalam bukunya "Brieven aan Alor" (Surat-surat ke Alor) Dr. De Jong menceritakan pengalamannya selama hidup dan bekerja di Alor. Dokter asal Jerman lainnya, Dr. Kleven, bahkan memberi nama lokal Alor, Loni, untuk putrinya. (teropongalor/kav)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home