Loading...
BUDAYA
Penulis: Melki Pangaribuan 21:44 WIB | Rabu, 06 Mei 2020

Kisah Imajinatif Perempuan Batak dalam Kultur Kontemporer

Cover Buku Perempuan-perempuan Batak yang Perkasa yang ditulis oleh Eben E. Siadari. (Foto: Google Book)

SATUHARAPAN.COM - Ada berbagai stereotip perempuan Batak dalam kultur popular kontemporer. Misalnya, mereka digambarkan sebagai perempuan yang lugas, tegas dan tanpa basa-basi. Memiliki determinasi yang tinggi dalam menentukan masa depannya dan terbuka menjawab tantangan dunia modern.

Namun pada saat yang sama, mereka juga digambarkan konservatif dalam tradisi.  Dalam hal jodoh, umumnya mereka sangat patuh kepada orang tua. Pilihan orang tua selalu dianggap yang terbaik.  Sejalan dengan itu, perempuan Batak tampaknya jarang yang mau mempersoalkan superioritas pria sebagai pemimpin. Baik pemimpin keluarga maupun pemimpin adat dan komunitas.

Jalan bagi kehadiran sosok perempuan Batak di kancah nasional tampaknya baru terbuka di era modern. Sebelumnya kiprah perempuan Batak di panggung sejarah nasional tidak terdengar.  Dari Aceh kita mengenal Cut Nyak Dien dan Cut Meutia. Dari Sumatera Barat kita mengenal Roehanna Keoddoes. Dari Jawa Tengah ada Raden Ajeng Kartini. Dari Jawa Barat ada Dewi Sartika. Dari Maluku kita mengenal Martha Christina Tiahahu. Dari Tanah Batak sejauh ini belum ada.

Terimakasih kepada pendidikan yang telah membuka pintu bagi perempuan-perempuan Batak melangkah ke dunia modern. Mereka  menjadi deputi gubernur sentral, menjadi jenderal polisi, menjadi atlet, menjadi saintis, menjadi birokrat, menjadi seniman dan sebagainya. Di kampus-kampus di seluruh Indonesia saat ini kita dapat menemukan perempuan-perempuan Batak yang menuntut ilmu sebagai mahasiswa.

Buku Perempuan-perempuan Batak yang Perkasa yang ditulis oleh Eben E. Siadari menggunakan setting kontemporer dengan pencapaian-pencapaian yang sudah lanjut itu, sebagai latar penceritaan kisah-kisah imajinatif yang menarik. Tujuh bagian cerita fiksi, features dan esai yang terdiri dari 35 bab dalam buku ini membawa empat tema besar: cinta, jodoh, iman dan harapan. Tema itu secara dekoratif tersebar di seluruh cerita, disajikan dalam dialog, kisah, dan idiom-idiom perempuan Batak terdidik yang sudah melampaui masa-masa dimana perempuan mengalami banyak hambatan demi kemajuannya.

Buku ini ditulis dengan membayangkan sebuah panggung di mana perempuan Batak tengah menghadapi hamparan luas masa depan yang terbuka untuk dijejaki. Dan kini merekalah yang menentukan kemana mereka melangkah.

Eben E. Siadari, wartawan  dengan pengalaman 20 tahun lebih di bidang kepenulisan, memang tidak secara terang memberi gambaran arah perjuangan perempuan Batak dalam buku ini. Namun  dia ingin melihat kemajuan yang lebih progresif dan para perempuan Batak lebih berani keluar dari tembok-tembok konservatifisme adat dan tradisi.

Ini dapat kita simak dan telusuri dari tiga kisah yang dapat dikatakan paling menonjol cerita dalam buku ini. Dalam cerita paling awal, Perempuan-perempuan Batak yang Perkasa (yang juga diambil menjadi judul buku ini) penulis menampilkan dua generasi yang sangat jauh berbeda tetapi memiliki semangat yang sama.

