Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 14:20 WIB | Selasa, 01 Maret 2016

Komnas Perempuan: Surat Edaran KPI Langgar Hak Konstitusional

Iustrasi. Salah satu nelayan perempuan pesisir Jakarta saat menggelar aksi unjuk rasa bersama dengan puluhan nelayan lainnya di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (25/2) menuntut untuk membatalkan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Aksi digelar dengan membawa atribut berupa spanduk dan poster sebagai bentuk protes. (Foto: Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencabut Surat Edaran KPI Nomor 203/K/KPI/02/16, tanggal 23 Februari 2016, yang ditandatangani oleh Ketua KPI, Judhariksawan, seperti dalam rilis yang diterima satuharapan.com, pada hari Selasa (1/3).

Menurut Komnas Perempuan, surat edaran yang ditujukan kepada seluruh direktur utama lembaga penyiaran ini akan berdampak pada terlanggarnya hak konstitusional seseorang.

Komnas Perempuan mengingatkan pentingnya untuk mengkaji kembali semua aturan dengan berlandaskan konstitusi yang merupakan sumber utama untuk membuat peraturan dan kebijakan bagi hirarki hukum dibawahnya.

Komnas Perempuan menilai bahwa Surat Edaran dari KPI sudah tidak mengacu kepada konstitusi dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Surat edaran KPI merupakan pelarangan sebuah ekspresi dan ini tidak sesuai dengan konstitusi Indonesia terutama Pasal 28 E UUD 45, Ayat (2) dan (3) yang berkaitan dengan hak sipil dan politik, yang menjamin hak warga negara untuk berekspresi. Pasal 28 E Ayat (2) menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Sedangkan Ayat (3) “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
  2. Surat edaran KPI merupakan pelarangan ekspresi yang sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia, seperti: Wayang Orang yang banyak menampilkan pria berpakaian seperti wanita, yang kemudian diejawantahkan dalam ekspresi seni lainnya, termasuk dalam komedi seperti kelompok komedi Srimulat.
  3. Surat edaran KPI tidak memahami tentang ekspresi gender yang ditampilkan di dalam seni dan budaya di Indonesia. Sebagai contoh maestro tari Didik Nini Thowok, yang mengharumkan nama Indonesia serta merawat kelestarian seni budaya Indonesia lewat ekspresi gender sebagai perempuan.
  4. Surat edaran KPI ini jelas merupakan pembatasan yang memberangus dan melarang ekspresi serta membuka ruang lebar dalam menciptakan situasi yang diskriminatif satu sama lainnya. Surat KPI  bukan saja berdampak pada terlanggarnya hak konstitusional untuk berekspresi yang dapat mematikan kreativitas seseorang, tetapi juga dapat berdampak pada pemiskinan, menyebabkan sesorang kehilangan pekerjaannya.
  5. Surat edaran KPI ini terkait dengan kehidupan, pekerjaan, pendidikan masyaraka, dan harkat martabat para seniman. Banyak pihak yang akan terdampak dari pemberlakuan surat edaran tersebut. KPI penting untuk terlebih dulu memilah masalah dan berfokus kualitas dan kapasitas penyiaran yang dapat memajukan hak informasi dan mencegah terjadinya pelecehan, kekerasan dan pengingkaran norma masyarakat.

Untuk itu, Komnas Perempuan meminta agar KPI mencabut surat edaran tersebut. Sebagai institusi negara, KPI wajib melindungi segala bentuk ekspresi seni budaya dan mengeluarkan kebijakan dengan meletakkan penghormatan atas hak konstitusional setiap warganegara. KPI seharusnya dapat membedakan mana substansi (kontens dan tujuan) penyiaran dan mana tuntutan profesi, serta lebih mengoptimalkan perannya dalam mengawasi kontens dan tujuan penyiaran yang lebih mendidik.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home