Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 17:57 WIB | Selasa, 29 Maret 2016

Komnas Perempuan: UU Tak Berkutik, Kelelahan Global Terjadi

Konferensi pers Komnas Perempuan, hari Selasa (29/3), di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, dalam rangka melaporkan hasil keikutsertaan Komnas Perempuan dalam Komisi Status Perempuan ke-60 (Commission on the Status of Women/ CSW) di Kantor Pusat PBB, Newyork. (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Telah terjadi kelelahan global tentang isu kekerasan terhadap perempuan, dan secara nasional, undang-undang (UU) pun tidak menjamin sama sekali. Hal itu diakibatkan tidak dibarenginya dengan penegakan hukum yang sesuai,” ujar Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Yuniyanti Chuzaifah, saat konferensi pers, hari Selasa (29/3), di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, dalam rangka melaporkan hasil keikutsertaannya dalam Komisi Status Perempuan ke-60 (Commission on the Status of Women/ CSW) di Kantor Pusat PBB, Newyork.

Sejak tahun 2012, Komnas Perempuan terlibat aktif dalam CSW yang merupakan forum tahunan antar negara untuk melihat tantangan dan pemajuan perempuan di berbagai negara, dan menyepakati kesimpulan sebagai acuan global pemajuan hak perempuan.

Dalam acara yang berlangsung sejak tanggal 14 hingga 24 Maret tersebut, Yuniyanti sebagai salah satu perwakilan dari Komnas Perempuan, mengedepankan adanya penegakan keadilan hukum bagi korban kekerasan, terutama perempuan. "Semakin marak kekerasan yang terjadi di Indonesia adalah terutama menimpa perempuan buruh migran, perempuan adat, perempuan yang miskin, dan perempuan pembela Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya.

Selain itu, dikatakan oleh Yuniyanti, “Tidak adanya kajian dampak dari kebijakan yang ada (tidak adanya evaluasi) justru semakin memperparah nasib perempuan dalam memperoleh hak-haknya. Kebijakan-kebijakan yang ada bisa saja menjadi hal yang memberikan efek buruk bagi perempuan."

Yuniyanti juga menyoroti masih minimnya negara dalam memprioritaskan penanganan terhadap korban kekerasan.

“Dalam setahun, Komnas Perempuan hanya mendapat dana Rp 12 miliar dari pemerintah. Itu merupakan angka yang sangat kecil bila mengingat kebutuhan terhadap perlindungan dan pemulihan korban kekerasan yang semakin tinggi,” katanya.

Komnas Perempuan memandang pemerintah belum menjadikan Komnas Perempuan sebagai fokus dan prioritas.

“Hal ini diperburuk oleh mekanisme birokrasi negara yang membuat Komnas Perempuan bukanlah suatu prioritas, padahal sudah seharusnya negara hadir dan menjadi leader dalam pencegahan serta penanganan kekerasan terhadap perempuan. Saya berharap Komnas Perempuan ke depannya dapat menjadi lebih independen,” ujar Yuniyanti.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home