Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 13:59 WIB | Sabtu, 21 November 2015

Komnas Anak Nilai Undang-Undang Perkawinan Diskriminatif

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait . (Foto: Dok.satuharapan.com)

MATARAM, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menilai Undang-Undang Perkawinan yang dibuat negara ini diskriminatif.

"Saya menyebut diskriminatif, karena dalam Undang-Undang Perkawinan menyebutkan usia perkawinan anak perempuan 16 tahun sedangkan laki-laki 19 tahun," kata Arist di Mataram, hari Sabtu (21/11)

Dengan demikian, katanya, dalam konferensi pers refleksi 25 tahun ratifikasi konvensi PBB tentang hak anak dengan tema "Indonesia Sudah Berbuat Apa", Undang-Undang Perkawinan itu memberikan peluang laki-laki berpoligami dan mengambil anak usia 16 tahun.

Seharusnya, sebuah pernikahan adalah tidak memberikan peluang kepada orang-orang yang ingin berpoligami, apalagi dengan anak. "Tetapi, undang-undang yang ada saat ini memberikan peluang untuk berpoligami yang seolah-olah disahkan oleh undang-undang," katanya.

Karena itulah, sekitar satu tahun lalu Komnas Anak mengusulkan amendemen Undang-Undang Perkawinan yang dimaksudkan untuk mencegah perkawinan anak.

Dalam amendemen itu, Komnas Anak mengusulkan dua perubahan yakni usia, definisi dari anak, dan perkawinan.

"Untuk menetapkan usia perkawinan pemerintah tidak boleh diskriminatif dan harus di atas 18 tahun," katanya.

Dengan demikian, siapa pun laki-laki yang menikah dengan anak yang berusia 16 tahun dapat dinyatakan sebagai sebuah kejahatan dan ini tentu tidak akan memberikan peluang kepada para "pencinta" poligami.

Di samping itu, amendemen tersebut juga untuk mencegah terjadinya perkawinan anak dan melahirkan anak, kondisi ini tentu dikhawatirkan berdampak negatif bagi keutuhan sebuah rumah tangga.

Karena itu, Komnas Anak juga berharap kepada Pemerintah Nusa Tenggara Barat, agar dapat meningkatkan sosialisasi pendewasaan usia perkawinan guna mencegah terjadinya perkawinan anak dengan anak dan melahirkan anak, mengingat NTB merupakan salah satu daerah dengan tingkat perkawinan dini yang relatif tinggi.

"Amendemen ini sudah dibahas dan berjalan hampir satu tahun, semoga tahun depan bisa direalisasikan agar anak-anak Indonesia bisa melaksanakan perkawinan setelah usia mereka matang," katanya.(Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home