Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 11:52 WIB | Kamis, 25 Agustus 2016

Komisi X Minta Kemendikbud Buka Layanan Khusus Pengaduan Pungli

Puluhan siswa siswi kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) 56 Senin (15/12) Jalan Jeruk Purut, Cilandak Timur, Jakarta Selatan menyerahkan buku paket semester I terdiri dari empat mata pelajaran yaitu Seni Budaya, Prakarya, IPA, dan Matematika yang sudah selesai masa pelajarannya di ruang perpustakaan. Menurut salah satu guru mengatakan untuk sementara ini proses belajar mengajar untuk kurikulum 2013 dihentikan karena sampai saat ini belum ada pengiriman untuk buku paket semester II. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi X DPR, Dadang Rusdiana, meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaui irjennya harus proaktif dan membukan layanan khusus pengaduan Pungutan Liar (Pungli) di Sekolah.

“Makanya Mendikbud melalui irjen harus proaktif dan harus membuka layanan khusus mengenai pengaduan pungli di sekolah-sekolah,”kata Dadang saat dihubungi wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Kamis (25/8).

Ketua DPP Partai Hanura ini sangat  menyayangkan terjadinya pungli di sekolah seperti di SMA Negeri 18 Kota Bekasi dan SMP Negeri 11 Kota Bekasi.

“Kita menyayangkan kalau di sekolah masih ada pungutan kepada siswa, apalagi kalau SMP kan sudah sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah, sehingga pungutan dalam bentuk apapun adalah pelanggaran," kata dia.

Demikian juga, kata Dadang di sekolah SMA Negeri harus jelas dasar hukum pungutan liar tersebut.

“Sekolah negeri kan gurunya PNS, sarana prasarana dibantu oleh Pemda, juga APBN, termasuk biaya operasional sekolah, maka Dinas Pendidikan, termasuk irjen kemendikbud harus turun untuk menyelesaikan masalah ini," kata dia.

Dadang berharap di dunia pendidikan harus bersih dari praktik pungli.

Sebelumnya dilaporkan sejumlah orangtua siswa mendatangi Mapolresta Bekasi Kota untuk membuat laporan terkait dugaan pungutan liar di SMA Negeri 18 Kota Bekasi dan SMP Negeri 11 Kota Bekasi.

Salah satu orangtua siswa SMAN 18 Kota Bekasi, Heru (30), mengaku dimintai uang sebesar Rp 2.850.000 oleh pihak sekolah untuk uang pangkal.

“Katanya buat uang bangunan (pangkal), sama uang sebesar Rp 800.000 untuk bayar seragam dan lainnya. Katanya gratis, tapi kok bayar?" katanya, baru-baru ini.

Demikian pula yang terjadi di Kota Pasuruan. Memasuki tahun ajaran baru, sejumlah sekolah di wilayah Kota Pasuruan, mulai tingkat SMP dan SMA masih memungut uang, yang nilainya bervariasi mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000.

Beberapa orangtua murid yang dimintai pendapat oleh satuharapan.com melalui pesan tertulis pada Senin (8/8), memberikan jawaban bervariasi. Antie Dewi Octaviano (32) dari Kabupaten Boyolali, yang memiliki anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar, mengaku membayar uang Rp 75.000 setahun, “Itu uang pembangunan saja. Itu pun suka rela, kok. Penggunaan dana itu juga transparan karena ada komite orangtua di sekolah”.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home