Komposisi Anggaran Riset Masih Belum Sesuai Harapan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komposisi penggunaan anggaran riset di berbagai lembaga penelitian saat ini masih belum sesuai harapan. Tilik saja, komposisinya masih dominan untuk kegiatan rutin, seperti gaji pegawai yang mencapai 60 hingga 70 persen. Sementara sisanya sekitar 30-40 persen baru digunakan bagi kegiatan riset.
Fakta tersebut, dikemukakan oleh Wakil Kepala LIPI, Akmadi Abbas, dalam konferensi pers terkait anggaran riset di Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) baru-baru ini di Jakarta, seperti yang dilansir situs lipi.go.id
Akmadi pun berharap, komposisi penggunaan anggaran itu bisa berubah seiring peningkatan anggaran riset. Selain itu, katanya, lembaga litbang juga harus mampu menggunakan anggaran riset secara maksimal. Artinya, kegiatan riset harus terimplementasi dengan perencanaan anggaran yang tepat untuk menghindari inefisiensi.
Sementara itu, Mohamad Nasir, Menristekdikti, mengatakan, peran pemerintah dalam pendanaan riset sekarang masih mendominasi, yakni 75 persen berasal dari anggaran pemerintah dan sisanya sebesar 25 persen dari sektor swasta. “Agar anggaran lebih meningkat lagi, sektor industri atau swasta harus terus didorong untuk mengalokasikan anggarannya bagi riset lokal dan menggunakan produk riset lokal dalam industrinya,” katanya.
Sebagai informasi, saat ini masih banyak sektor swasta yang memilih menggunakan riset luar negeri ketimbang dalam negeri. Diharapkan ke depan, hal tersebut bisa berubah, dimana sektor swasta bisa lebih mendominasi dalam penggunaan riset dalam negeri untuk mendorong perkembangan iptek nasional.
Nasir mengatakan, pihaknya pun terus mendorong agar sektor swasta menuju arah tersebut. Caranya dengan membuat kebijakan pajak yang meringankan sektor swasta ketika mengalokasikan anggaran yang tinggi bagi riset lokal.
“Sektor swasta akan mendapat insentif pajak atau bahkan tidak perlu membayar pajak, karena telah menerapkan riset lokal. Kebijakan ini diharapkan akan menguntungkan pihak industri dan mendorong penggunaan riset lokal,” katanya.
Tak hanya itu saja, katanya pemerintah juga perlu meningkatkan jumlah peneliti di Tanah Air. Peningkatan jumlah peneliti akan diimbangi pula dengan pemberian insentif bagi peneliti dan menjamin paten dari hasil penelitian mereka. Dengan begitu, kata Nasir, gairah riset di Indonesia bisa berkembang dengan baik. Dan, Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dalam pengembangan riset dari negara lain, seperti Malaysia. Malaysia sendiri saat ini memiliki anggaran riset dan jumlah peneliti yang lebih banyak daripada Indonesia, katanya.
Editor : Sotyati
Faktor Penyebab Telat Bicara pada Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan ...