Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 11:10 WIB | Jumat, 11 November 2016

Komunitas Lintas Iman Menginginkan aksi Konkret pada COP22

Sekretaris pada Konferensi Gereja-gereja Eropa yang menjadi bagian dari World Council of Working Group Gereja tentang Perubahan Iklim, Peter Pavlovic (paling kiri), Jayanti Kirpali, perwakilan dari Brahma Kumaris World Spiritual University untuk PBB (tengah) dalam COP22, di Marrakech, Maroko. (Foto: oikoumene.org)

MARRAKECH, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah pegiat lintas iman bergabung dalam upaya menggali langkah konkret agar mampu bergerak dari ketergantungan pada bahan bakar fosil dalam rangka mendapat masa depan yang berkelanjutan. Tekad itu mereka ungkapkan saat berkumpul di Paviliun Indonesia di COP 22 (Conference of the Parties) atau Konferensi Lingkungan Hidup yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Marrakech, Maroko pada Selasa (8/11) dan diberitakan oikoumene.org, hari Kamis (10/11) 

“Bagaimana sesungguhnya komitmen berbagai negara yang berpartisipasi dalam Perjanjian Iklim Paris (COP21) dapat bertindak nyata untuk mengurangi pemanasan di planet ini?” kata ketua Global Muslim Climate Network atau Jaringan Iklim Muslim Global, Nana Firman, saat membuka diskusi.

“Pembicaraan tentang iklim juga menyangkut krisis moral kita, dan ini merupakan nilai-nilai yang mendasari kami. Dialog iklim telah terjadi selama hampir 30 tahun, dan semakin hari kita melihat semakin banyak  komunitas agama terlibat,” kata Firman.  

Berbagi Teknologi

“Kita hidup di era yang memiliki perubahan yang cepat. Selain itu terdapat banyak hal yang menjadi subjek perdebatan sengit dan perhatian di seluruh dunia. Perdebatan paling mendasar yakni benturan antara manusia yang memenuhi kebutuhan jangka pendek  dan dampak jangka panjang, yakni bagaimana bumi dapat menyokong kehidupan,” Firman menambahkan.

Dia mengatakan topik paling mendasar tersebut merupakan hal penting yang membentuk dasar yang kuat untuk adu argumentasi antara perwakilan dari berbagai kelompok agama antara lain Kristen, Muslim, dan Buddha.

Jayanti Kirpali, perwakilan dari Brahma Kumaris World Spiritual University untuk PBB, menekankan bahwa teknologi yang diperlukan untuk pindah ke masa depan yang berkelanjutan sebenarnya sudah tersedia. “Tetapi kita tidak memiliki komitmen dan kemauan untuk menindaklanjuti,” kata Jayanti Kirpali.

Dia memberi contoh di India. Di negara tersebut energi surya semakin digunakan untuk pekerjaan domestik seperti memasak.

“Hal lain yang didasarkan pada spiritualitas kita yakni kita terbiasa berbagi teknologi ini secara gratis. Berbagi adalah bagian yang sangat penting dari persaudaraan kita. Hal ini juga tercantum dalam Protokol Kyoto bahwa teknologi harus bebas bagi negara-negara yang kurang beruntung,” kata dia.

Transformasi

Sekretaris pada Konferensi Gereja-gereja Eropa yang menjadi bagian dari World Council of Working Group Gereja tentang Perubahan Iklim, Peter Pavlovic, mendesak berbagai organisasi berperan dengan jelas bagi masyarakat berbasis agama.

"Perjanjian Paris adalah harapan, bagi kita itu juga pengakuan dari perubahan iklim sebagai isu moral," kata Pavlovic.

"Paris adalah langkah maju dalam hal itu, kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa perjanjian ini sekarang diakui oleh banyak pemimpin politik,” kata Pavlovic.

Pavlovic menekankan, tindakan memperbincangkan etika menjadi tindakan nyata adalah hal yang sangat mungkin. "Kita perlu kemitraan dengan perusahaan, tetapi juga dengan organisasi lain dan bagian dari masyarakat serta politisi,” kata dia.

Dia mengatakan peran organisasi iman harus memotivasi orang untuk melakukan kerja sama, karena mengupayakan perubahan iklim adalah tentang transformasi, dan komunitas-komunitas iman harus mengalami transformasi. “Oleh karena itu mereka dapat berkontribusi mensosialisasikan gaya hidup baru. Kita harus mengubah produksi dan konsumsi,” kata dia.

Menyadari bahwa Perjanjian Iklim Paris mewajibkan banyak negara melakukan tindakan konkret, salah satunya yakni dalam rangka menahan pemanasan global di bawah batas dua derajat dari tingkat pra-industri, banyak peserta dari pertemuan ini yang melihat bahwa komitmen negara-negara di COP21 berada dalam tahap yang lebih sulit karena tantangan yang ada saat ini adalah  bagaimana dunia akan melakukan langkah konkret membatasi pemanasan di planet ini.

Koordinator Greenfaith untuk wilayah Asia, Ciara Shannon, menyarankan dunia harus melakukan transisi dari bahan bakar fosil secepat mungkin, dengan memiliki janji untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan komitmen untuk melakukan divestasi dari bahan bakar fosil, dan berinvestasi sebagai upaya solusi iklim. (oikoumene.org)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home