Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 08:14 WIB | Kamis, 19 November 2015

Kontras: Kejaksaan Belum Proaktif Selesaikan Pelanggaran HAM

Aksi Kamisan ke-411 digelar di seberang Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (10/9) memperingati 11 tahun terbunuhnya aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib dan peristiwa 16 tahun penembakan yang terjadi di Aceh serta 31 tahun tragedi Tanjung Priok. Dalam aksinya para korban dan keluarga korban meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera tuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi dengan menuliskan harapan di sebuah kertas yang digantungkan pada ranting pohon sebagai bagian dari bentuk aksi. (Foto:Dok.satuharapan/ Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Kejaksaaan Agung belum proaktif menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang bersifat berat di masa lalu.

"Harus ada kemauan dan keberanian dari Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu hingga tuntas," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Feri Kusuma dalam diskusi "Catatan Kinerja Kejaksaan Paska Satu Tahun H M Prasetyo" di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, hari Rabu (18/11).

Ia mengatakan Kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Prasetyo belum juga menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Jaksa Agung selalu mengembalikan berkas penyelidikan Komnas HAM dengan berbagai macam alasan seperti kurang barang bukti.

"Alasannya selalu berubah-ubah seperti sulit mencari data dan lain-lain. Padahal dia ini (Prasetyo) Jaksa Agung yang mempunyai kewenangan luar biasa," kata dia.

Ia mengatakan, Jaksa Agung belum melakukan penyidikan atas tujuh berkas perkara pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komisi Nasional HAM.

Hingga saat ini, ia mengatakan Prasetyo belum memberikan informasi terkait perkembangan penyelesaian pelanggaran HAM kepada masyarakat.

Padahal Presiden Joko Widodo mempunyai komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu itu.

Sebelumnya dalam kampanyenya, Presiden Joko Widodo berkomitmen akan menyelesaikan tujuh kasus pelanggaran HAM yakni Peristiwa 1965-1966; Penembakan Misterius 1982-1985; Kasus Talangsari-Lampung 1989.

Selain itu, kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998; Kerusuhan Mei 1998; Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999; serta Wasior-Wamena 2001/2003.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin (25/5), menjelaskan bahwa komitmen itu disampaikan Presiden menjawab permintaan mahasiswa yang diwakili oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).

"Soal pengadilan ad hoc HAM, Presiden Jokowi berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan tuntas sehingga tidak lagi menjadi utang negara," katanya.

Pratikno menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo telah meminta Menko Polhukam, Jaksa Agung, Kapolri, Menkum dan HAM bersama Komnas HAM mencari alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dengan dua cara jalur yudisial atau pengadilan HAM dan jalur nonyudisial dengan rekonsiliasi.

Sebelumnya,Jaksa Agung Prasetyo menyebutkan yang ada sekarang justru sejak 2008 hasil penyelidikan oleh Komnas HAM masih dinilai belum memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan.

"Semua harus memahami itu. Saya pikir semua pihak harus memahami juga," kata Prasetyo.

Prasetyo menyebutkan peristiwa itu sudah lama terjadi sekitar 50 tahun lalu di mana para pelaku juga mungkin sudah tidak ada.(Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home