Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 07:16 WIB | Selasa, 04 Oktober 2016

KKP: Manfaatkan Momentum Nelayan RI Berdaulat

Ilustrasi. Anggota Satpolair Polda Kepri menjaga empat kapal yang berhasil diamankan Direktorat Polair Polda Kepri ketika melakukan ilegal fishing beberapa waktu lalu di Perairan Natuna di atas Kapal Patroli Polisi Baladewa-8002 di Pelabuhan Batuampar, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (24/6). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan saat ini adalah waktu untuk memanfaatkan momentum bagi nelayan tradisional Republik Indonesia untuk berdaulat memanfaatkan hasil laut dari kawasan perairan nasional.

"Ikan cukup banyak tersedia, dan kapal-kapal asing sudah dilarang untuk menangkap ikan di perairan RI. Momentum penting bagi nelayan RI untuk berdaulat dan menangkap ikan di wilayah yurisdiksi RI," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar dalam siaran pers di Jakarta, hari Senin (3/10).

Untuk itu, KKP juga mengimbau agar nelayan di berbagai daerah tetap melaut dan mencari nafkah sesuai dengan surat izin penangkapan ikan atau surat izin kapal pengangkut ikan yang telah diberikan.

Menurut Zulficar, pihaknya menyesalkan adanya seruan Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) kepada nelayan tuna di Benoa, Bali untuk mengikat kapal longline mereka di pelabuhan dan menghentikan aktivitas penangkapan ikan, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan KKP.

KKP juga menghimbau agar ATLI tidak melarang nelayan dan anggotanya untuk melaut, karena akan merugikan nelayan itu sendiri. Ratusan nelayan lokal yang selama ini tidak bermasalah di Benoa, Bali, jangan sampai terkena dampak atas pelarangan dari ATLI.

"KKP justru mendorong ATLI untuk membantu dan memfasilitasi anggotanya agar semuanya memenuhi ketentuan dan aturan yang ada, sehingga bisa melaut dengan aman dan hasil tangkapannya bisa diserap oleh pasar dengan harga yang baik," katanya.

Zulficar menjelaskan, transhipment  atau bongkar muat ikan di tengah laut telah dilarang sesuai Permen 57 Tahun 2014 tentang pelarangan transhipment.

Hal itu karena bongkar muat di tengah laut disinyalir telah menjadi salah satu modus/indikator utama ikan Indonesia dijarah dan dilarikan keluar negeri secara ilegal.

"Transhipment ini telah lama merugikan nelayan dan negara. Menguntungkan segelintir pihak. Sudah sejak lama transhipment secara ilegal telah diidentifikasi sebagai salah satu modus IUU Fishing. Untuk itu, nelayan diharapkan tidak mentolerir praktek transhipment tersebut," tegas Zulficar.

Menurut Zulficar, KKP berada pada posisi untuk memberi ruang yang besar bagi nelayan dalam negeri untuk menangkap ikan. Di saat yang sama juga harus memastikan agar tidak ada indikasi transhipment dan praktik perikanan yang merusak lingkungan dan lainnya yang terkait IUU Fishing ini dalam berbagai aktifitas.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia memprioritaskan peningkatan produktivitas perikanan melalui relaksasi peraturan bagi nelayan dan industri lokal yang menunjang perikanan berkelanjutan guna membangun kedaulatan pangan laut dan perikanan nasional.

"Itu yang sekarang sedang diakselerasi. Lalu yang paling dominan yang sekarang sedang didorong adalah bagaimana kapal-kapal itu bisa kembali melaut," kata Tenaga Ahli Kedeputian 2 Kantor Staf Presiden, Riza Damanik, ditemui di Gedung Bina Graha, Jakarta pada hari Senin (3/10).

Menurut Riza Damanik, subsidi transportasi untuk industri perikanan juga menjadi fokus untuk memperbaiki konektivitas yang dapat menurunkan biaya logistik.

Selain itu, untuk meningkatkan produksi perikanan, kampanye kepada konsumen juga perlu ditingkatkan untuk lebih banyak mengonsumsi ikan yang selama ini masih timpang baik kepada komoditas daging sapi maupun ayam.

Kemudian, peningkatan utilisasi unit pengolahan ikan (UPI) juga sedang dilakukan oleh pemerintah hingga pada 2019 dengan target minimal 80 persen dapat tercapai. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home