Gadis berambut merah marun, potret perempuan generasi muda orang Batak dan Boru Sangkar Sodalahi. sosok perempuan perkasa dari legenda marga Situmorang, tampil dalam sebuah dialog di kafe hotel di San Francisco yang dipandu seorang tokoh anonim, Amang.

Setting imajinatif yang dipakai, sangat kontemporer: mereka terjebak di tempat itu karena pesawat yang batal berangkat. Perempuan berambut marun dan ayahnya berada di negara Paman Sam itu dalam rangka menjenguk ibu mereka yang tengah menjalani stud lanjut.

Kisah ini membawa pesan bahwa perempuan Batak semestinya lebih berani lagi melangkah dari lubang konservatiifisme-nya. Pintu-pintu peradaban modern telah terbuka dan pada saat yang sama, dan sesungguhnya itu bukan aib. Para leluhur perempuan Batak seperti Boru Sangkar Sodalahi sudah memulainya.

Determinasi perempuan Batak lebih terlihat dalam kisah yang kedua, Jodoh di Ladang Tuhan, yang menampilkan Bintang sebagai pemeran utamanya. Stereotip tentang perempuan Batak yang lugas, tegas dan lebih rasional dalam mengambil keputusan ditampilkan dalam kisah dengan setting pedesaan di Sumatra Utara.

Cerita dengan akhir bahagia ini, tampaknya merupakan idealisasi dari mimpi para orang tua Batak tentang sebuah perjodohan. Namun, pesan kunci yang ingin dipesankan jauh melampaui idealisasi itu: sanggupkah perempuan Batak mengenakan karakter Bintang yang dengan percaya diri memimpin jalan hidupnya sendiri.

Bagi pembaca yang berlatar belakang bukan budaya Batak, buku ini memperkenalkan betapa berwarna-warninya suku yang selama ini digeneralisasi sebagai Batak. Buku ini mencoba menunjukkan bahwa apa yang dikenal sebagai Batak terdiri dari suku-suku yang memiliki adat dan tradisi yang berbeda meskipun juga memiliki kesamaan.

Penulis memperkenalkan etnis Simalungun, salah satu dari suku yang selama ini kerap digeneralisasi sebagai Batak, lewat kisah Roman dan Ramonta yang mengharukan dan kerbau Sinanggalutu yang setia. Kisah Roman dan Ramonta membawa pembaca untuk merenungkan 'keperkasaan' perempuan yang dalam saat-saat terdesak, yang dapat menunjukkan determinasi yang mungkin tidak terlihat di masa 'normal.'

Buku ini diterbitkan oleh penerbit Writing for Life Publishing pada April 2020. Bentuknya e-book yang dijual dan didistribusikan secara online ke 79 negara oleh Google Books. Cukup tebal, 319 halaman dan karena itu memerlukan nafas panjang untuk membacanya.

Latar belakang penulisnya sebagai wartawan membuat pengisahan dalam buku ini tak lepas dari ciri laporan jurnalistik. Pembaca acap kali terbawa pada suasana seperti seorang wartawan yang mewawancarai narasumbernya. Ada kalanya seperti seorang jurnalis investigatif yang membuai narasumbernya untuk berkisah sampai bagian terdalam dari sebuah peristiwa. Kala lain ia menghadirkan percakapan intelektual seperti layaknya wawancara di panggung pubik.

Buku ini layak dibaca oleh mereka yang ingin memperdalam pengetahuan tentang tradisi kontemporer Batak, dan tentu juga mereka yang meminati masalah-masalah gender.

Data Buku

Judul: Perempuan-perempuan Batak yang Perkasa dan Kisah-kisah Lainnya: Fiksi dan Features tentang Cinta, Jodoh, Iman dan Harapan dalam Tradisi Toba dan Simalungun Kontemporer.

Format: E-Book, by Google Play Book

Penulis: Eben E. Siadari

Penerbit: Writing For Life Publishing

Tahun Terbit: April 2020

Jumlah Halaman: 319 Halaman

Buku elektronik (ebook) Perempuan-perempuan Batak yang Perkasa dapat dibeli melalui aplikasi Google Play Book (klik salah satu link berwarna).

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home