Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 14:25 WIB | Selasa, 13 Oktober 2015

Kiara: Dahulukan RUU Nelayan Dibanding Revisi KPK

Ilustrasi nelayan. (Foto: wikidpr.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, untuk memberantas tindak pidana korupsi di sektor kelautan seharusnya lebih didahulukan adalah pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dibanding revisi UU KPK.

"Presiden Jokowi diharapkan dahulukan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam ketimbang revisi UU KPK," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Selasa (13/10).

Menurut Abdul Halim, maraknya tindak pidana korupsi, termasuk di sektor kelautan membutuhkan upaya ekstra untuk memberantasnya dan dapat dilakukan bila Presiden Jokowi segera mengeluarkan Surat Presiden untuk dimulainya pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam antara pemerintah dengan DPR RI.

Sebagaimana diketahui, DPR-RI telah memiliki draf final RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

Di dalam draf tertanggal 27 Agustus 2015, skema perlindungan dan pemberdayaan didasarkan kepada situasi dan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing subyek hukum, yakni nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam.

"Saat ini RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam dalam status pembahasan tingkat pertama antara pemerintah dengan DPR RI. Pembahasan ini bisa dimulai jika Presiden Jokowi memberikan surat," katanya.

Namun sayangnya, kata dia, sampai dengan paruh kedua bulan Oktober 2015, Surat Presiden yang ditunggu oleh DPR RI tak kunjung ada.

Padahal, RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, juga dinilai merupakan perangkat aturan yang bisa mengatasi tumpang tindih beragam regulasi di sektor kelautan dan perikanan.

"RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk mengeliminasi tumpang-tindihnya kebijakan di bidang kelautan dan perikanan," katanya.

Menurut dia, tumpang tindih regulasi kerap terjadi dan mengancam hajat hidup masyarakat pesisir lintas profesi, seperti perlindungan terhadap wilayah tangkap nelayan dan lahan budidaya atau tambak garam.

Sekjen Kiara menginginkan, agar sisa waktu tiga bulan terakhir pada tahun 2015 ini harus sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk menyegerakan pembahasan dan pengesahan RUU tersebut.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan, Republik Indonesia harus bijak dalam mengelola sumber daya alam di sektor kelautan, dan perikanan apalagi mengingat besarnya potensi yang dimiliki oleh berbagai daerah di Tanah Air.

"Ke depan, Indonesia harus lebih bijaksana dalam memanfaatkan dan menjaga kekayaan alamnya. Salah satunya adalah kekayaan alam laut," kata Zulkifli Hasan.

Apalagi, menurut Zulkifli, selain potensi ikan, keindahan alam laut Indonesia juga memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.

Ketua MPR mengungkapkan, beberapa daerah di Tanah Air yang memiliki potensi sektor kelautan dan perikanan, antara lain Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), serta Nusa Penida (Bali).

"Indonesia adalah negara yang kaya raya, bahkan nyaris tidak ada negara yang sekaya indonesia. Jumlah pulaunya saja lebih dari 17.000. Kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia sangat melimpah. Salah satunya ditandai dengan kekayaan ekosistem, yang sangat beragam," katanya.(Ant)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home