Loading...
SAINS
Penulis: Bayu Probo 11:10 WIB | Senin, 02 September 2013

Konflik di Suriah, Pengungsi Palestina Tak Sekolah

Maya Mousa adalah salah satu pengungsi anak-anak dari Palestina yang harus berpindah setelah konflik di Suriah. Pada Juli 2012, Maya melarikan diri dari Suriah untuk tinggal bersama keluarganya (sepuluh orang) di rumah kecil di kamp Bourj al-Barajneh, Libanon. (Foto: UNWRA)

YERUSALEM TIMUR, SATUHARAPAN.COM – Lebih dari setengah dari sekolah-sekolah yang dikelola oleh Badan PBB bidang Pemulihan Pascabencana (UNRWA) di Suriah ditutup. Akibatnya, 45.000 anak pengungsi Palestina tidak dapat bersekolah.

“Entah karena kerusakan bangunan atau karena ketidakamanan, hampir dua pertiga dari siswa kami di Suriah tidak akan dapat kembali ke sekolah mereka musim gugur ini,” kata juru bicara UNRWA Chris Gunness dalam siaran pers.

Dia menambahkan bahwa selain mengganggu pendidikan mereka, penutupan sekolah membuat lebih sulit anak-anak untuk mempertahankan kontinuitas hidup dalam situasi yang sudah sulit. Dari 118 sekolah yang dikelola PBB di Suriah, hanya 49 akan dibuka kembali untuk tahun ajaran 2013-2014.

Pihak UNRWA menyiapkan alternatif pendidikan bagi mereka, seperti kelas melalui siaran televisi dan mengembangkan bahan pembelajaran jarak jauh. “Situasi di Suriah merupakan tantangan besar. Tetapi, situasi ini malah meningkatkan pentingnya memastikan bahwa pengungsi Palestina memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi dan kontinu,” kata Caroline Pontefract, Direktur UNRWA bagian Pendidikan.

Sejak pertempuran dimulai pada Maret 2011 antara Pemerintah Suriah dan kelompok oposisi yang berusaha menggulingkan Presiden Bashar Al- Assad, 100.000 orang telah tewas, hampir dua juta orang melarikan diri ke negara tetangga dan selanjutnya empat juta telah telantar. Selain itu, setidaknya 6,8 juta penduduk Suriah memerlukan bantuan kemanusiaan yang mendesak, setengah dari mereka adalah anak-anak.

Setelah kunjungan ke wilayah tersebut pada bulan, Leila Zerrougui, perwakilan Sekretaris Jenderal PBB untuk Anak dan Konflik Bersenjata, mengatakan tanpa solusi politik terhadap konflik di Suriah, negara menghadapi “generasi penuh kemarahan, orang dewasa yang buta huruf.”

Ia mengatakan sekolah-sekolah di wilayah ini berusaha membantu anak-anak Suriah, namun tantangan tetap berasal dari perbedaan dalam kurikulum, kapasitas, dan bahasa.

Di Libanon, yang menampung sekitar 50.000 pengungsi Palestina, hanya sekitar 35% siswa yang terdaftar di sekolah, menurut data UNRWA.

Tentang UNRWA

UNRWA adalah badan PBB yang didirikan Majelis Umum pada 1949 dan diberi mandat untuk memberikan bantuan dan perlindungan kepada penduduk sekitar 5 juta pengungsi Palestina yang terdaftar. Misinya adalah untuk membantu pengungsi Palestina di Yordania, Libanon, Suriah, Tepi Barat, dan Jalur Gaza untuk mencapai potensi penuh mereka dalam pembangunan manusia, sambil menunggu solusi yang adil terhadap penderitaan mereka. Layanan UNRWA meliputi pendidikan, kesehatan, bantuan dan pelayanan sosial, pembangunan dan perbaikan infrastruktur kamp, dan keuangan mikro.

Dukungan keuangan untuk UNRWA belum sejalan dengan peningkatan permintaan untuk layanan yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah pengungsi terdaftar, kebutuhan yang meluas, dan kemiskinan yang mendalam. Akibatnya, Badan PBB bagian pendanaan yang  mendukung kegiatan inti UNRWA dan 97% bergantung pada kontribusi sukarela, setiap tahun memproyeksikan defisit besar. Saat ini defisit adalah sebesar US$ 54,3 juta (Rp 597,3 miliar). (un.org)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home